Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Seorang istri mengeluhkan suaminya tentang hubungan ranjang. Suaminya meminta dilayani 3 sampai 4 kali dalam sehari. Padahal pernikahan mereka sudah berlangsung 2 tahun dan memiliki seorang putra.
Seringnya tuntutan suami membuat sang istri kewalahan dan kelelahan. Beberapa kali terpaksa menolak permintaan suami karena capek mengurus pekerjaan rumah.
Problem berikutnya muncul, sang istri mendapati suaminya menonton video porno. “akupun tak tahu sejak kapan itu,” tuturnya.
“Akhirnya, sayapun bertekad untuk tetap melayaninya dan tidak menolak ajakannya untuk aktifitas ranjang,” tambahnya. Berharap, suaminya menjauhi tontonan haram itu. Jika itu dipaksakan terus menerus maka ia pun merasa sangat keberatan. Tidak lain, karena pekerjaan rumah ia pegang sendiri. Ia sangat merasa lelah.
Jika ia memaksakan diri melayani seks suami yang berkali-kali dalam semalam dirinya merasa sangat kelelahan. Apa yang harus dia lakukan? Bolehkan dirinya menolak ajakan suaminya?
[Baca: Istri Minta, Suami Menolak, Suami Dilaknat Malaikat?]
Hukum asalnya, wajib bagi istri melayani suaminya saat sang suami menginginkannya. Sesering apapun permintaan suami. Kecuali jika seringnya hubungan itu akan membahayakan dirinya. Dalam kondisi ini istri boleh menolak permintaan suaminya. Janganlah ia membiarkan dirinya dalam bahaya.
Prinsipnya, Allah yang Maha bijaksana memerintahkan sepasang suami istri –bukan hanya salah satunya- untuk memperlakukan pasangannya dengan cara yang baik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. Al-Nisa’: 19)
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Allah mewajibkan bagi suami menjaga kehormatan istrinya sesuai kadar kemampuannya. Demikian pula bagi istri, ia wajib ‘mengamankan’ suaminya sesuai kadar kemampuannya selama tidak menyibukkannya dari ibadah fardhu atau membayakan dirinya.
Bagi suami, tidak boleh membebani istrinya dalam urusan ranjang di luar kemampuannya. Karenanya, jika istri dalam kondisi sakit atau merasa sangat lelah lalu menolak permintaan suami maka ia tidak berdosa.
Hendaknya sang istri memberitahu suaminya, dirinya wajib memperhatikan kondisi dan kemampuan istrinya dalam aktifitas ranjang. Jangan sampai membahayakan istrinya. Selayaknya, suami menanyakan kepada istrinya tentang kesiapannya dan kondisi fisiknya sebelum mengajaknya berjima’.
Persoalan keluarga semacam ini harusnya diselesaikan dengan komunikasi baik suami istri dan keinginan untuk mewujudkan kemaslahatan bersama. Tidak boleh, masing-masing hanya memperhatikan kondisi dirinya semata.
Namun demikian, tidak boleh para wanita menggampangkan urusan ini. Dia juga harus berusaha menjaga vitalitas fisiknya. Tujuannya agar dirinya siap dan fit saat suami menginginkannya. Karena jika kebutuhan syahwat suami tidak terpenuhi akan bisa menyebabkan kerusakan dalam rumah tangganya atau suami terjerumus dalam keharaman.
Hendaknya para wanita memperhatikan ancaman syariat atas wanita yang menolak ajakan suaminya untuk berjima' tanpa adanya udzur syar’i.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
"Apabila seorang suami mengajak istrinya ke ranjangnya (untuk berjima'), lalu ia menolak sehingga suaminya di malam itu murka kepadanya, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam redaksi lain, “sehingga suaminya ridha kepadanya”.
Al-Imam Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (9/175) berkat, "Wajib bagi budak wanita dan istri menolak ajakan jima’ tuan dan suaminya. Selama yang diajak (budak dan istri) tidak sedang haid atau sakit yang menyebabkan dirinya tersiksa saat jima’ atau sedang berpuasa fardhu. Jika ia menolak (ajakan jima’) tanpa ada udzur maka ia dilaknat.” Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]