View Full Version
Jum'at, 15 Sep 2017

Dakwah Sikut-sikutan, Setan Berjingkrakan (Bagian Dua-Selesai)

Oleh:

Hartono Ahmad Jaiz

Sebelumnya: Dakwah Sikut-sikutan, Setan Berjingkrakan (Bagian Satu dari Dua Tulisan)

 

DAI satu dengan lainnya dalam satu golongan, bahkan dari guru yang sama pun bisa cakar-cakaran, bahkan kemungkinan bisa santet-santetan.

Masalah ini tentunya diketahui pula oleh musuh-musuh Islam yang mengintai-intai. Maka celah yang sangat rawan tapi sangat strategis untuk dimasuki oleh pengadu domba itu ketika dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam, sangat membahayakan. Bahkan celakanya, memang ada yang justru dipiara puluhan tahun oleh musuh Islam untuk kepentingan memech belah Ummat Islam. Hanya sajapersaingan jenis yang awal ini, sesama serekanan, segolongan, sepemahaman ini mengalami variasi-variasi baru.

Dalam perkembangannya, da’i-da’i dan pengikutnya yang lebih mementingkan obyekan dan berjilatan dengan pengorder dari kubu yang sejatinya berseberangan dengan Islam, mereka dengan lego lilo (suka rela) menjadi partner orang kafir, munafik, liberal, aliran sesat, dan musuh-musuh Islam lainnya. Sedang teman serekanan yang masih relatif meneruskan perjuangan sebagaimana semula justru dipojokkan, tidak diberi tempat untuk mengurusi golongan itu, dan diupayakan untuk dianggap sebagai yang tidak boleh mewakili suara golongan itu.

Kalau taktik yang da’i kampung (dalam ilustrasi ini tadi) dikabarkan main santet (dan itu sulit dibuktikan, tapi jadi rahasia umum), maka cara baru yang bersekongkol dengan musuh-musuh Islam ini lebih canggih. Dengan aneka sarana dan dana, maka mereka bisa membekuk dan mengurangi pengaruh dari teman serekanan yang sejatinya meneruskan perjuangan lama namun diupayakan dikungkung itu. Sehingga muluslah pembelokan dari kumpulan orang-orang Muslim yang tadinya untuk memperjuangkan aspirasi Islam sesuai pemahaman dan pengamalan mereka, namun dibelokkan menjadi kendaraan yang bisa bergandengan tangan (baca ditunggangi) pihak-pihak yang sejatinya bisa menghancurkan kepentingan kelompok muslim itu sendiri.

Misalnya, syiah adalah jelas memusuhi Islam dan menyimpang dari Islam. Namun justru ditemani, bahkan dibela atau pura-pura tidak tahu akan bahayanya... lalu serekanan yang memberikan petunjuk bahwa syiah itu memusuhi Islam danmembahayakan; justru dilawan sendiri oleh kelompok yang sudah sering kongkalikong dengan orang kafir itu.

Dalam menyingkirkan rekannya sendiri, kelompok da’i yang kongkalikong dengan kafirin dan aliran sesat ataupun aktivis macam-macam yang bersebererangan dengan Islam itu gampang pula berputar haluan. Rekan mereka sendiri yang ditlikung itu, tempo-tempo justru bisa dipermainkan dengan canggihnya. Kepada rekannya yang ditlikung itu dibangkitkan lah semangatnya dalam melawan apa yang dianggapnya musuh, misalnya apa yangmereka sebut wahabi. Sedang kepada rekanan kafirin, aliran sesat, dan aktivis-aktivis anti Islam lainnya diberi aba-aba untuk menghadapi rifalnya itu (yakni yang mereka sebut wahabi) dengan dalih pemberantasan radikalisme, pengancam kebhinekaan dan entah slogan apa yang dituduhkan. Sehingga kelompok “sewaan” kafirin ini bisa membangkitkan 3 unsur: pertama kelomponya sendiri, kedua rekannya sendiri yang biasanya ditlikung tapi diajak maju bersama karena yang dihadapi adalah wahabi, dan unsur ketiga adalah syiah, kafirin, dan musuh- musuh Islam lainnya. Sehingga jadilah seakan yang sejatinya hanya rival main tapi telah dicap sebagai wahabi dan bahkan kelompok radikal yang membahayakan ini itu, itu dijadikan sebagai sasaran, seakan dijadikan musuh bersama.

Akibatnya, sangat bertentangan dengan ayat yang memberi petunjuk bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya itu asyiddaau ‘alal kuffari ruhamaau bainahum. Bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tapi berkasih sayang sesama Muslim. (lihat QS Al-Fath/48: 29). Namun jenis “sewaan” yang menggejala kini adalah sebaliknya: berkasih sayang terhadap kafirin, syiah, aliran sesat, liberal, munafiqin, musuh-musuh Islam dan semacamnya; namun benci kepati-pati terhadap orang Muslim yang konsisten istiqamah terhadap ajaran Nabi shallaahu ‘alihi wa sallam. Benar-benar terbalik.

Nah, dari warisan yang konon tadinya beredar kabar bahwa yang dilakukan ketika bersaing dengan rivalnya setradisi itu mengajukan jurus andalan berupa (konon disebut) santet, dan itu merupakan sikap raja tega (sangat tega sekali); kini ketegaan dan kesadisan itu dikemas sedemikian rupa. Dalih dan alasan yang dikemukakan seakan merupakan perjuangan memberantas bahaya, padahal itu hanya meneruskan warisan licik dan curang dalam menapaki kehidupan ini.

Mau dibungkus serapi-rapinya pun, kejahatan itu tetap akan tercium. Maka jangan dianggap polah tingkah selama ini tidak diketahui oleh masyarakat umum. Bahkan mungkin masyarakat sudah sangat malu untuk melihat atau menceritakannya. ‘

Semoga saja para pelakunya masih punya malu, sehingga mau kembali ke jalan yang benar.

Adapun bila sudah tidak punya malu lagi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah memberikan kata-kata sindiran telak yang sangat mengena:

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلاَمِ النُّبُوَّةِ الأُوْلَى، إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

 “Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu’.” (HR. Bukhari, no. 3483). Wallahu a’lam bisshawaab.


latestnews

View Full Version