Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Menyakiti kaum mukminin dan mukminat termasuk dosa besar. Allah telah memperingatkan perbuatan ini dalam Kitab-Nya,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُّبِيناً
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
Menyakiti orang-orang beriman bisa dengan perkataan atau perbuatan buruk seperti menuduh berbuat buruk, mendustakan kebenarannya, mencacinya, atau memukulnya. Termasuk di dalamnya, membeli barang yang sedang ditawar saudaranya atau membeli barang yang sedang dibeli saudaranya dengan harga lebih tinggi, atau melamar wanita yang sedang dalam lamaran saudaranya. Bahkan Imam al-Syafi’i mengharamkan seseorang makan makanan –dalam makan bersama- yang lebih dekat kepada saudaranya, karena hal itu bisa menyinggung perasaannya.
Imam al-Fudhail rahimahullah pernah berkata, “tidak halal bagimu menyakiti anjing atau babi tanpa alasan yang benar, lalu bagaimana dengan menyakiti mukinin dan mukminat?”
Menyakiti di sini tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Dikecualikan menyakiti untuk membalas kezalimannya, maka ini dibolehkan. Walaupun yang lebih utama adalah memaafkan dan membuat perbaikan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
"Maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah." (QS. Al-Syuura: 40)
Sengaja Tidak Menyakiti Orang Mukmin Terhitung Sedekah
Perlu diketahui, menghindarkan diri dari menyakiti orang-orang beriman yang laki-laki dan wanita terhitung sebagai amal kebaikan yang berpahala di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'Anhu bertanya bertanya, “Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama?”
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab, “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.”
Ia berkata lagi, “budak macam apa yang paling utama (untuk dimerdekakan)?”
Beliau menjawab, “yang paling disayang tuannya dan mahal harganya.”
Ia bertanya lagi, “jika aku tidak bisa melakukan itu?”
Beliau menjawab, “engkau menolong orang yang sedang bekerja atau engkau mengerjakan sesuatu kepada seseorang yang kurang pandai bekerja.”
Ia bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku tak mampu mengerjakan amal tadi?”
Beliau menjawab,
تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النَّاسِ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ
“Tahan dirimu berbuat buruk terhadap manusia, hal itu menjadi sedekahmu atas dirimu.” (Muttafaq ‘Alaih)
Yahya bin Mu’adz berkata, “hendaknya orang beriman mendapatkan tiga hal darimu: Jika kamu tidak bisa memberi manfaat untuknya maka jangan engkau menyakitinya, jika tidak bisa membuatnya gembira maka jangan buat dia sedih, jika tidak bisa memujinya maka jangan mencelanya.”
Menahan diri dari menyakiti kaum muslimin bisa menghantarkan pelakunya kepada surga. Ini sesuai hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “ada seseorang melewati dahan pohon yang melintang di jalan. Ia berkata: demi Allah, aku akan singkirkan ini dari jalan kaum muslimin agar tidak mengganggu mereka. Maka dengan sebab ini ia dimasukkan ke dalam surga.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dari Abu Barzah Al-Aslami Radhiyallahu 'Anhu ia berkata: Aku bertanya, “Ya Rasulullah, tunjuki aku kepada amal yang bisa memasukkanku ke surga?”
Beliau menjawab,
اعزِلِ الأذَى عن طريق المسلمين
“Singkirkan sesuatu yang membahayakan dari jalan kaum muslimin.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Penutup
Sengaja meninggalkan sesuatu yang menyakiti kaum muslimin merupakan tanda kebenaran Islam seseorang. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan tentang orang muslim yang baik; yaitu orang yang lisan dan tanggannya selamat dari menyakiti (mengganggu) kaum muslimin.” (Muttafaq ‘Alaih)
Sehingga keshalihan di dalam Islam bukan semata shalih dalam ibadah ritual. Tapi juga harus shalih dalam kehidupan sosial. Maksudnya, ia menunaikan hak-hak Allah Ta’ala dan menunaikan pula hak-hak kaum muslimin dan tidak merusak nama baik mereka. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]