Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Islam telah menetapkan adab dan aturan buang air. Ia menjadi bagian dari syariat Islam yang menunjukkan syumuliyah-nya. Artinya, segala perbuatan manusia ada petunjuknya dalam Islam. Siapa yang menjaganya maka ia mendapat rahmat. Sebaliknya, siapa yang melanggarnya, maka bisa-bisa ia mendapat laknat.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ: اَلَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ اَلنَّاسِ, أَوْ فِي ظِلِّهِمْ
"Takutlah kalian kepada dua hal yang banyak menyebabkan laknat: orang yang buang air di jalan orang-orang atau di tempat berteduh mereka." (HR. Muslim)
Larangan dalam hadits di atas bermakna haram. Ia termasuk dosa besar, karena terdapat ancaman laknat bagi pelakunya. (Lihat: Tuhfahtul Ayyam fi Fawaid Bulughil Maram, Saami bin Muhammad al-Shuqair: 1/14)
Imam al-Hafidz al-Khatahabi menjelaskan maksud dua laknat, keduanya adalah perbuatan yang menyebabkan laknat. Menyebabkan dan mendorong orang-orang untuk melaknatnya. Berarti, orang yang mengerjakan keduanya dilaknat dan dicaci. Yakni biasanya orang-orang melaknatnya. Karena ia menjadi sebab datangnya laknat maka kedua perbuatan itu disebut sebagai tukang laknat.
Sebab perbuatan di atas dan pelakunya di laknat adalah karena perbuatan tersebut mengganggu kaum muslimin, membuat jijik dan membuat najis kepada siapa yang lewat atau mampir ke tempat tersebut. Sehingga biasanya, dicaci dan didoakan keburukan atas pelakunya. Sehingga ini termasuk doa yang mustajab, karena dipanjatkan oleh orang yang terzalimi, "Takutlah akan dosa orang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud jalan di sini adalah jalan yang senantiasa dilalui orang. Bukan tempat yang dibuat jalan secara dadakan. Sedangkan maksud dari tempat bernaung orang adalah tempat berteduh dan tempat duduk-duduk mereka seperto pos kamling dan lainnya.
Apakah hanya terbatas pada jalan dan tempat berteruh orang? Tidak, karena 'illahnya adalah mengganggu dan menyakiti orang. Sehingga ini berlaku pada tempat-tempat umum yang dituju orang; seperti kebun, sawah, sumber mata air, pohon yang berbuah, dan selainnya.
Hal ini diisyaratkan oleh beberapa hadits yang disebutkan al-Hafidz dalam Bulughul Maramnya, "Takutlah terhadap tiga perbuatan yang menyebabkan laknat: berak di sumber mata air, jalan umum, dan tempat berteduh." (HR. Abu Dawud)
Dalam riwayat Thabarani disebutkan, dilarang buang hajat di bawah pohon yang berbuah dan pinggir sungai yang mengalir.
Kedua riwayat di atas memang lemah dari sisi sanad, tapi bisa diamalkan karena adanya kesamaan 'illah, yaitu mengganggu dan menyakiti orang sehingga mereka mencaci dan mendoakan keburukan atas pelakunya. Wallahu A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:
1. Tuntunan Buang Air Menurut Islam
2. Bolehkah Istinja' (Bercebok) dengan Tissue?
3. Bersuci Adalah Separoh Iman & Syarat Sahnya Shalat