Diriwayatkan dari Abu Hurairah rahimahullah, Ia berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ
“Bahwasannya ketika bersin, Nabi SAW menutup wajah dengan tangan atau dengan baju beliau sambil memelankan suara bersinnya.” (HR. Tirmidzi)
Catatan:
Pada masa pandemi covid-19 ini ada guyonan, “orang yang sudah meninggal tidak akan menularkan virus corona kecuali ia batuk atau bersin”. Kalau dulu orang bersin membaca “Al-Hamdulilah” tapi sekarang membaca “Innalillah” karena bersin di saat pandemi dianggap sebagai sarana penularan virus corona. Orang-orang disekitar akan lari berhamburan menjauh darinya. Bahkan ada di satu meme bergambar gapura gang masuk kampung terpampang “Selamat datang di arena dimana anda bersin akan dipukuli”.
Bersin bukanlah hal yang baru, bahkan bersin telah ada di awal penciptaan manusia. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
لَمَّا خَلَقَ اللهُ آدَمَ عَطَسَ فَأَلْهَمَهُ رَبُّهُ أَنْ قَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ فَقَالَ لَهُ رَبُّهُ: يَرْحَمُكَ اللهُ
“Ketika Allah menciptakan Nabi Adam (meniupkan ruhnya) maka ia bersin dan Allah memberinya ilham untuk mengucapkan “Alhamdulillah” lalu Allah berfirman, “Yarhamukallah”. (HR. Ibnu Hibban)
Di Zaman Jahiliyah, bersin dianggap sebagai pertanda kesialan untuk orang lainnya. Ibnul Qayyim berkata :
وَكَانَ تَشَاؤُمُهُمْ بالعَطْسَةِ الشَّدِيْدَةِ أَشَدَّ
“Orang jahiliyah menganggap bahwa makin keras bersin yang terdengar, makin besar pula kesialannya”. (Miftah Daris Sa’adah)
Dikisahkan oleh Ibnul Qayyim bahwa pada suatu ketika seorang raja sedang asyik mengobrol dengan teman dekatnya. Tiba-tiba temannya itu bersin dengan keras sekali sehingga membuat raja takut tertimpa sial lalu sang raja pun murka kepadanya. Melihat ekpresi raja maka temannya berkata, “Demi Allah, ini bukanlah kesengajaan, namun memang seperti itulah bersinku.” Raja berkata :
وَاللهِ لَئِنْ لَمْ تَأْتِنِي بِمَنْ يَشْهَدُ لَكَ بِذَلِكَ لَأَقْتُلَنَّكَ
”Demi Allah, jika engkau tidak bisa mendatangkan saksi bagimu (atas kebenaran ucapanmu), maka kau akan kubunuh!”
Singkat cerita, teman raja tadi keluar dengan pengawalan sejumlah pasukan untuk mencari saksi yang diperintahkan raja. Akhirnya iapun menemukan saksinya dan dibawanya ke hadapan raja. Saksipun memberikan kesaksian di depan raja dan berkata : “Wahai Raja, aku bersaksi bahwa pada suatu hari orang ini pernah bersin hingga gigi gerahamnya lepas satu!”. Mendengar kesaksisan ini akhirnya raja menerimanya kembali di istana. [Miftah Daris Sa’adah]
Itulah fitnah corona di mana orang yang batuk atau bersin menjadi tertuduh menjadi agen penyebar virus corona padahal kemungkinan besar batuk dan bersinnya adalah penyakit biasa. Bukankah bersin dan batuk itu merupakan gejala umum yang terjadi pada penderita flu biasa (common cold) dan alergi alergi musiman yang sering terjadi sejak zaman dahulu. Maka untuk mereduksi fitnah tersebut, orang yang bersin dan batuk harus lebih ketat menjalankan protokol kesehatan seperti menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju, sehingga droplet yang mengandung bakteri tidak menyebar ke udara dan tidak menular ke orang lain.
Protokol semacam ini telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sejak 14 abad yang silam bahkan protokol nabawi lebih lengkap melebihi protokol kesehatan yang ajarkan pada saat ini. Kalau saat ini kita dianjurkan untuk menutup mulut dan hidung maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menganjurkan kita untuk menutup wajah sebagaimana teks hadits utama di atas. Maka menutup wajah dan memelankan suara memiliki hikmah yang melebihi dari menutup mulut dan hidung. Tidak hanya mencegah tersebarnya droplet, menutup wajah juga dapat melindungi ekspresi wajah orang yang bersin yang nampak jelek bahkan menjijikkan bagi sebagian orang yang melihatnya.
Di zaman sekarang, makin keras suara bersin, semakin orang banyak yang marah dan jengkel kepadanya. Maka memelankan akan memperkecil gangguan kepada orang lain. Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga menganjurkan memelankan suara bersin. Ibnul Arabi berkata:
الحِكْمَةُ فِي خَفْضِ الصَّوْتِ بِالعُطَاسِ أَنَّ فِي رَفْعِهِ إِزْعَاجًا لِلْأَعْضَاءِ
“Hikmah dari memelankan suara bersin adalah (menghindarkan diri dari) timbulnya bahaya goncangan atas anggota badan yang terjadi akibat mengeraskan suara bersin.” (Tuhfatul Ahwadzi)
Protokol Nabawi tidak hanya mencakup usaha lahiriyah namun seseorang ketika bersin juga dianjurkan untuk membaca doa yang dikenal dengan istilah “tasymit”. Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللهَ، فَشَمِّتُوهُ، فَإِنْ لَمْ يَحْمَدِ اللهَ، فَلَا تُشَمِّتُوهُ
“Jika salah satu dari kalian bersin, lalu ia memuji Allah (membaca Hamdalah). Maka, doakanlah ia (dengan doa tasymit). Namun, jika ia tidak memuji Allah, maka kalian tidak perlu mendoakannya.” (HR. Muslim)
“Tasymit” berasal dari kata “Syamata bi aduwwihi” yang artinya gembira atas musibah yang menimpa musuhnya. Maka Tasymit berarti mendoakan kebaikan dengan semisal semoga Allah merahmatinya. [Kamus Al-Ma’any] Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
“Jika salah satu dari kalian bersin, maka ucapkanlah “alhamdulillah”. Dan hendaknya bagi saudaranya atau temannya mengucapkan kepadanya “yarhamukallah”. Lalu jika saudaranya tersebut mendoakan untuknya “yarhamukallah”, maka hendaknya ia mengucapkan “yahdikumullah wa yuslihu balakum”. (HR. Al-Bukhari)
Tuntunan doa tasmit tersebut berlaku umum, baik kepada mereka yang dikenal maupun tidak, yang disenangi maupun yang dibenci. Tuntunan ini menghapuskan kebiasaan jahiliyah di mana orang-orang jahiliyah dahulu jika mendengar bersin dari orang yang mereka sukai, mereka mendoakan kebaikan, mereka berkata :
عُمْرًا وَشَبَابًا
“Semoga panjang umur dan awet muda”
Namun bila yang bersin adalah orang yang mereka benci, mereka mendoakan kejelekann. Mereka mengatakan :
وَرْيًا وقُحَابًا
“Semoga engkau terkena sakit liver dan batuk-batuk”
Jika mereka mendengar suara bersin dari orang yang bersin berkali-kali, maka hal ini dianggap membawa sial sehingga mereka mengatakan
بِكَ لَا بِي
“Semoga kesialan dari bersinmu menimpamu saja, tidak menimpaku."(Miftah Daris Sa’adah) Wallahu A’lam.
Semoga Allah al-Bari membuka hati kita untuk senantiasa melaksanakan ajaran dan anjuran Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam sehingga kita menjadi orang yang selamat di dunia dan akhirat. [PurWD/voa-islam.com]
********
Salam Satu Hadits
Dr.H.Fathul Bari.,SS.,M.Ag
Pondok Pesantren Wisata
AN-NUR 2 Malang Jatim
Ngaji dan Belajar Berasa di tempat Wisata
Ayo Mondok! Mondok Itu Keren!