View Full Version
Sabtu, 05 Jun 2010

Apakah Memanggil ''Ummi'' kepada Istri Termasuk Dhihar yang Dilarang?

Alhamdulilah, washolatu wassalamu 'alaa Rasulillah wa ba'du:

Sebagian dari saudara kita menganggap bahwa memanggil istri dengan sebutan "ummi" walaupun untuk membahasakan anak adalah dilarang, karena termasuk dhihar, yaitu menganggap istri seperti ibunya sehingga diharamkan. Maka apakah memang demikian ?

Pada kesempatan ini kita akan mengulas sedikit masalah ini dari fatwa sebagian ulama, semoga bermanfaat.


Pertama:

Perkataan seorang laki kepada istrinya: "kamu ibuku atau saudariku atau wahai mama" mengandung kemungkinan dhihar, atau bukan dhihar, tergantung niatnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: ( Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi seseorang apa yang dia niatkan ) Muttafaqun ‘alaihi.

Kebanyakannya seorang suami mengucapkan perkataan ini untuk tujuan berlemah lembuh, atau perhormatan, maka tidak menjadi dhihar, dan istrinya tidak menjadi haram atas suaminya dengan hal itu.

Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitabnya “ Al-Mughni” (8/6) mengatakan: “dan jika dia (suami) berkata: kamu bagiku seperti ibuku, dengan niat dhihar, maka telah jatuh dhihar, menurut pendapat kebanyakan ulama, dan jika meniatkannya untuk memuliakan, menghormati, maka bukan dhihar…

Demikian juga seandainya dia berkata: kamu ibuku, atau: istriku ibuku”. selesai secara ringkas.

Lajnah Daimah pernah ditanya: sebagian orang berkata kepada istrinya: aku saudaramu dan kamu saudariku, maka apa hukumnya ?

Maka Lajnah menjawab: “ jika suami berkata kepada istrinya: aku saudaramu atau kamu saudariku, atau kamu ibuku atau seperti ibuku, atau kedudukanmu seperti ibuku atau saudariku, maka jika dengannya bahwa istrinya seperti yang disebutkan dalam hal kemuliaan atau salaturahim atau kebaikan atau penghormatan, atau dia tidak berniat dhihar serta tidak ada indikasi yang menunjukkan keinginan dhihar, maka yang terjadi bukanlah dhihar, dan dia tidak perlu melakukan apapun.

Namun jika dengan kalimat-kalimat ini dan semacamnya dia berniat dhihar atau adanya indikasi yang menunjukkan kepada dhihar seperti keluarnya kalimat ini karena marah kepadanya atau mengancamnya, maka telah jatuh dhihar, dan itu diharamkan, dan dia wajib bertaubat dan membanyar kafaroh sebelum menyentuhnya, yaitu memerdekkan budak, jika tidak ada maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan enam puluh fakir miskin” selesai dari “ Fatwa Lajnah Daimah” (20/274)

Kedua:

Sebagian ulama memakruhkan perkataan seorang suami kepada istrinya: ya ummi atau ya ukhti, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (2210) bahwa seorang laki-laki berkata kepada istrinya: wahai saudariku. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: (dia benar saudarimu ! maka beliau memakruhkannya dan melarangnya).

Yang benar: bahwa hal itu tidak makruh, karena hadits ini tidak shahih, telah dilemahkan oleh Sheikh Albani rahimahullah dalam dhaif Sunan Abu Dawud.

Sheikh Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: apakah boleh seorang laki berkata kepada istrinya: wahai saudariku dengan maksud kecintaan saja, atau wahai ibuku dengan maksud yang sama?

Beliau menjawab:

“ Benar, dia boleh mengatakan kepadanya wahai saudariku, atau wahai ibuku, dan semacamnya yang dapat mendatangkan kasih saying dan kecintaan, meskipun sebagian ulama memakruhkan seorang laki mengatakan kepada istrinya dengan ungkapan seperti ini, akan tetapi tidak ada sisi kemakruhannya, karena amalan tergantung niatnya, dan orang ini tidak berniat dengan kalimat ini bahwa istrinya adalah saudarinya secara kemahraman, dia hanya bermaksud untuk menunjukkan kasih sayang dan cintanya kepada istrinya, dan segala sesuatu yang merupakan sebab kasih sayang diantara suami istri, baik itu dari suami maupun istri maka termasuk perkara yang dikehendaki” selesai.

Fatawa dalam acara Nur ‘Ala Al-Darb.

Wallahu A’lam

http://www.islam-qa.com/ar/ref/83386

(ar/voa-islam)


latestnews

View Full Version