Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Maksiat memiliki dampak sangat buruk, tercela, dan sangat membahayakan. Bahaya maksiat mengancam hati dan badan. Bahayanya berlaku di dunia dan berlanjut di akhirat.
Dampak buruk maksiat sangat banyak sekali. Tidak diketahui rinci dan detailnya kecuali oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Terkadang dampak buruknya tidak disadari pelakunya.
Di antara dampak buruk maksiat adalah maksiat itu menyeret pelakunya kepada maksiat berikutnya. Maksiatnya tersebut beranak pinak. Yaitu satu maksiat melahirkan maksiat-maksiat berikutnya. Sampai-sampai, pelakunya sulit meninggalkan dan keluar dari maksiat-maksiat itu.
Keterangan ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya “Al-Jawabul Kafi” atau nama lainnya Al-Da’ wa al-Dawa’ dengan istilah “Tawaalud al-Ma’ashi”.
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Di antara hukuman perbuatan buruk adalah perbuatan buruk berikutnya. Dan di antara balasan amal kebaikan adalah amal kebaikan berikutnya. . .”
Apabila seorang hamba mengerjakan satu kebaikan, maka kebaikan lainnya akan berkata kepadanya, “kerjakan aku juga.” Apabila ia sudah mengerjakannya, maka kebaikan ketiga juga akan memanggilnya untuk mengerjakannya. Demikian seterusnya. Alhasil, berlipatgandalah keuntungannya dan bertambah banyak kebaikannya.
Demikian pula dengan maksiat, satu maksiat akan membawa pelakunya kepada maksiat kedua, ketiga, dan seterusnya. Ini akan terus berlangsung sehingga kemaksiatan menjadi sifat melekat dan kebiasan yang tetap dalam dirinya -kita berlindung kepada Allah darinya-.
Jika seseorang yang terbiasa mengerjakan kebaikan meninggalkan ketaatan niscaya jiwanya akan menjadi sesak dan bumi yang luas akan terasa sempit. Ia laksana ikan yang terpisah dari air. Dan jiwanya akan kembali tenteram jika ia mengerjakan lagi apa yang telah ditinggalkannya.
Demikian pula dengan pelaku maksiat. Jika ia tinggalkan maksiatnya lalu berbuat kebaikan, maka jiwanya akan sesak dan dadanya terasa sempit, sampai akhirnya ia kembali lagi kepada kemaksiatannya. Sehingga banyak orang fasik yang mengerjakan kemaksiatan tanpa merasakan kesenangan dan kenikmatannya. Faktor pendoronganya adalah ketersiksaan saat berpisah darinya.
Hal ini seperti senandunng Al-Hasan bin Hani’ dalam sya’irnya,
Segelas khomer yang kuminum terasa lezat
Namun berikutnya adalah obat bagi yang pertama
Ada lagi yang bersya’i:
Obatku adalah penyakitku itu sendiri
Seperti peminum khomer berobat dengan khomer lagi
Seorang hamba yang terus menerus mengerjakan ketaatan –mencintai, membiasakan, mengutamakan kebaikan- sehingga Allah akan mengutus para malaikat dengan rahmat-Nya untuk menolong dan menguatkannya dalam kebaikan itu -kapanpun dan dimanapun- untuk mengerjakan ketaatan.
Sebaliknya, ahli masiat akan terus menerus mengerjakan maksiatnya –mencintai, membiasakan, dan mengutamakannya- sehingga Allah biarkan setan-setan untuk membantunya melakukan maksiat-maksiatnya. Akhirnya, setan menguasai dirinya dan senantiasa mendorongnya kepada kemaksiatan-kemaksiatan. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]