Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Ukhuwah Islamiyah atau Ukhuwah Imaniyah adalah konsekuensi dari iman. Sifat melekat dengan keimanan. Menyatukan kaum muslimin atas dasar dien dan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini merupakan ikatan atas manusia yang paling kuat dan agung.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لن تدخلوا الجنة حتى تؤمنوا و لن تؤمنوا حتى تحابوا
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan tidak akan menjadi orang mukmin kecuali kalian saling mencintai.” (HR. Muslim)
Ukhuwah ini akan membantu menyempurnakan keimanan; teguh di atas dien, istiqamah menjalankan ketaatan, dan menyempurnakan pengamalan syariatnya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berpesan agar menjadi hamba Allah yang bersaudara dan melarang saling membenci dan bermusuhan. Karenanya, setiap sebab yang bisa merusak ukhuwah dilarang.
Berikut ini beberapa point tentang racun perusak ukhuwah:
1. Dosa dan maksiat bisa merusak ukhuwah Islamiyah/imaniyah. Jika ukhuwah islamiyah ingin senantiasa terjalin dan tegak dengan baik hendaknya saling berwasiat dengan takwa.
2. Fanatisme kelompok dan mengultuskan Ustadz. Menganggap seorang guru sebagai manusia suci yang selalu benar. Setiap yang berbeda dengan gurunya berarti menyimpang dari sunnah.
3. Sombong dan merasa lebih atas yang lain.
Kita diperintahkan untuk untuk tawadhu’ dan menghargai orang lain. Perintah ini juga tertuju kepada manusia termulia dan paling tinggi kedudukannya di sisi Allah Ta’ala; yaitu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِين
"Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman." (QS. Al-Hijr: 88)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak suka diperlalukan lebih istimewa dan didudukkan di tempat lebih tingga dari sahabat-sahabat lain.
4. Mengejek dan merendahkan saudara walau hanya becanda, tidak bermaksud merendahkan dan mengejeknya. Dia tidak bisa tahu isi hatimu. Dia hanya tahu apa yang dilihat dan didengar.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلاَ نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلاَ تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلاَ تَنَابَزُوا بِالأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُون
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)
5. Tidak menjaga adab dan sopan santun saat berbicara.
A. Tajam (menyakitkan) dan bersuara keras saat berbicara.
B. Tidak mendengarkan pembicaraan orang lain, memotong pembicaraannya, sibuk dengan urusan sendiri.
Sebagian ulama salaf berkata: ada seseorang membacakan hadits kepadaku, padahal aku sudah tahu hadits itu sebelum ia dilahirkan ibunya. Aku bersikap sopan padanya sehingga aku mendengarkan dengan baik penyampaiannya hingga selesai.
C. Berlebihan dalam becanda.
6. Debat kusir dalam masalah agama.
Abu Umamah pernah menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bahwa satu kaum akan tersesat setelah sebelumnya berada di atas petunjuk disebabkan mereka berdebat. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَقَالُواْ ءَأَٰلِهَتُنَا خَيْرٌ أَمْ هُوَ مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ
“Dan mereka berkata: "Manakah yang lebih baik tuhan-tuhan kami atau dia (Isa)?" Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS. Al-Zukhruf: 58)
7. Menyebarkan / membongkar rahasianya. Cukup seseorang dicap sebagai pendusta karena menyampaikan setiap yang didengarnya.
Disebutkan dalam Shahih al-Jaami’, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersbada, “apabila seseorang berbicara kepada orang lain dengan satu pembicaraan kemudian berpisah maka pembicaraan itu menjadi amanat (yang harus dirahasiakan) baginya.”
8. Berperasangka buruk
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Jangan mudah terhasur oleh satu omongan tentang keburukan saudara seiman sehingga ia croscek kebenarannya. (QS. Al-Hujurat: 6)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan bahwa prasangka buruk adalah ucapan paling dusta.
Bangun prasangka baik terhadap saudaramu, boleh jadi dia salah ucap, salah milih kata, dan jangan menghakimi hati orang lain.
9. Menasihati saudara di hadapan banyak orang. Ini bisa menjatuhkan harga dirinya sehingga membuatnya menolak nasihat. Nasihat dengan cara ini akan menghilangkan rasa cinta dan sayang, sebaliknya akan menumbuhkan kebencian dan perlawanan.
10. Banyak mengkritik (menyalahkan) daripada memaklumi kekurangan dan lebih banyak melihat kekurangan saudara daripada kelebihan-kelebihannya.
Setiap kawan / sahabat pasti punya aib dan kekurangan. Kita juga demikian. Lihat kondisi diri sebelum menilai orang lain.
Sa’id bin Musayyib berkata:
ليس من شريف ولا عالم ولا ذي فضل، إلا فيه عيب، ولكن من الناس من لا ينبغي أن تذكر عيوبه
“Tidaklah ada orang mulia, berilmu, dan hebat kecuali ia memiliki aib, tetapi ada di antara manusia yang tak pantas disebut-sebut keburukan (aib)-nya.”
Terkadang kita perlu mengabaikan kekurangan saudara kita agar keakraban tetap langgeng.
Sebagian ahli hikmah berkata: aku temukan kebanyak urusan dunia ini tidak boleh kita sikapi kecuali dengan mengabaikannya (cuek). Sungguh ada sejumlah orang yang tidak terlalu peduli terhadap keburukan musuh, lalu bagaimana dengan teman sendiri? Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]