Oleh: Badrul Tamam
Dunia dakwah tercoreng dengan beredarnya video smackdown Ustadz Mohammad Hariri Abdul Aziz -yang lebih tenar dengan sebutan Ustadz Hariri- terhadap seorang operator sound system bernama Entis. Dalam video tersebut terlihat penceramah muda yang ikut bermain di sinetron Islam KTP (SCTV) itu menginjak kepala Entis menggunakan lututnya saat mengisi tausiah di Bandung, pada 17 Januari 2014 silam.
Apapun alasannya, aksi memarah-marahi seseorang dan melakukan kekeraan fisik di depan umum oleh seorang dai penceramah dalam acara hajatan umum tidak bisa dibenarkan. Wajar, banyak pihak menyayangkan aksi koboy tersebut. Cacian dan cemohan datang dari segala penjuru. Label ‘Ustadz’ pun tak lepas dari sasaran. Bahkan ada yang khawatir aksi smackdown Ustadz Hariri tersebut bisa menghilangan kepercayaan umat kepada dai penceramah.
"Yang dikhawatirkan, kepercayaan masyarakat terhadap ustaz akan luntur secara umum," kata Sekretaris Umum MUI Jabar, Rafani Achyar kepada wartawan di Bandung, Kamis (13/2/2014) lalu.
Dari kasus itu kita bisa ambil pelajaran, menuruti emosi dan marah-marah bisa sebabkan kehinaan. Emosi dan amarah meledak-ledak menyebabkan seseorang tak menghargai akal sehat dan pikiran normalnya. Ia bisa berbicara atau berbuat di luar kesadarannya yang bisa menjerumuskan kepada perbuatan jahat dan zalim. [Baca: Jangan Suka Marah-marah]
Oleh karena itu, tepatlah nasihat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada seseorang yang datang kepada beliau meminta nasihat pendek yang mudah diingatnya, “Jangan kamu marah.” Orang itu mengulangi permintaannya sampai tiga kali, dan beliau hanya memberikan nasihatnya, “Jangan kamu marah”. (HR. Al-Bukhari dan selainnya)
Beliau memberikan motifasi untuk tidak menuruti emosi dan amarah dengan janji balasan yang sangat menggiurkan,
لا تَغْضَبْ، ولكَ الجنة
“Janganlah marah, maka bagimu surga.” (HR. Al-Thabrani)
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ
“Barangsiapa yang menahan marah padahal ia manpu melampiaskannya, Allah akan memanggilnya di hadapan semua makluk pada hari kiamat sampai Allah menyuruhnya memilih bidadari sesuai yang ia inginkan.” (HR. Abu Dawud dan dihassankan Syaikh Al-Albani)
Dalam praktek nyata, Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberikan teladan mulia, yakni saat disakiti dan diperlakukan kurang sopan.
Pada suatu hari, saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam membagikan ghanimah kepada kaum muslimin, tiba-tiba datang seorang badui yang membuat kacau majelis. Ia berkata kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Beri tambah aku wahai Muhammad, harta ini buan hartamu, bukan pula harta bapakmu.”
Mendapat perlakuan yang tak sopan lagi kasar seperti itu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak marah kepada si badui. Tidak pula beliau perintahkan sahabatnya untuk mengusirnya, menangkapnya, atau memenjarakannya. Padahal beliau saat itu sebagai pemimpin tertinggi kaum muslimin.
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam menunjukkan akhlak mulianya dan kelembutan hatinya. Beliau hanya tersenyum lalu menjawab, “Kamu benar, ini adalah harta Allah.”
Coba kita bayangkan, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang memiliki maqam terpuji, dimuliakan dengan risalah, dan dijaga dari kesesatan; tiba-tiba ada seorang badui berdiri di hadapan beliau sambil berkata dengan keras, “Beri aku harta, harta itu bukan hartamu, bukan pula milik bapakmu.” Kira-kira bagaimana perasaan para sahabat beliau saat Nabinya diperlakukan tak sopan seperti itu?
Mereka marah, bahan ada yang siap memukul si badui. Tapi Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pemilik hati yang lembut dan penuh kasih sayang terhadap kaum muslimin cuma tersenyum, bahkan membenaran pernyataan si badui.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak membalas ketidaksopanan si badui dengan doa buruk, cambukan, atau penjara. Bahkan beliau tak membentaknya atau memerintahkan mengusirnya. Beliau berucap, “Kamu benar, wahai saudaraku, itu adalah harta Allah.” Beliau pun menambah bagian untuknya.
Umar berdiri berdiri dan berkata, “Ya Rasulallah, izinkan aku memenggal lehernya, orang ini sudah keterlaluan. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Wahai Umar, biarkan dia, sesungguhnya pemilik hak berhak berbicara.”
Subhanallah! Mahasuci Allah yang telah memilih manusia terbaik sebagai utusan-Nya dan teladan bagi para hamba-Nya!!!
Bagaimana dengan kita? Di mana posisi kita dari akhlak mulia ini? Mana orang-orang yang berperilaku dengan akhlak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sang teladan? [PurWD/voa-islam.com]