ALLAH dengan jelas dan menegaskan keharaman menjadikan non-muslim sebagai pemimpin atau menjadikan wali bagi orang-orang muslim.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Surat Al Maidah: 51).
Auliya, wali adalah mereka yang juga dijadikan tempat bergantung, meminta perlindungan, hingga tumbuhlah cinta dan ukhuwah. Hingga hilang juga rasa benci karena kekafirannya kepada Allah. Hal seperti ini jelaslah haram dan tidak boleh dilakukan.
Ibnu Taimiyyah, menegaskan bahwa siapapun dia, andaikan dia adalah orang kafir maka haruslah kita menempatkan rasa benci kepadanya dari golongan apapun.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية في مجموع الفتاوى: والواجب موالاة أولياء الله المتقين من جميع الأصناف، وبغض الكفار والمنافقين من جميع الأصناف
Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitabnya majmu’ fatawa: “Dan wajib berwali kepada wali-wali Allah dari segala kalangan dan membenci orang kafir dan munafik dari semua kalangan.”
Belum lagi seorang ulama terkemuka dari Bukhara yaitu, Al ‘Allamah Abu Ath Thoyyib Shidiq bin Hasan Al Bukhari rahimahullah dalam kitabnya Al ‘Ibrah (hal. 245), berkata dan menegaskan:
وأما من يمدح النصارى ، ويقول إنهم أهل العدل ، أو يحبّون العدل ، ويكثر ثناءهم في المجالس ، ويهين ذكر السلطان للمسلمين ، وينسب إلى الكفار النّصيفة وعدم الظلم والجور ؛ فحكم المادح أنه فاسق عاص مرتكب لكبيرة ؛ يجب عليه التوبة منها والندم عليها ؛ إذا كان مدحه لذات الكفار من غير ملاحظة الكفر الذي فيهم . فإن مدحهم من حيث صفة الكفر فهو كافر
“Siapa saja yang memuji orang Nashrani, menyatakan mereka adalah orang yang adil, orang Nashrani itu mencintai keadilan, pujian seperti ini pun banyak disuarakan di majelis, maka yang memuji termasuk orang fasik dan pelaku dosa besar. Sedangkan sikapnya untuk pemimpin atau raja muslim jadi dihinakan. Adapun orang kafir diagung-agungkan dan tidak pernah disebut zalim. Orang yang melakukan seperti itu wajib bertaubat dan menyesal atas sikapnya.Sedangkan kalau yang dipuji adalah dari sisi akidah kafir yang mereka anut, maka memuji mereka termasuk kekafiran.”
Ibn Hasan menegaskan hal tersebut dan lebih terperinci. Karena menurutnya salah satu cara berwala kepada orag kafir adalah dengan memuji-mujinya yang akan berakhir kepada cinta dan hilangnya rasa benci karena Alllah.
Hal inipun mengingkari apa yang Rasulullah jelaskan bahwa seorang mukmin yang jelas keimaannya adalah mereka yang mencintai dan membenci karena Allah. Tidaklah sesuatu yang menjadikan dia benci dan cinta kecuali komitmennya dalam memegang agama Allah ini.
Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ﺃَﻭْﺛَﻖُ ﻋُﺮَﻯ ﺍْﻹِﻳْﻤَﺎﻥِ ﺍﻟْﺤُﺐُّ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺍﻟْﺒُﻐْﺾُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠﻪِ
"Tali iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah." (Riwayat At-Tirmidzi).
Allah ta’ala juga berfirman:
ﺍﻟْﺄَﺧِﻠَّﺎﺀُ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﺑَﻌْﻀُﻬُﻢْ ﻟِﺒَﻌْﺾٍ ﻋَﺪُﻭٌّ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ
"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (Surat Az-Zukhruf: 67). Wallahu 'alam bish shawab.* [Sendia/Syaf/voa-islam.com]