Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Sesaat setelah seorang muslim meninggal dunia hendaknya orang-orang disekitarnya mengumumkan berita wafatnya kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan orang-orang shalih. Tujuannya, supaya mereka saling bahu membahu dalam menguruskan jenazahnya, menyalatkan dan menghantarkannya ke kuburan. Juga supaya mayit mendapat manfaat dari shalat, istighfar, dan doa orang-orang shalih tersebut.
Sebagian orang mengumumkan berita kematian seorang muslim dengan ungkapan, "telah berpulang ke rahmatullah, si fulan. . . ."
Kalimat di atas berbentuk pemastian (shighoh Jazm), bahwa seseorang benar-benar dirahmati Allah. Padahal tidak ada seorang pun yang tahu tempat kembalinya dan nasib seseorang setelah kematiannya kecuali Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Dalam timbangan akidah Islam, kita tidak dibolehkan memastikan seseorang sebagai ahli surga kecuali berdasarkan nash. Kita juga tidak boleh menyatakan seseorang tertentu benar-benar dirahmati dan diampuni dosanya oleh Allah, kecuali dengan keterangan dari Al Qur'an dan sunnah Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Hanya saja kita berharap bahwa orang beriman yang telah berbuat baik dan meninggalkan perbuatan buruk dirahmati oleh Allah, diampuni dosanya, dan dimasukkan ke dalam surga. Harapan ini diwujudkan dalam bentuk doa untuknya.
Kalimat di atas itu seperti menyebut orang meninggal dengan “Almarhum”. Almarhum adalah bentuk maf'ul dari rahima-yarhamu, yang artinya mengasihi. Berarti maksud ucapan Almarhum adalah orang yang dikasihi atau dirahmati oleh Allah. Kata Almarhum yang berbentuk kalimah isim mengandung makna memastikan, yaitu orang tersebut pasti dirahmati oleh Allah, karenanya dia pasti masuk surga. [Baca: Bolehkah Non Muslim Kita Sebut Almarhum?]
Bagaimana Cara Mengumumkannya?
I’lam atau pemberitahuan wafatnya seorang muslim tidak ada kalimat yang tertentu. Di antara kalimat yang bisa dijadikan pilihan, "telah wafat / meninggal dunia si fulan -yarhamuhullah (semoga Allah merahmatinya)-; atau yaghfirullahu lahu (semoga Allah mengampuninya); atau Ya'fullahu Ta'ala 'Anhu (semoga Allah memaafkannya). Berikut contoh pengumuman melalui pesan singkat SMS,
(Telah wafat Abdullah, akan dishalatkan 'Ashar hari ini, dengan izin Allah Ta'ala)
Penutup
Kesalahan dalam mengumumkan orang meninggal di atas sudah sering terjadi sehingga dianggap biasa. Padahal di tinjau dari sisi aqidah ini berbahaya, merasa sok tahu dengan kondisi sebenarnya seseorang tanpa ada bukti dari nash shahih.
Kepastian ampunan atau rahmat Allah kepada seseorang setelah orang itu meninggal dunia merupakan perkara ghaib; hanya diketahui oleh Allah, kemudian makhluk yang diberitahu oleh Allah ‘Azza wa jalla, seperti para malaikatNya dan para nabiNya.
Jadi pemberitaan orang lain, selain para malaikat atau para nabi tentang mayit bahwa ia sudah mendapatkan rahmat atau maghfirah, merupakan sesuatu yang tidak boleh. Kecuali orang yang sudah dijelaskan nash dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (kalau berani berbicara) tanpa nash, berarti telah berlaku lancang atas sesuatu yang ghaib, "Katakanlah: 'Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah'.” (QS. An Naml :65)
Namun seorang muslim diharapkan mendapatkan maghfirah (ampunan), rahmat dan masuk syurga, sebagai karunia dan kasih sayang dari Allah. Dan dia dido’akan agar mendapatkan ampunan, sebagai ganti dari pemberitaan bahwa ia telah mendapatkan ampunan dan rahmat. Wallahu A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
* Gambar: Kuburan Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdulaziz yang meninggal jumat (23/01).