View Full Version
Sabtu, 12 Oct 2024

Menutupi Maksiat

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- dan keluarganya.

Bagi seorang muslim wajib bertakwa kepada Allah dengan menjauhi maksiat. Jika setannya berhasil mengalahkan dirinya dan mejerumuskannya kepada maksiat maka ia wajib menutupi aib (maksiat) dirinya. Tidak boleh sengaja memperlihatkan maksiatnya atau mengumbarnya kepada khalayak. Tapi hendaknya ia menutupi maksiatnya dan segera bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang menampak-nampakkannya dan sesungguhnya diantara menampak-nampakkan (dosa) adalah seorang hamba yang melakukan amalan di waktu malam sementara Allah telah menutupinya kemudian di waktu pagi dia berkata: 'Wahai fulan semalam aku telah melakukan ini dan itu, ' padahal pada malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabbnya. Ia pun bermalam dalam keadaan (dosanya) telah ditutupi oleh Rabbnya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Allah menyukai orang yang mengakui dosanya dan tidak membanggakannya. Ia tutupi maksiat yang telah diperbuatnya. Malu jika maksiatnya diketahui orang lain. Kemudian mencari jalan untuk menghapuskan dosa-dosanya. Dengan ini akan lebih mudah memperoleh ampunan dan maaf dari Tuhannya Subhanahu wa Ta'ala.

Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي عَالَجْتُ امْرَأَةً فِي أَقْصَى الْمَدِينَةِ، وَإِنِّي أَصَبْتُ مِنْهَا مَا دُونَ أَنْ أَمَسَّهَا، فَأَنَا هَذَا، فَاقْضِ فِيَّ مَا شِئْتَ

Wahai Rasulullah, sungguh aku telah menggauli seorang wanita di pelosok Madinah dan aku telah melakukan segala sesuatu kecuali jima’. Maka, aku datang menyerahkan diriku untuk dihukum sesukamu.

Kemudian Umar berkata kepadanya, “sungguh Allah telah menutupinya seandainya engkau menutupi kesalahanmu itu.”

Ibnu Mas’ud berkata: Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menjawab apapun. Laki-laki itu beranjak pergi. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyuruh seseorang menyusulnya untuk memanggilnya. Lalu beliau membacakan ayat ini kepadanya,

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

Dan dirikanlah shalat pada pagi dan petang dan pada sebagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus dosa perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114)

Kemudian ada seorang laki-laki berkata, “Wahai Nabiyullah, apakah ayat ini hanya diperuntukkan padanya?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan untuk seluruh manusia”.”

Pelaku Maksiat Wajib Taubat

Seorang muslim yang mengerjakan maksiat wajib bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan taubat nasuha. Yaitu taubat yang sungguh-sungguh dengan memenuhi syarat-syaratnya.

Imam al-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa taubat itu wajib dikerjakan atas setiap dosa. Jika dosa maksiatnya terkait antara dirinya dengan Allah –tanpa terkait hak sesama- itu memiliki 3 syarat. Pertama, meninggalkan maksiat. Kedua, menyesali perbatan maksiatnya itu. Ketiga, bertekad tidak akan mengulanginya untuk selama-lamanya. Jika hilang salah satunya maka taubatnya tidak sah.

Kemudian 3 syarat itu disempurnakan dengan banyak beristighfar dan menyatakan taubat serta mengikuti perbuatan maksiatnya dengan ketaatan. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam]


latestnews

View Full Version