Definisi Pendidikan Islam
Pendidikan dalam bahasa Arab merujuk kepada kata ta’lim, tarbiyyah, ta’dib, tadris, irsyad, dan indzar. Semua istilah ini dikenal sejak zaman Rasulullah SAW yang beliau terapkan kepada para sahabat.
Istilah yang paling sering dipakai untuk kata pendidikan adalah tarbiyyah. Fakultas ilmu pendidikan di perguruan tinggi Islam disebut Fakultas Tarbiyyah. Dan konsep tarbiyyah merupakan salah satu konsep pendidikan Islam yang penting.
Kata dasar tarbiyyah ada tiga bentuk:
1. Rabba – yarubbu yang berarti tumbuh, bertambah, dan berkembang.
2. Arba –yarba yang berarti tumbuh menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa.
3. Rabba – yurabbi yang berarti mengatur, mengurus, dan mendidik.
Dengan demikian konsep tarbiyyah adalah proses mendidik manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia ke arah yang lebih sempurna. Ia juga meliputi proses mengurus dan mengatur supaya kehidupan berjalan dengan lancar. Termasuk di dalam konsep ini tarbiyyah dalam bentuk fisik, spiritual, material, dan intelektual.
Tarbiyyah dapat juga digunakan untuk istilah pendidikan sejak dalam ayunan hingga akhir kehidupan di dunia yang menyentuh aspek pendidikan fisik, intelektual, emosional, dan spiritual.
Pengertian tarbiyyah dapat diringkas sebagai proses yang berkelanjutan dalam membentuk individu baik dari segi fisik, intelektual, emosional, spiritual untuk mencapai kesempurnaan hidup. Proses ini akan mendidik mereka untuk menghayati nilai-nilai yang sesuai untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat .
Tujuan Pendidikan Dalam Islam
Sebagai kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan Islam ditentukan/mengikuti konsepsi Islam tentang manusia. Hal ini diakui oleh mayoritas ahli pendidikan Islam .
Menurut konsep Islam manusia adalah makhluk yang memilik unsur jasmani dan rohani, fisik dan jiwa yang memungkinkan ia diberi pendidikan. Selanjutnya manusia ditugaskan untuk mejadi khalifah di muka bumi sebagai pengamalan ibadah kepada Allah, dalam arti seluas-luasnya .
Menurut Hasan langgulung, tujuan pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dari tujuan kehidupan manusia, tujuan ini tercermin dalam al Qur'an surat Al A'raf: 162
"Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam."
Hal ini selaras dengan apa yang disimpulkan oleh Muhammad Nashir, bahwa pendidikan Islam ingin menjadikan manusia yang memperhambakan segenap rohani dan jasmaninya kepada Allah SWT .
Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah SWT. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah ."
Dasar Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah bagian adari ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Oleh karenanya dasar acuannya, secara global, adalah sumber nilai kebenaran. Yaitu wahyu. Al Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW .
Menetapkan al Qur’an dan as Sunnah sebagai dasar pendidikan bukan hanya dipandang dari sisi keimanan semata. Namun karena kebenaran di dalam keduanya dapat diterima oleh akal dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman manusia. Sebagai pedoman al Qur’an tidak ada keraguan di dalamnya (QS. Al Baqarah: 2). Ia tetap terpelihara kesucian dan kebenarannya (QS. Ar Ra’d: 9), baik dalam pembinaan spiritual maupun maupun aspek social budaya dan pendidikan. Demikian juga dengan Sunnah sebagai dasar kedua dalam pendidikan Islam. Secara umum, hadits difahami sebagai ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat Rasulullah SAW. Kepribadian beliau sebagai uswah hasanah dalam berislam (QS. Al Ahzab:21) oleh karenanya prilakunya senantiasa dipelihara dan dikontrol oleh Allah SWT (QS. An Najm: 3-4) .
Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasulillah mempunyai dua fungsi: (1) menjelaskan sistempendidikan Islam yang terdapat dalam al Qur’an dan yang tidak terdapat di dalamnya. (2) menyimpukan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah SAW bersama para sahabat, perlakuannya kepada anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya .
Perhatian Rasulullah SAW Pada Pendidikan
Pendidikan dalam pandangan Islam memiliki kedudukan yang tinggi. Dibuktikan dengan wahyu yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW yang menyuruh beliau membaca dalam keadaan beliau yang ummi. Disamping itu wahyu ini mengandung suruhan belajar mengenali Allah, memahami fenomena alam serta mengenali diri yang merangkumi perinsip-prinsip aqidah, ilmu dan amal. Ketiga prinsip ini adalah serambi falsafah pendidikan islam.
Rasulullah SAW sangat memperhatikan pendidikan dan mendorong umatnya untuk terus belajar. Beliau juga membuat beberapa kebijakan yang berpihak kepada pendidikan umat. Misalnya, ketika kaum muslimin berhasil menawan sejumlah kaum musyrikin dalam perang Badr, beliau membuat kebijakan untuk kebebasan para tawanan dengan membayar tebusan atau mengajar baca tulis kepada warga Madinah. Kebijakan ini sangat strategis karena mempercepat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan di kalangan kaum muslimin.
Rasulullah SAW juga terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan di masjid. Yaitu ketika beliau hadir bersama para sahabat, mereka belajar banyak hikmah darinya dan mendengarkan ayat-ayat al Qur’an. Dan ketika Rasulullah SAW tidak bersama mereka, para sahabat senior menyampaikan pelajaran yang telah mereka dengar lebih dulu dari Rasulullah SAW .
Karaktristik Pendidikan Rasulullah
Salah satu faktor penting kejayaan pendidikan Islam yang dijalankan Rasulullah SAW adalah karena beliau menjadikan dirinya sebagai model dan teladan bagi umatnya. Rasulullah SAW adalah al Qur’an yang hidup (the living Qur’an) artinya pada diri Rasulullah SAW tercermin semua ajaran al Qur’an dalam bentuk nyata. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangannya. Oleh karena itu para sahabat dimudahkan dalam mengamalkan ajaran Islam yaitu dengan meniru perilaku Rasulullah SAW.
Sistem pendidikan yang dijalankan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya di kala itu tidak mengeluarkan pengakuan kelulusan melalui gelar pendidikan atau ijazah. Nilai tertinggi murid-murid beliau terletak pada tingkat ketakwaan. Ukuran takwa terletak pada akhlak dan amal shalih yang dilakukan oleh masing-masing para sahabat. Dengan demikian output sistem pendidikan Rasulullah SAW adalah orang yang langsung beramal, berbuat dengan ilmu yang didapat karena Allah SWT bukan karena yang lain.
Dengan sistem pendidikan yang demikian maka lahirlah generasi sahabat ridlwanullah ajma'in yang istimewa, terpilih, dan unik sepanjang sejarah Islam dan sejarah umat manusia. Kemudian sistem ini dilanjutkan dan dikembangkan lebih lanjut oleh para sahabat maka lahirlah generasi yang dikenal sebagai salafushshalih yang disebut-sebut sebagai generasi Islam terbaik.
Potret Sistem Pendidikan Islam Masa Khilafah
Syeikh Abdurrahman al Baghdadi menampilkan dan menggambarkan sistem pendidikan pada masa khilafah sebagai berikut:
1. Kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam. Ketika aqidah Islam dijadikan sebagai dasar kurikulum, bukan berarti setiap pengetahuan baru harus bersumber dari aqidah Islam. Aqidah Islam hanya menyangkut doktrin/keimanan dan hukum Islam, adapun setiap pengetahuan maksud meletakkan aqidah islam sebagai dasar dari ilmu pengetahuan selain perkara yang menyangkut keimanan dan hukum adalah agar aqidah Islam dijadikan standar penilaian. Aqidah inilah yang menjadi tolak ukur apakah boleh diambil dan diyakini atau tidak. Dengan demikian, mempelajari pengetahuan yang bertentangan dengan aqidah iSlam boleh dengan syarat tidak dijadikan sebagai pegangan dan keyakinan. Hal itu sebagaimana disebutkan al Qur'an tentang pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan aqidah islam, contohnya dahriyun dalam surat Jatsiyah ayat 24. Tetapi al Qur'an menyebutkan hal ini dengan tujuan untuk menentangnya, menjelaskan kekeliruannya serta memberikan jawaban yang tepat atas permasalahan tersebut. Sebagai catatan, pengetahuan mengenai ide-ide yang bertentangan dengan aqidah Islam tidak boleh disatukan dalam kurukulum karena dengan mengajarkannya akan mendorong para pelajar untuk mengambil dan meyakininya. Tetapi jika ingin dimasukkan kedalam kurikulum, maka itu boleh dipelajari di perguruan tinggi dengan disertai penjelasan tentang kesalahan dan kepalsuannya agar tidak diambil orang atau diyakinnya .
2. Bahasa yang dipergunakan dalam pendidikan di seluruh sekolah, baik negeri atau swasta adalah bahasa arab.
3. Pendidikan adalah hak setiap warga tanpa membedakan martabat, usia maupun jenis kelamin .
4. Tidak ada dikotomi antara ilmu din dan ilmu dunia. Karena hadist Nabi saw bahwa mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. bersifat umum, baik ilmu pengetahuan yang dikenal di masa nabi, masa sekarang atau yang akan datang. Sejarah Nabi membenarkan statement ini, di mana Rasulullah saw mengutus dua sahabatnya ke Yaman untuk mempelajari teknik pembuatan dababah (sejenis tank yang terdiri dari kayu tebal berlapis kulit berfungsi menerjang benteng musuh). Dalam peristiwa lain Rasul memberi motivasi untuk mengembangkan teknik pembuatan busur panah dan tombak, selain itu Rasul juga memerintahkan kaum wanita agar mempelajari ilmu tenun, menulis dan merawat orang sakit .
5. Porsi mata pelajaran harus dibagi rata dalam jumlah atau waktu. Walaupun salah satu tujuan pendidikan itu membekali manusia dengan berbagai macam pengetahuan yang berkaitan dengan aspek kehidupannya, bukan berarti porsi ilmu-ilmu Islam dikurangi. Sebab ilmu pengetahuan umum itu dipelajari agar mempermudah kehidupan manusia. Hal ini dimaksudkan agar lahir pribadi muslim yang berpengetahuan tinggi, ahli pikir sekaligus ahli ibadah yang berbobot dan dalam waktu yang sama lahir pula pribadi yang mampu memproduksi alat dan mengolah hasil produksi. Merekalah yang akan menggali dan mengelola kekayaan alam untuk kesejahteraan umat manusia dan merekalah yang mampu merealisir kemajuan ilmu dan teknologi di seluruh aspek kehidupan .
6. Sistem pendidikan bebas biaya. Hal itu berangkat dari persepsi bahwa pendidikan adalah kebutuhan mendasar bagi umat, maka negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya melalui pengajaran pendidikan ilmu pengetahuan yang diperlukan oleh setiap individu dalam setiap bidangnya .
7. Tak ada batas usia dalam belajar. Pendidikan islam tidak membatasi para penuntut ilmu dengan usia. Tidak juga ada persyaratan ilmu dalam penerimaan siswa di tingkat dasar, menengah atau perguruan tinggi. Namun negara membatasi usia belajar bagi anak kecil minimal tujuh tahun. Karena pelajaran membaca dan menulis bagi anak yang kurang dari tujuh tahun dapat melemahkan jasmani dan akal anak. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh al Abdari:
Dahulu para leluhur kami mengirim putra-putranya ke kuttab tatkala berusia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya dengan mengenalkan sholat dan akhlak mulia. Namun saat ini sangat disesalkan anak-anak di zaman ini menuntut ilmu pada usia rawan (4,5 tahun). Para pengajar harus berhati-hati karena mengajar membaca pada usia rawan ini dapat melemahkan tubuh dan akal.
Kebijakan ini diambil dengan maksud agar seluruh murid mendapatkan kesempatan belajar disamping pertimbangan kemampuan manusia yang bertingkat .
8. Tidak ada sistem ujian semester tapi yang ada adalah pemberian ijazah bagi siswa yang telah belajar dalam waktu tertentu dan telah menguasai bidang tersebut. Pemberian ini dimaksudkan bahwa si murid memiliki hak untuk mengajarkan ilmunya, meriwayatkan hadist, berfatwa, mengobati penyakit bagi yang menguasai ilmu kedokteran atau meracik obat dan lainnya sesuai dengan kapabilitas bidangnya masing-masing. Teknik munadharah/diskusi adalah teknik yang paling sesuai untuk mengetahui kemampuan siswa. Sedangkan teknik ujian tulis akan mematikan daya cipta dan kreatifitas siswa serta cenderung mengarahkan cita-citanya untuk meraih titel tanpa melihat kemampuan. Lebih dari itu, pelaksanaan ujian ini tidak akan memacu hasil yang produktif dalam kebangkitan pikiran dan materi.
9. Liburan sekolah disunahkan pada hari raya i'dul fithri, hari-hari haji yaitu tanggal 8 Dzulhijjah, hari Arafah, hari qurban dan tasyriq ditambah tiga hari setelahnya untuk memberi kesempatan murid yang berhaji kembali ke tanah airnya serta hari jum'at. Sejarah pendidikan Islam tidak mengenal libur tiga kwartal, dua semester dalam satu tahun atau libur musiman karena masa pendidikan dalam islam harus berjalan tak boleh berhenti .
Karaktristik Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sifatnya universal, sebagaimana islam itu sendiri, berlaku untuk semua umat di dunia. Bukan hanya tertentu untuk masyarakat Makkah dan Madinah. Hal ini, di antaranya, di dasarkan kepada perintah beliau SAW kepada Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa asing. “Saya hendak berkirim surat kepada kaum Suryani. Saya khawatir kalau mereka menambah-nambah atau mengurangi, sebab itu hendaklah engkau mempelajari bahasa Suryani (bahasa orang Yahudi)." Lalu Zaid bin Tsabit mempelajari bahasa Yahudi itu sehingga ia menjadi ahli dalam bahasa tersebut . Metode dalam pendidikan Islam merupakan suatu metode yang khas dan tersendiri, baik dari segi alat-alat maupun segi tujuan-tujuannya, dengan suatu bentuk yang nyata dan menarik perhatian serta membangkitkan minat untuk memiliki sumber ideologinya yang khas dalam perjalanan sejarah. Ruang lingkup dan keleluasaan sistem pendidikan Islam tidak boleh keluar dari keterpaduan tujuan dan cara. Sebagaimana ajaran Islam itu sendiri yang terangkum dalam dua kalimat syahadat.
Di dalam sistem pendidikan Islam terdapat satu cara dan satu tujuan untuk dapat menyatukan kepribadian yang pecah untuk dapat mencapai satu tujuan yang lurus dan bulat. Inilah keistimewaan dari sistem pendidikan Islam yang berbeda dengan sistem pendidikan buatan manusia yang pada umumnya memiliki tujuan yang relative sama meskipun alat-alat yang digunakan untuk memenuhi tujuan tersebut berbeda-beda sesuai dengan pengaruh lingkungan dan kondisi sejarah, sosial, politik dan sebagainya.
Sistem pendidikan buatan manusia pada umumnya bermuara dalam suatu tujuan pendidikan yaitu membentuk “nasionalisme sejati“. Sedangkan Islam, tidak mengurung dirinya pada batas-batas yang sempit itu dan tidak hanya berusaha membentuk “nasionalis sejati“.Tetapi berusaha untuk mewujudkan suatu tujuan yang lebih besar dan menyeluruh, yaitu membentuk “manusia sejati”.
Islam dalam membentuk manusia yang baik itu tidak membiarkan manusia berada dalam kebimbangan dan terus menerus berjalan di dalam kegelapan, di mana masing-masing membentuk dirinya menurut kemauannya sendiri. Akan tetapi Islam menetapkan ciri-ciri manusia secara cermat dan jelas, serta menggaris strategi yang dapat mengantarkan mereka untuk mencapai tujuan itu.
Metodologi Islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendidikan menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikit pun, baik segi jasmani maupun rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun secara mental, dan segala kegiatannya di bumi ini.
Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat di dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah SWT kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.
Islam mengakui wujud manusia secara utuh, tanpa mengurangi nilainya dan merusak kemampuannya sedikit pun. Islam mengakui kebutuhan-kebutuhan spiritual wujud manusia beserta segala daya yang terkandung di dalamnya. Islam memberikan segala yang diperlukannya seperti akidah, nilai-nilai dan harga diri, dan menyokong daya-daya yang ada padanya untuk memperbaiki eksistensi mental dan kejelekan-kejelekan yang terdapat dalam masyarakat.
Islam tidak hanya menonjol dalam memperhatikan semua segi eksistensi manusia dan tidak mengabaikan sedikit pun berbagai macam daya yang terdapat di dalamnya. Tetapi yang paling menonjol adalah bahwa Islam sejalan dengan fitrah dalam hal-hal yang lebih jauh dari itu.
Fitrah manusia berjalan menurut garis yang telah diciptakan Allah SWT. Dengan demikian jasmani, akal dan roh yang ada dalam diri manusia tidak mungkin dapat di pisah-pisahkan. Roh, akal dan tubuh, ketiganya membentuk satu wujud yang utuh, yang disebut manusia. Semuanya berinteraksi secara utuh.
Tanggung Jawab Pendidikan Anak Dalam Islam
Anak merupakan salah satu obyek pendidikan Islam yang mendapat perhatian besar oleh al Qur'an dan Sunnah. Di antaranya nasehat para nabi untuk keselamatan aqidah putera-putera mereka.
"Ibrahim menasihatkan kepada anak-anaknya, dan demikian juga Ya'kub (yaitu), "hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilihkan agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan muslim." (QS. Al Baqarah: 132)
Begitu juga Luqman yang menasihatkan kepada putra-putranya. "Dan ingatlah ketika berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran padanya; "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)
"Luqman berkata; "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (satu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu, atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya), sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui." (QS. Luqman: 16)
Pada dasarnya Islam memikulkan pendidikan anak kepada kedua orang tua. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Seorang imam adalah pemipin dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan ia bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia bertanggungjawab atas apa yang dipimpinnya. . . . (Muttafaq 'alaih)
Rasulullah SAW meletakkan kaidah mendasarkan yang menyimpulkan bahwa anak itu tumbuh dan berkembang mengikuti agama kedua orang tuanya. Keduanya lah yang memberikan pengaruh kuat terhadapnya.
Imam al Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Tiada seorang bayipun yang lahir melainkan dilahirkan di atas fithrah. Lalu kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani. Seperti binatang itu melahirkan yang sama secara utuh. Adakah kamu menemukan adanya kebuntungan? Kemudian Abu Hurairah membaca firman Allah:
فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
"Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus." (QS. Ar Ruum: 30)
Allah telah memerintahkan kepada orang tua untuk mendidik anak-anak mereka, mendorong mereka utnuk itu dan memikulkan tanggung jawab kepada mereka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS. At Tahrim: 6)