Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Musibah terbesar adalah musibah yang menimpa dien (agama). Di antara bentuk musibah ini adalah lalai dari Al-Qur’an; dari petunjuknnya. Dan bagian dari kelalaian seseorang dari kitabullah adalah lupa atau dilupakan dari hafalan Al-Qur’an. Jika seseorang mengalami musibah tersebut, haruskah ia mengucapkan istirja’, yaitu kalimat إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ?
Membaca istirja’ saat tertimpa musibah adalah sunnah. Termasuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengannya, seseorang diingatkan untuk kembali kepada Allah sehingga musibah-musibah terasa ringan. Lebih dari itu, dengan kalimat itu ia mengharap pahala kepada Allah dan meminta ganti yang lebih baik dari sisi Allah Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ,.الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” (QS. Al-Baqarah: 154 – 155)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ: {إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ}، اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Apabila ada seorang muslim yang mengalami musibah, lalu dia mengucapkan kalimat seperti yang Allah perintahkan, ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’ Ya Allah berikanlah pahala untuk musibahku, dan gantikan untukku dengan sesuatu yang lebih baik darinya.’ Maka Allah akan memberikan ganti untuknya dengan yang lebih baik.” (HR. Muslim 918)
Adapun musibah agama adalah musibah terbesar. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berdo’a kepada Allah tidak tertimpa musibah agama.
اَللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا
“Ya Allah, jangan Engkau jadikan musibah kami menimpa agama kami.” (HR. Al-Tirmidzi dan dihassakan Syaikh Al-Albani)
Lupa hafalan Al-Qur'an termasuk bagian dari musibah agama seseorang. Al-Hafidz Ibnul Hajar dalam Fathul Baari berkata, “Abu Ubaidah meriwayatkan dari jalur al-Dhuhak bin Muzahim secara mauquf, ia berkata: tidaklah seseorang belajar Al-Qur'an lalu lupa terhadapnya melainkan disebabkan dosa yang dikerjakannya; karena Allah berfirma, “Dan musibah apa saja yang menimpa kalian maka itu disebabkan perbuatan tangan kalian.” Dan lupa (hafalan) Al-Qur'an termasuk musibah yang terbesar.”
Termasuk dalam musibah agama ini menyimpang dari Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, meninggalkan perintah Allah dan Rasul-Nya, serta menerjang larangan keduanya.
Jika seseorang tertimpa musibah-musibah ini –pada dasarnya- ia boleh mengucapkan istirja’ sehingga ia segera kembali kepada Allah dengan taubat dan meminta agar dikembalikan ingatan (hafalan)-nya itu, mengajarkan kepadanya apa yang tidak diketahuinyna, dan membantunya untuknya berpegang teguh dengan Sunnah Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, menjaga perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]