Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan sahabatnya.
Tidur terlentang bagi laki-laki dibolehkan. Tidak dilarang dan tidak tercela selama aman dari tersingkapnya aurat. Namun tidur miring ke kanan itu lebih utama.
عَنْ عَبَّاد بن تَمِيمٍ عَنْ عَمِّهِ: "رَأَيتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مُسْتَلْقِياً فِي الْمَسْجِدِ، وَاضِعاً إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الأُخْرَى
"Dari Abbad bin Tamim, dari pamannya (Abdullah bin Zaid Radhiyallahu 'Anhuma), bahwasanya beliau pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidur terlentang di masjid dalam keadaan meletakkan satu kaki di atas kaki satunya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hukum asal berbaring terlentang adalah mubah. Tidak diharamkan dan dimakruhkan. Karena dia bagian dari perkara ‘adiyah (non ibadah). Tidak boleh dimakruhkan dan diharamkan kecuali dengan hukum syar’i.
Apakah hukum ini juga berlaku bagi wanita? Bolehkah wanita tidur terlentang?
Hukum ini berlaku umum bagi laki-laki dan wanita. Hukum asalnya wanita boleh berbaring atau tidur terlentang. Karena tidak ada dalil shahih dan sharih yang melarangnya.
Ibnu Muflih rahimahullah berkata:
كراهته تفتقر إلى دليل، والأصل عدمه
“Memakruhkannya butuh dalil dan hukum asalnya tidak butuh.” (Al-Adab Sl-Syar’iyyah: 2/389)
Karenanya, jika wanita tidur sendirian di kamarnya yang terkunci maka boleh tidur terlentang. Demikian pula jika ia tidur bersama suaminya maka tidak dilarang tidur terlentang.
Kondisi ini berbeda apabila dikhawatirkan atau ditakutkan terjadi fitnah. Jika ia tidur terlentang bisa tersingkap auratnya dan di tempat itu ada orang lain maka dalam hal ini dimakruhkan. Atau jika ia tidur di tempat yang dilihat atau dilewati laki-laki bisa membangkitkan syahwatnya; maka dalam kondisi ini dilarang. Inilah yang nampak dari pandangan ulama yang memakruhkan wanita tidur terlentang.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata kepada pelayan wanitanya yang bernama Humaidah,
لاَ تَدَعِينَ بَنَاتِي يَنَمْنَ مُسْتَلْقِيَاتٍ عَلَى ظُهُورِهِنَّ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَظَلُّ يَطْمَعُ مَا دُمْنَ كَذَلِكَ
“Jangan kamu biarkan putri-putriku tidur bersandar kepada punggung-punggung mereka (terlentang), karena setan sangat mendambakan (berhasrat) selama mereka tidur seperti itu.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Ibnu Abi Syaibah menyebutkan hadits di atas dalam bab:
من كَرِهَ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَنَامَ مُسْتَلْقِيَةً
“Siapa yang memakruhkan wanita tidur terlentang”
Hisyam berkata: Ibnu Sirin membenci wanita tidur terlentang.
Ishaq bin Mansur bertanya kepada Imam Ahmad, “apakah makruh wanita tidur terlentang?”
Beliau menjawab, “betul, demi Allah, diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwa beliau memakruhkannya.” (Masail al-Imam Ahmad bin Hambah wa Ishaq bin Rahawaih: 9/4870)
Sekali lagi, jika wanita aman dari fitnah –misal: ia tidur bersama suaminya atau di rumah yang tidak ada orang lain- maka tidak dimakruhkan tidur terlentang.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:
وأما استلقاء المرأة على ظهرها، فإنه لا ينبغي، خصوصا إذا كان في البيت أحد، فإنه قد يمر بها وهي على هذه الحال، وقد تحصل فتنة وأما إذا كانت وحدها في بيتها فلا بأس. وأما النهي عن ذلك فلا أعلم
“Tidak elok wanita tidur terlentang, khususnya, apabila ada orang lain di rumahnya, bisa jadi orang itu lewat saat ia terlentang. Bisa menimbulkan fitnah. Adapun saat sendirian di rumahnya, maka tidak apa-apa. Aku tidak tahu ada larangan hal itu.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Syaikh Ibnu Utsaimin: 17/126)
Kesimpulannya, hukum asal tidur terlentang bagi wanita itu boleh kecuali apabila ditakutkan terjadi fitnah maka dilarang. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]