Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabantya.
Ada satu kebiasaan di suatu daerah, tukang jagal mendapat jatah kepala hewan kurban yang disembelihnya. Ini sebagai ucapan terima kasih atas jasanya menyembelih dan mengurusi hewan kurban tersebut. bagaimana hukum memberikan jatah khusus kepala hewan kurban (biasanya sapi) kepada jagal?
Udhiyyah (menyembelih hewan kurban) merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pelakunya di tuntut ikhlas dalam ibadah yang digandengkan dengan shalat di dua ayat dalam Kitabullah tersebut. Karenanya, dia tidak boleh membisniskan dan menjual dari bagian hewan kurban yang disembelihnya.
قُلْ إِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى للَّهِ رَبّ ٱلْعَـٰلَمِينَ
"Katakanlah: "Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. " (QS. Al-An'am: 162) [Lihat: Tuhfah al-Maudud: 65]
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar: 1-2)
Mudhohhi (orang yang berkurban) atau wakilnya (di antaranya panitia penyelenggaraan kurban) tidak boleh menjual bagian dari hewan kurban, baik daging, kulit, kepala, tulang-tulang, dan bagian tubuh lainnya. Masuk di dalamnya menjadikan bagian dari hewan kurban sebagai upah untuk orang yang ikut mengurusi hewan kurbannya. Tukang jagal –dengan jasa jagalnya- mendapat upah tersendiri dari luar hewan kurban, yakni dari harta orang yang berkurban. Karena pekerjaan jagal adalah jasa yang berhak mendapat upah.
Jatah kepala hewan kurban bagi tukang jagal berkedudukan sebagai upahnya mengurusi hewan kurban. Menjadikan kepala hewan kurban sebagai upah tukang jagal itu seperti menjualnya. Hukumnya haram dan bisa membatalkan pahala kurban.
Adapun tukang jagal yang diberi dari bagian hewan kurban sebagai sedekah karena kefakirannya atau sebagai hadiah maka tidak mengapa. Ini dengan catatan tidak ada kesepakatan awal si jagal mendapat ini dan mendapat itu. Wallahu A’lam.
. . . Menjadikan kepala hewan kurban sebagai upah tukang jagal itu seperti menjualnya. Hukumnya haram dan bisa membatalkan pahala kurban . . .
Persoalan Menjual Bagian dari Hewan Kurban
Persoalan menjual kulit sudah muncul sejak zaman dahulu, sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberikan larangan dan ancaman yang keras,
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ
"Siapa yang menjual kulit hewan qurbannya, maka tidak ada qurban untuknya (tidak diterima)." (HR. Al-Hakim dan al-Baihaqi, dihassankan oleh Al-Albani dalam Shahih al-jami', no. 6118)
Hal ini seolah menggambarkan, memberikan kulit kepada tukang jagal sebagai bayaran atau bagian dari bayaran sudah biasa sejak zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, karenanya beliau melarang untuk memberikannya kepada tukang jagal sebagai bayaran. Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu, berkata:
أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kepadaku untuk mengurus hewan qurbannya, dan agar aku menyedekahkan dagingnya, kulitnya, dan bulunya serta tidak memberikan kepada tukang jagal darinya." (Muttafaq 'alaih dengan lafadz milik Muslim)
Kemudian Ali berkata,
نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
"Kami memberinya upah dari harta kami." (HR. Muslim)
Al-Shan'ani dalam Subul al-Salam berkata, "Hadits itu menunjukkan untuk disedekahkan kulit dan bulunya sebagaimana disedekahkan dagingnya. Tukang jagal tidak boleh diberi sedikitpun darinya sebagai upah karena hal itu sama hukumnya dengan menjual, karena ia berhak mendapat upah. Dan hukum qurban sama dengan hukum hadyu, karenanya tidak boleh dijual dagingnya dan kulitnya serta tidak boleh sedikitpun diberikan kepada tukang jagal."
Imam Nawawi menjelaskan tentang larangan memberikan bagian hewan qurban kepada tukang jagal, "Karena memberikan kepadanya adalah sebagai ganti (barter) dari kerjanya, maka ia semakna dengan menjual bagian darinya, dan itu tidak boleh. . . dan mazhab kami, tidak boleh mejual kulit hadyu dan hewan qurban, dan tidak boleh juga menjual sedikitpun dari keduanya."
Baca : Hukum Menjual Kulit Hewan Qurban Untuk Kepentingan Masjid
Tidak Boleh Menjual, tapi Boleh Memakannya
Berqurban adalah bentuk mendekatkan diri kepada Allah dengan mengalirkan darah hewan qurban. Dan harta yang diperuntukkan mendekatkan diri (taqarrub) tidak boleh dijual oleh yang mengeluarkannya, seperti zakat dan kafarat. Bahkan hukum asal dalam kurban, pengurban tidak boleh menikmati sedikitpun darinya. Hanya saja Allah mengembalikan kepada orang yang berqurban sebagai hadiah untuk ia makan sebagiannya, menyedekahkan sebagiannya, dan menghadiahkan jika masih ada.
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“. . dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al-Hajj: 28)
Dalam praktek kurban Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam –sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma-, beliau member makan keluarganya dari sepertiganya, memberikan kepada tetanganya yang orang-orang fakir sepertiga, dan menyedekahkannya sepertiga.
Maka bagi orang yang berqurban dan panitia yang menjadi wakil dari orang yang berkurban dalam menjalankan penyembelihan hendaknya mendistribusikan dari hewan qurban pada sesuatu yang dibolehkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berupa menikmatinya dan memanfaatkannya. [PurWD/voa-islam.com]
* Mau pesan hewan kurban Hubungi 087781227881 (Badrul Tamam)