Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Setiap muslim sudah semestinya merindukan syariat Islam untuk mengatur hidupnya. Ini sebagai konsekuensi atas keimanan kebenaran ajaran agamanya yang berasal dari pencipta alam semesta. Juga sebagai bentuk persaksiannya akan keridhaannya terhadap Allah sebagai Rabb, Muhammad sebagai rasul, dan Islam sebagai dien. Terlebih, merindukan syariat Islam merupakan realisasi akan tujuan dari diciptakannya, yaitu untuk beribadah kepada Allah Ta'ala semata. Karena ibadah itu terangkum dalam dien/syariat Islam. Sehingga boleh kita katakan, kita diciptakan untuk mengamalkan syariat Islam.
Kerinduan kepada syariat Islam tersebut, juga dirindukan oleh warga Nahdiyyin di kabupaten Demak, jawa Tengah yang terkenal dengan sebutan kota wali. Tepatnya di Desa Prampelan, Kecamatan Sayung. Hal ini wajar karena dalam sejarahnya, Demak merupakan daerah awal penyebaran Islam di tanah jawa. Sehingga sejak awal banyak ulama dan pendakwah di sana yang memahami bahwa suatu negeri akan menjadi baldah thayyibah dan diridhai oleh Allah, apabila masyarakatnya mengamalkan syariat Islam.
Kerinduan terhadap syariat Islam terebut dapat ditemukan dalam untaian-untaian kalimat doa pada khutbah Jum'at. Berikut isi doanya:
أَللَّهُمَّ اجْعَلْ بَلْدَتَنَا إِنْدُوْنِيْسِيْا هَذِهِ بَلْدَةً طَيِّبَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكَامُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ يَا حَيٌّ يَا قَيُّومٌ! هَذَا حَالُنَا لَايَخْفَى عَلَيْكَ
"Ya Allah, Jadikan negeri kami Indonesia ini sebagai negeri yang baik, yang berjalan (berlaku) hukum-hukum-Mu dan sunnah Rasul-Mu di dalamnya. Wahai Rabb Yang Mahahidup dan Yang berdiri sendiri (tidak membutuhkan yang lain, bahkan yang lain butuh kepada-Nya), inilah kondisi kami, tidak ada yang tersembunyi atas-Mu."
Doa di atas merupakan doa paten dalam khutbah Jum'at yang sudah dibaca selama bertahun-tahun, (karena penulis dilahirkan dan dibesarkan di sana). Dan ini menjadi bukti, pada dasarnya masyarakat muslim daerah Demak yang dibimbing oleh para ulamanya sangat merindukan syariat Islam.
Menerapkan Syariat Islam Adalah Tuntutan Iman
Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang menjadi manhaj berislamnya mayoritas penduduk Indonesia memahami Iman sebagai pembenaran dengan batin, ikrar dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Iman menurut paham yang lurus ini, juga bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Jadi perilaku seorang mukmin akan mempengaruhi imannya.
Pada prinsipnya, iman adalah membenarkan kabar berita dan tunduk kepada syari'at. Karena itu, barangsiapa yang dalam hatinya tidak ada pembenaran dan sikap tunduk, maka bukan sebagai seorang muslim.
Orang-orang yang memisahkan amal dalam hakikat iman dan membatasinya pada pembenaran saja, mereka itu orang yang batil (sesat). Sebabnya, karena iman tidak akan terwujud dengan hanya meyakini kebenaran ajaran yang disampaikan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saja. Banyak orang yang memiliki keyakinan seperti ini tapi tidak lantas menjadi orang beriman. Terwujudnya iman harus terkumpul dua hal: keyakinan terhadap kebenaran dan adanya kecintaan dan ketundukan dalam hati.
Allah Ta'ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir." (QS. Al Nisa': 59)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang tidak mau mengembalikan urusannya kepada Allah dan Rasul-Nya tidak termasuk orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Di dalamnya terdapat bukti jelas bahwa iman tidak terakui hanya dengan membenarkan kabar berita saja. Iman bukan ucapan semata, tapi harus disertai dengan ketundukan kepada syari'at dan mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menjalankan ketetapannya.
Allah Ta'ala berfirman
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. Al Nisa': 65)
Dalam ayat di atas, Allah Ta'ala bersumpah dengan Diri-Nya yang Mahamulia dan Maha suci, bahwa seseorang tidaklah beriman sehingga dia menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai hakim dalam semua urusannya. Apa yang diputuskannya maka itulah kebenaran yang wajib ditaati lahir dan batin. Hal ini juga menguatkan bahwa iman tidak tegak hanya dengan membenarkan kabar berita semata, tapi harus juga dengan menjadikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai hakim dan tidak berberat hati (harus legowo) terhadap keputusannya. Kalau sudah seperti ini, maka tergaklah keimanan.
Bahkan pada beberapa ayat sebelumnya, Allah membatalkan iman orang-orang munafikin yang mengaku beriman kepada Al-Qur'an dan kitab-kitab yang Allah turunkan sebelumnya, namun ia tidak mau tunduk kepada hukum-hukum yang terkandang di dalamnya. Lebih parah lagi, saat diseru untuk menjalankan syariat, mereka menjadi orang pertama yang menentangnya.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (QS. Ali Imran: 60-61)
Dalam ayat lain, Allah Ta'ala juga membatalkan iman mereka yang mengaku beriman dengan lisannya kemudian perbuatannya menyalahi konsekuensi ucapan mereka, yaitu mereka berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya.
وَيَقُولُونَ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِنْهُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُولَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ
"Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman." (QS. Al Nuur: 47)
Dari keterangan di atas, menunjukkan sangat jelas, bahwa belum cukup kita hanya mengetahui dan mengakui Islam saja ajaran yang benar, sedangkan selain Islam salah dan batil. Belum cukup juga hanya meyakini, satu-satunya agama dan syariat yang diridhai Allah hanyalah Islam sehingga hanya ridha syariat Islam saja sebagai aturan yang mengatur kehidupannya dan ingkar kepada aturan yang bertentangan dengannya.
. . . Allah Ta'ala membatalkan iman mereka yang mengaku beriman dengan lisannya kemudian perbuatannya menyalahi konsekuensi ucapan mereka, yaitu mereka berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya. . .
Allah Ta'ala berfirman tentang orang-orang Yahudi yang mengenal kebenaran Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya,
الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
"Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 146)
Pengenalan hati semata tidak dikatakan iman jika perkataan lisan dan perbuatan menyelisihinya. Karenanya, para ulama ahli kitab dari kalangan Yahudi mengenal kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri, tapi mereka menyembunyikan kebenaran tersebut dan menentangnya sehingga mereka merugi di dunia dan akhirat. Semua itu menunjukkan bahwa ilmu (pengetahuan) dan menyampaikan pengetahuan tersebut tidak menjadikan seseorang beriman sehingga mengucapkan kalimat iman dengan bentuk pernyataan untuk komitmen dan patuh.
Seandainya iman hanya sekedar keyakinan dalam hati niscaya Iblis, Fir'aun beserta kaumnya, dan orang-orang Yahudi yang mengenal Nabi Muhammad sebagaimana mereka mengenal anak kandung mereka sendiri sebagai mukminin mushaddiqin (orang-orang beriman yang membenarkan keimanan mereka). Mustahil, orang berakal akan mengucapkan kalimat semacam ini.
Lebih dari itu, bila ada orang yang berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Aku tahu engkau adalah benar, tapi aku tidak mau mengikutimu sebaliknya aku akan memusuhimu, membencimu, dan menyalahi perintahmu," lalu dikatakan sebagai orang beriman yang sempurna imannya, karena sudah mengikrarkan kebenaran dengan lisannya. Kalimat semacam ini tidak akan pernah keluar dari mulut seseorang yang masih sehat akalnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
"Setiap umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan (tidak mau)? Para sahabat bertanya, "Ya Rasulallah, siapa orang yang enggan itu?" beliau menjawab, "Siapa yang mentaatiku akan pasti masuk surga sedangkan orang yang durhaka kepadaku benar-benar telah enggan (masuk surga)." (HR. Bukhari)
Maka siapa yang menolak untuk mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan membelakangi petunjuk kebenaran yang beliau bawa, maka menjadi ahli neraka, walau dia meyakini kebenaran risalah beliau dalam hatinya.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa takdzib (mendustakan ayat-ayat Allah) dan sombong dengan tidak mau menerima hukum-hukum-Nya termasuk bab kekufuran dan pembatal iman. Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ
"Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum." (QS. Al A'raaf: 40)
. . . Allah menjelaskan bahwa takdzib (mendustakan ayat-ayat Allah) dan sombong dengan tidak mau menerima hukum-hukum-Nya termasuk bab kekufuran dan pembatal iman. . .
Dan yang serupa dengan takdzib adalah sikap menolak dan enggan melaksanakan perintah Allah dan tunduk terhadap syariat-Nya. Barangsiapa yang menolak hukum Allah dan menolak untuk tunduk patuh terhadap risalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (syariat Islam), maka sungguh telah batal imannya. Dia telah keluar dari agama sebagaimana yang telah diterangkan dalam nash-nash yang telah lalu. Dan jika batal iman, maka tidak dianggap sah dan tidak akan diterima amal ibadah yang dikerjakannya. Oleh karena itu, kaum muslimin tidak boleh antipasti dengan syariat Islam. Apalagi sampai menjadikan penyeru kepada tegaknya syariat Islam sebagai musuh. Karena sesungguhnya tidaklah membenci syariat Islam kecuali dia seorang kafir atau munafik. Wallahu Ta'ala a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:
1. Kewajiban Berhukum kepada Syariat Islam
2. Persatuan Umat Hanya di Atas Islam dan Syariatnya
3. Syariat Islam Relevan Sampai Akhir Zaman
4. Kewajiban Menegakkan Kekuasaan dan Kepemimpinan Islam
5. Status Pemimpin yang Tidak Menerapkan Syariat Islam