Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah ﷺ, keluarga dan para sahabatnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ لَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir; pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan tidak (pula) dengan menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak (pula) bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 261–262)
Dalam Shahih al-Jami‘ dari hadis Ibnu Mas‘ud r.a., Rasulullah ﷺ bersabda:
لا حسدَ إلا في اثنتيْنِ رجلٌ آتاه اللهُ مالًا فسلَّطَه على هلكتِه في الحقِّ ورجلٌ آتاهُ اللهُ حكمةً فهو يقضي بها ويُعلِّمُها
“Tidak boleh iri (dengan iri yang terpuji) kecuali pada dua hal: seseorang yang Allah berikan harta lalu ia menggunakannya pada kebenaran hingga habis, dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu ia menghukumi dengannya serta mengajarkannya kepada orang lain.”
Kekayaan adalah Tuntutan Syariat
Wahai kaum muslimin, pecinta Rasulullah ﷺ, pada kesempatan ini kita akan membicarakan tentang keutamaan seorang mukmin menjadi kaya.
“Jadilah kaya” merupakan salah satu tuntutan syariat. Ia adalah perintah Allah yang ditegaskan dalam banyak ayat dan hadis Nabi ﷺ.
Di antara ayat-ayat tersebut:
Dalam hadis sahih, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah pada apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah.”
Di antara doa Nabi ﷺ adalah:
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kehormatan diri, dan kekayaan.”
Hubungan Antara Kekayaan dan Kebaikan
Saat seorang mukmin menjadi orang yang berbakti maka ia bisa merngerjakan amal-amal kebaikan yang besar pahalanya, seperti:
Kita katakan bahwa “al-birr” (berbuat baik) bermakna luas: memperbanyak amal saleh, melakukan kebaikan, dan tidak melewatkan satu pintu kebaikan pun kecuali kita memasukinya.
Dan salah satu faktor terpenting agar seorang mukmin bisa banyak berbuat baik adalah menjadi kaya.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman:
يُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ
“Hendaklah orang yang lapang rezekinya memberi nafkah dari rezekinya itu.” (QS. ath-Thalāq: 7)
Bahkan Allah menegaskan:
لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak akan mencapai (hakikat) kebajikan, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS. Āli ‘Imrān: 92)
Makna Kaya dalam Islam
Dalam pandangan Islam, kekayaan memiliki dua makna:
1. Makna batin (kekayaan jiwa): yaitu qana‘ah, ridha, dan merasa cukup. Rasulullah ﷺ bersabda:
2. Makna lahir (kekayaan harta): yaitu memiliki harta yang halal, yang bisa digunakan untuk menafkahi keluarga, membantu orang lain, menunaikan hak, dan menegakkan agama. Rasulullah ﷺ bersabda:
نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ
“Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh seorang yang saleh.” (HR. Ahmad dan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, juga oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani)
Kekayaan dalam bentuk harta adalah nikmat besar. Nabi Ayyub Alaihis Salam, setelah Allah angkat penyakitnya, diberi kembali harta dan anak-anaknya. Bahkan Allah menurunkan hujan belalang emas, lalu Nabi Ayyub mengumpulkannya. Allah bertanya: “Bukankah Aku sudah mencukupimu dari apa yang engkau lihat ini, wahai Ayyub?” Beliau menjawab: “Benar wahai Rabb, tetapi aku tidak merasa cukup dari keberkahan-Mu.”
Kekayaan yang Dicintai Allah
Kekayaan yang halal adalah nikmat yang dicintai Allah. Dalam sebuah riwayat, Sa‘d bin Abī Waqqāṣ sedang bersama untanya di padang pasir, lalu putranya berkata: “Apakah engkau rela hanya bersama unta dan kambingmu, sementara manusia saling berebut kekuasaan di kota Rasulullah ﷺ?” Sa‘d menegurnya sambil berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, kaya, dan tersembunyi.’”
Para nabi juga banyak yang kaya. Ibrahim, Ayyub, Daud, dan Sulaiman Alaihimus Salam semuanya dikaruniai kekayaan. Bahkan Allah juga menetapkan aturan yang membuat Nabi Muhammad ﷺ cukup dan tidak kekurangan. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]