View Full Version
Kamis, 29 Aug 2024

Sunnah Memungut Makanan yang Jatuh dan Memakannya

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Salah satu dari nikmat Allah yang paling besar yang dikaruniakan kepada kita adalah makanan. Dengannya kita bisa hidup dan bertenaga. Karenanya, kita diperintahkan bersyukur kepada Allah dengan memuji-Nya setelah menikmati makanan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172)

Bersyukur setelah makan –salah satunya- dengan memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tentu setelahnya, dengan mengerjakan ketaatan dan amal shalih.

Bentuk lain bersyukur atas nikmat makanan adalah dengan memuliakan makanan dan  tidak membuangnya sia-sia. Bentuk lainnya adalah dengan menjauhkannya dari tempat-tempat hina dan kotor, serta menjaganya dari apa yang merusaknya.

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajari kita satu sunnah yang sudah banyak ditinggalkan manusia, yaitu sunnah membersihkan makanan yang jatuh ke tanah dari kotoran, lalu memakannya. Jika makanan itu dibiarkan begitu saja maka setan akan memakannya dan memiliki tenaga lebih untuk menimpakan bahaya kepada kita.

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا سَقَطَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيُمِطْ عَنْهَا الْأَذَى وَلْيَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا

Apabila suapan makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambillah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jangan dibiarkannya dimakan setan.” (HR. Muslim)

Imam An-Nawai rahimahullah berkata: anjuran makan potongan (makanan) yang jatuh setelah dibersihkan kotorannya, ini jika tidak jatuh di tempat najis, jika jatuh di tempat najis maka ia menjadi najis, wajib dicuci jika memungkinkan. Jika hal itu tidak memungkinkan, berikanlah makanan tersebut kepada hewan dan jangan serahkan kepada Setan. (Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim: 13/206)

Beliau menambahkan penjelasan, “maknanya –wallahu a’lam- makanan yang ditangan orang, di dalamnya ada barakah dan dia tidak tahu barakah itu ada di makanan yang telah disantapnya atau yang tersisa di tangannya atau yang tersisa di bawah piring atau di potongan makanan yang jatuh maka hendaknya ia menjaga semua makanan ini supaya mendapatkan barakahnya. Dan asal barakah bertambahnya dan tetapnya kebaikan dan menikmatinya.” (Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim: 13/206)

Para ulama menyebutkan faidah-faidah dalam mengamalkan sunnah ini, di antaranya: menghargai dan memuliakan nikmat Allah, menyukurinya dan tidak meremahkannya, mengamalkan perintah Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan menghidupkan sunnahnya. Tidak tertinggal, untuk mendapatkan keberkahan di makanan yang jatuh itu serta tidak memberikannya kepada setan. Sekaligus sebagai penerapan perilaku tawadhu’ dan tidak sombong.

Apakah sikap sombong dan sok kaya akan menghalangi kita membersihkan makanan yang jatuh dan memakannya? Ataukah kita lebih memilih untuk menghidupkan sunnah mulia ini dalam kehidupan kita?

Tentunya, seorang muslim yang baik tidak akan meremehkan nikmat Allah ini dan tidak pula “pro” setan dengan memberikan makanan kepada setan. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version