Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang tugas istri untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga suaminya seperti memasak, mencuci bajunya, merapikan tempat tidurnya, membersihan rumahnya; ada yang mengatakan itu wajib, ada pula yang tidak. Pendapat lebih kuat bahwa pekerjaan rumah tangga tersebut wajib ditunaikan oleh istri, hal ini berdasarkan beberapa nash dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Pertama, firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.” (QS. Al-Baqarah:
Keumuman ayat ini menunjukkan bahwa istri wajib melaksanakan tugas rumah tangga, sebagaimana laki-laki berkewajiban bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah untuk istrinya. Adapun hubungan suami istri merupakan hak bersama keduanya.
Kedua, dalil dari hadits shahih, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dilayani dan dibantu segala pekerjaan rumah tangganya oleh para istri beliau. Seperti yang dijelaskan dalam hadits Maimunah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata: Aku menyiapkan air untuk mandi janabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.”
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah berkata kepada ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha, “Ambilkan untukku tikar untuk shalat di masjid.”
Perkataan ‘Aisyah dalam urusan Siwak Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, “Aku ambil siwak, aku gigit-gigit dan haluskan, lalu aku berikan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersiwak dengannya.” Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih lainnya.
Ketiga, Fatimah pernah datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengadukan kedua tangannya yang melepuh dan lecet karena banyaknya menggiling gandum. Ayahnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak langsung meresponnya dengan memberikan pembantu yang diminta putrinya. Seandainya mengerjakan pekerjaan rumah tangga itu tidak wajib, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak akan membiarkan Ali Radhiyallahu 'Anhu memperkerjakan Fatimah menangani pekerjaan rumah tangganya.
Keempat, istri memegang pekerjaan urmah tangga sudah menjadi budaya di abad terbaik Islam. Seperti yang disampaikan Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhuma yang menceritakan kondisi bersama suaminya (Zubair bin Awwam Radhiyallahu 'Anhu), “saat Zubair menikahiku, ia tak punya apa-apa; baik harta dan budak, kecuali onta untuk penyiram lahan dan seekor kuda. Maka akulah yang memberi makan dan minum kudanya, menambal timbanya serta membuatkan adonan roti. Padahal aku bukanlah seorang yang pandai membuat roti. Karena itu, para tetanggaku dari kaum Anshar yang membuatkan roti, mereka wanita yang menepati janji.”
Dalam riwayat Muslim, dari jalur Thariq bin Abi Mulaikah, dari Asma’, ia berkata:
كُنْتُ أَخْدُمُ الزُّبَيْرَ خِدْمَةَ الْبَيْتِ وَكَانَ لَهُ فَرَسٌ وَكُنْتُ أَسُوسُهُ فَلَمْ يَكُنْ مِنْ الْخِدْمَةِ شَيْءٌ أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ سِيَاسَةِ الْفَرَسِ كُنْتُ أَحْتَشُّ لَهُ وَأَقُومُ عَلَيْهِ
“Aku membantu Zubair mengerjakan pekerjaan rumah. Ia punya satu ekor kuda, dan aku-lah yang mengurusnya. Tidak ada pekerjaan rumah yang lebih berat bagiku melebihi mengurus kudanya itu. Aku mencarikan rumput dan memberinya makan.”
Sebagai ulama, sebagaimana disebutkan Al-Hafidz Ibnul Hajar di Fathul Baari, menjadikan kisah ini sebagai dalil wajibnya seorang istri menjalankan tugas/pelayanan yang dibutuhkan suaminya (di rumah) atau pekerjaan rumah tangga suaminya. Inilah pendapat Abu Tsaur. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa pekerjaan rumah tangga hanya tathawwu’ (sunnah) atasnya, tidak harus. Kemudian Ibnul Hajar menyebutkan pendapat yang rajih, “Dan yang rajih dalam perkara itu dibawa kepada kebiasaan suatu negeri. Dan itu berbeda-beda pada masing-masing negeri.”
. . . Dan termasuk mu’asyarah yang baik kepada istri, seorang suami membantu pekerjaan rumah istrinya yang pantas ia kerjakan. . .
Menurut Ibnu Taimiyah bahwa istri wajib membantu pekerjaan rumah suaminya dengan cara yang ma’ruf (lumrah). Itu berbeda-beda sesuai sikon. Cara membantunya wanita kampung berbeda dengan wanita kota, wanita yang kuat tidak seperti wanita yang lemah.
Dengan cara bantu membantu seperti ini maka kehidupan rumah tangga akan harmonis. Masing-masing membantu pekerjaan pasangannya sesuai kemampuan. Suami istri sama-sama merasakan manis dan pahitnya kehidupan rumah tangga. Dan termasuk mu’asyarah yang baik kepada istri, seorang suami membantu pekerjaan rumah istrinya yang pantas ia kerjakan. Sebagaimana Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga ikut membantu pekerjaan rumah istrinya, seperti yang diberitakan ‘Aisyah saat ia ditanya, “apa yang dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di dalam rumah”: “Beliau membantu pekerjaan istrinya, dan apabila waktu shalat tiba maka beliau segera menuju shalat.” Subhanallah, sebuah teladan yang mulia dan indah dari Nabi tercinta Shallallahu 'Alaihi Wasallam. [PurWD/voa-islam.com]
Tulisan Terkait:
1. 12 Curhatan Istri Perihal Suami Mereka (Penting Dibaca Para Suami)
2. Hak Suami yang Wajib Ditunaikan Istrinya
3. Taat Kepada Suami Harus Didahulukan Daripada Taat Orang Tua
4. Haramkah Melayani Suami yang Telah Berzina?
5. Ancaman Keras atas Wanita yang Minta Cerai Tanpa Alasan yang Benar
6. Suami Dayyuts; Suami Celaka yang Haram Masuk Surga