Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Disunnahkan berwudhu’ sebelum mandi janabat. Sifatnya seperti wudhu’ untuk shalat. Kemudian mengguyur badan dimulai dari kepala lalu ke seluruh badan. Disunnahkan mendahulukan anggota tubuh bagian kanan dari yang kiri. Disunnahkan pula meratakan air ke seluruh tubuh. Biasanya saat meratakan air ini tangan menyentuh aurat; qubul (alat kelamin) adau dubur (anus).
[Baca: Tata Cara Mandi Janabat yang Sempurna]
Ketika seseorang selesai dari mandi besar, maka ia telah suci dari hadats; besarnya dan kecilnya. Ia bisa langsung shalat atau ibadah bersyarat kesucian lainnya tanpa wudhu’ lagi. Namun, saat meratakan air tadi ia menyentuh auratnya, apakah ini mengharuskannya untuk berwudhu’ kembali?
Menyentuh qubul atau kemaluan tanpa penghalang membatalkan wudhu’. Ini menurut pendapat sebagian fuqaha’; seperti imam Malik –dari salah satu riwayatnya-, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Ibnu Hazm, dan mayoritas sahabat. Sebagian lainnya berpandangan bahwa semata menyentuh aurat (kemaluan) tidak membatalkan wudhu kecuali menyentuhnya dengan disertai syahwat dan tanpa penghalang (menyentuhnya langsung).
Dalilnya adalah hadits Busrah binti Shafwan Radhiyallahu 'Anha, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka hendaklah ia berwudlu.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan. Ini adalah hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban. Imam Al-Bukhari menyatakan bahwa ia adalah hadits yang paling shahih dalam bab ini)
Dan dalam hadits dari Ummu Habibah Radhiyallahu 'Anha, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ مَسَّ فَرْجَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Siapa yang memegang farjinya maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Ibnu Majah dan selainnya)
Sedangkan dalil yang mengklasifikasinya –menyentuh yang membatalkan dan tidak membatalkan- antara menyentuh dengan syahwat dan tidak dengan syahwat adalah hadits Thalq bin ‘Ali Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: ada seorang laki-laki bertanya:
?مَسَسْتُ ذَكَرِي أَوْ قَالَ اَلرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِي اَلصَّلَاةِ أَعَلَيْهِ وُضُوءٍ
“Saya menyentuh kemaluanku atau ia berkata: seseorang laki-laki menyentuh kemaluannya pada waktu shalat apakah ia wajib berwudlu?
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjawab,
لَا إِنَّمَا هُوَ بَضْعَةٌ مِنْكَ
"Tidak, karena ia hanya sepotong daging dari tubuhmu." (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan. Ibnu Hibban menyahihkan hadits ini)
Karenanya, jika saat mandi besar untuk meratakan air ke seluruh tubuh lalu menyentuh kemaluan tanpa disertai syahwat maka ia tidak berwudhu’ lagi. Sebabnya, dirinya masih suci dan tidak batal karena menyentuh auratnya tadi. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]