Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Shalat adalah media penghubung antara hamba beriman dengan penciptanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menciptakan hamba tadi dan memperbagus bentuk tubuhnya.
Shalat menduduki rukun Islam yang kedua setelah ikrar syahadatain. Dua kalimat Syahadat adalah pondasi dasar dienul Islam. Orang yang bersyahadat menyatakan siap ibadah kepada Allah semata (ikhlas) dan beribadah dengan syariat yang dibawa utusan Allah.Adapun shalat, ia menjadi ujian pertama atas persaksian tersebut. Siapa yang menjalankan shalat maka ia telah menegakkan agama pada dirinya. Sebaliknya, siapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan bangunan agama dalam dirinya.
Shalat adalah amal pertama yang akan ditanyakan dan dihisab dari seorang hamba beriman di hari kiamat. Jika baik shalatnya maka seluruh amalnya juga baik. Sebaliknya, jika shalatnya rusak maka rusak pula seluruh amalnya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
أوَّلُ ما يحاسَبُ بِهِ العبدُ يومَ القيامةِ الصلاةُ، فإِنْ صلَحَتْ صلَح له سائرُ عملِهِ، وإِنْ فسَدَتْ، فَسَدَ سائرُ عملِهِ
“Shalat adalah amal pertama seorang hamba yang akan dihisab di hari kiamat. Jika shalatnya baik, maka akan baik pula seluruh amalnya. Dan jika shalatnya rusak, rusak pula seuruh amalnya.” (HR. Al-Thabrani dalam Al-Ausath, statusnya hasan)
Shalat itu tiang agama. Agama tegak apabila shalat tegak dengan baik. Siapa yang menjaga shalatnya, sungguh ia telah menjaga agamanya. Sebaliknya, siapa yang teledor terhadap shalat maka terhadap amal lain dia akan lebih teledor.
Shalat dan perbuatan keji tidak akan berkumpul dalam diri seorang mukmin. Ini sesuai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut: 45)
Shalat menjadi batas pemisah antara kufur dan Islam. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إنَّ العهدَ الَّذي بيْنَنا وبيْنَهم الصَّلاةُ، فمَن ترَكها فقد كفَر
“Sesungguhnya perjanjian antara kami dan mereka (munafikin) adalah dengan shalat. Siapa yang meninggalkan shalat maka sungguh ia telah kafir.” (HR. Ibnu Majah)
Shalat fardhu haruslah menjadi pengatur hidup, sumber kebahagiaan abadi, dan sarana perjumpaan ruh hamba beriman kepada penciptanya –Allah Ta’ala- lima kali dalam sehari semalam.
Perintah Merapikan Shaf Shalat
Merapikah shaf (barisan) dalam shalat adalah wajib. Berlaku bagi imam dan makmum. Imam harus mengatur shaf jamaah. Sedangkan jamaah harus mendengar dan patuh kepada imamnya saat mengarahkan mereka untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Dengan ini terjadi ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan ketakwaan. Dengan ini shalat jamaah akan baik dan sempurna.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ
“Samakan shaf kalian, karena sesungguhnya menyamakan shaf (meluruskan dan merapatkan) shaf termasuk bagian kesempurnaan shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat milik Al-Bukhari,
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ
“Samakan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya menyamakan shaf bagian dari menegakkan shalat.”
Dalam hadits dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memegang pundak-pundak para sahabat saat shalat dan bersabda,
اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“Samakan (shaf) dan jangan acak-acakan sehingga tercerai berai hati-hati kalian.” (HR. Muslim)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam merapikan shaf jamaah sebagaimana beliau meluruskan anak panah. Pernah beliau melihat seseorang seorang Badui yang ikut shalat berjamaah membusungkan dadanya sehingga terlihat lebih menonjol dalam barisan shalat. Kemudian beliau bersabda,
“Wahai hamba-hamba Allah, hendaknya kalian rapikan shaf-shaf kalian atau Allah akan membuat cerai berai wajah-wajah kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Lurus dan rapatnya barisan shalat kaum muslimin menunjukkan persatuan mereka dan komitmen mereka berpegang teguh dengan agama yang satu; yaitu agama Islam. Perintah merapatkan shaf dan meluruskannya adalah isyarat untuk menghilangkan skat (jarak) di antara mereka. Syetan pun tidak punya celah untuk masuk dalam barisan orang-orang yang shalat dan merusak shalat mereka.
Aturan Shaf di Belakang Imam
Bagi jamaah di belakang imam terikat hukum khusus yang telah ditetapkan syariat sebagai berikut:
Pertama, jika seorang wanita mengimami seorang wanita, maka makmum wanita itu berdiri di samping kanannya.
Kedua, jika wanita mengimami para wanita yang banyak maka imam wanita itu berdiri di tengah-tengah mereka. Ia tidak maju di hadapan para makmum wanita.
Ketiga, jika seorang laki-laki mengimami seorang laki-laki dan seorang wanita, maka makmum laki-laki berdiri di samping kanan imam dan makmum wanita berdiri di belakang keduanya.
Keempat, jika makmumnya terdiri dari dua orang laki-laki dan seorang wanita maka dua laki-laki itu berdiri di belakang imam dan makmum wanita berdiri di belakang keduanya.
Kelima, jika makmum terdiri dari seorang wanita saja maka ia shalat di belakang imam.
Keenam, jika makmum laki-laki berdiri di sebelah kiri imam maka imam menggesernya lewat belakangnya ke sebelah kanannya.
Ketujuh, jika makmum berdiri sebelah kanan Imam, lalu datang yang lain dan berdiri di sebelah kiri imam, maka imam menyuruh (menggeser/mendorongnya) ke belakangnya.
Penutup
Taswiyah shufuf (menyamakan shaf) mencakup meluruskannya dan merapatkannya adalah wajib, menurut sebagian ulama. Dalilnya, perintah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di atas dan ancaman bagi orang yang menyalahinya. Jika jamaah tidak merapikan shaf maka mereka semua berdosa, ini dzahir pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dari sini penting bagi orang yang shalat berjamaah merapikan shaf shalat.Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]