Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Ternyata, sunnah untuk menunda shalat saat ngantuk berat. Supaya kita benar-benar sadar saat mengerjakan ibadah agung ini. Ucapan dan gerakan shalat dikerjakan dengan penuh penghayatan. Hati benar-benar hadir di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan merasakan interaksi langsung dengan-Nya.
Dalam shalat, kita menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bermunajat kepada-Nya. Saat itu, doa-doa kita didengar. Permintaan akan dipenuhi. Karenanya, kita harus pastikan bahwa doa dan permintaan kita benar secara ucap dan maksud.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلاةِ فَلْيَنَمْ حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ
“Apabila salah seorang kalian ngantuk dalam shalat hendaknya ia tidur sehingga ia tahu apa yang dibacanya.” (HR. Al-Bukhari)
Sebagian ulama memahami, bahwa hadits ini berlaku pada shalat malam. Karena malam adalah waktu untuk istrahat; tidur. Umumnya, manusia sedang tidur lelap di jam shalat malam.
Menunda shalat karena ngantuk tidak berlaku pada shalat fardhu. Karena waktu shalat fardhu bukan pada jam-jam tidur. Sunnah dalam shalat fardhu juga dengan tidak memanjangkan bacaan sehingga kekhawatiran ‘ngebleng’ sangat kecil. Ini disebutkan Ibnul Hajar dalam Fathul Baari saat menjelaskan hadits di atas dari perkataan Imam Al-Muhallab rahimahullah.
قَالَ الْمُهَلَّب : إِنَّمَا هَذَا فِي صَلاة اللَّيْل ; لأَنَّ الْفَرِيضَة لَيْسَتْ فِي أَوْقَات النَّوْم , وَلا فِيهَا مِنْ التَّطْوِيل مَا يُوجِب ذَلِكَ
“Al-Muhallab berkata: sesungghnya ini berlaku dalam shalat malam; karena shalat fardhu bukan pada jam-jam tidur dan bacaan di dalam shalat fardhu juga tidak panjang yang bisa menyebabkan hal itu (salah ucap dalam doa,-pent).”
Al-Qadhi rahimahullah menyebutkan bahwa Imam Malik dan sekumpulan ulama lainnya membawa makna hadits di atas kepada shalat malam karena biasanya itu waktu tidur.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa hadits “menunda shalat saat ngantuk berat” berlaku umum; pada shalat fardhu dan shalat sunnah. Alasannya, patokan hukum pada nash disandarkan kepada keumuman lafadz. Karenanya, ini diterapkan atau berlaku pula pada shalat-shalat fardhu jika waktu shalat masih lapang atau panjang. jika waktu shalat sempit (tinggal sedikit) hendaknya tetap mendahulukan shalat.
Imam al-Nawawi rahimahullah berkata dalam menjelaskan cakupan hadits di atas,
وَهَذَا عَامّ فِي صَلاة الْفَرْض وَالنَّفْل فِي اللَّيْل وَالنَّهَار , وَهَذَا مَذْهَبنَا وَالْجُمْهُور , لَكِنْ لا يُخْرِج فَرِيضَة عَنْ وَقْتهَا
“Ini berlaku dalam shalat fadhu dan sunnah di waktu malam dan siang. Ini pandangan madzhab kami dan jumhur ulama. Tetapi tidak boleh mengeluarkan shalat fardhu dari wakatunya.”
Alasan untuk menunda shalat saat ngantuk berat disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda,
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُد حَتَّى يَذْهَبَ عَنهُ النَّومُ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لَا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ
“Apabila salah seorang kalian mengantuk, sedang dia berada dalam shalatnya, hendaknya ia tidur terlebih dahulu sehingga hilang rasa kantuknya. Sesungguhnya apabila salah seorang kalian shalat dalam kondisi ngantuk, ia tak tahu -yang boleh jadi- mau beistighfar lalu ia mencaci dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Tingkatan kantuk yang dimaksud dari hadits di atas adalah rasa ngantuk berat yang tidak bisa dikuasainya sehingga ia tidak bisa memahami bacaan shalatnya. Adapun ngantuk ringan maka tidak masuk dalam rukhshah untuk menunda shalat. Wallahu a’lam. (PurWD/voa-islam.com)