

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah ﷺ dan keluarganya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَلَّا يَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَفْعَلْ
“Apabila hari kiamat telah terjadi sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah bibit (tanaman), maka jika ia mampu untuk tidak bangkit hingga menanamnya, hendaklah ia menanamnya.” (HR. Ahmad dan dinilai shahih oleh Syu‘aib al-Arna’uth dan Al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah)
Makna hadits ini adalah: apabila kiamat terjadi sementara di tangan salah seorang dari kalian terdapat fasīlah, yaitu pohon kurma kecil, lalu ia mampu menanamnya sebelum beranjak dari tempatnya, maka hendaklah ia melakukannya dan tidak menunda-nundanya.
Hadits Nabi yang mulia ini menunjukkan bahwa seorang muslim dituntut untuk memanfaatkan setiap waktu dalam hidupnya hingga detik terakhir dari usianya. Ia diperintahkan untuk segera melakukan amal-amal saleh, meskipun datangnya hari kiamat sudah sangat dekat. Seorang mukmin yang menggunakan umurnya untuk menaati Rabb-nya hingga akhir hayat berarti telah melaksanakan firman Allah Ta‘ala:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan (kematian).” (QS. Al-Hijr: 99)
Rasulullah ﷺ juga mengabarkan bahwa penghuni surga tidak menyesali apa pun dari urusan dunia, kecuali penyesalan mereka terhadap waktu-waktu dalam hidup yang berlalu tanpa diisi dengan mengingat Allah Ta‘ala.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَنْدَمُ أَهْلُ الْجَنَّةِ عَلَى شَيْءٍ نَدَمَهُمْ عَلَى سَاعَةٍ لَمْ يَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِيهَا
“Penghuni surga tidak menyesali apa pun, kecuali penyesalan mereka terhadap satu waktu yang berlalu tanpa menyebut nama Allah di dalamnya.” (HR. al-Thabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir dan dihassakan oleh al-‘Allamah al-Albani)
Sangat disayangkan, pada zaman sekarang ini kita mendapati banyak kaum muslimin yang tidak memanfaatkan umur mereka dalam ketaatan kepada Rabb mereka. Bahkan kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu dari usianya untuk hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat, baik bagi kehidupan dunia maupun bagi kehidupan akhirat mereka.
Waktu merupakan salah satu nikmat Allah yang paling agung bagi hamba-hamba-Nya. Sebab, apabila seorang mukmin memanfaatkan waktunya untuk menaati dan beribadah kepada Rabb-nya, maka dengan itu ia menjadi layak untuk masuk surga. Ibnu al-Qayyim رحمه الله berkata:
وَقْتُ الإِنْسَانِ هُوَ عُمُرُهُ فِي الْحَقِيقَةِ، وَهُوَ مَادَّةُ حَيَاتِهِ الأَبَدِيَّةِ فِي النَّعِيمِ الْمُقِيمِ، وَهُوَ يَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ، فَمَا كَانَ مِنْ وَقْتِهِ لِلَّهِ وَبِاللَّهِ فَهُوَ حَيَاتُهُ وَعُمُرُهُ، وَغَيْرُ ذٰلِكَ لَيْسَ مَحْسُوبًا مِنْ حَيَاتِهِ، وَإِنْ عَاشَ فِيهِ عَيْشَ الْبَهَائِمِ
“Waktu seseorang pada hakikatnya adalah umurnya. Ia merupakan modal kehidupannya yang abadi dalam kenikmatan yang kekal. Waktu berlalu secepat awan yang melintas. Maka waktu yang diisi karena Allah dan bersama Allah itulah yang benar-benar menjadi kehidupan dan umur seseorang. Adapun selain itu, tidak terhitung sebagai bagian dari hidupnya, meskipun ia menjalaninya seperti kehidupan hewan."
فَإِذَا قَطَعَ وَقْتَهُ فِي الْغَفْلَةِ وَالسَّهْوِ وَالأَمَانِيِّ الْبَاطِلَةِ، وَكَانَ خَيْرُ مَا قَطَعَهُ بِهِ النَّوْمُ وَالْبَطَالَةُ، فَمَوْتُ هٰذَا خَيْرٌ لَهُ مِنْ حَيَاتِهِ
"Jika seseorang menghabiskan waktunya dalam kelalaian, kelengahan, dan angan-angan kosong, sementara bagian terbaik dari waktunya hanyalah untuk tidur dan bermalas-malasan, maka kematian orang seperti ini lebih baik baginya daripada kehidupannya,” tambahnya.
Karena pentingnya waktu, Allah Ta‘ala bersumpah dengannya pada permulaan beberapa surah dalam Al-Qur’an. Allah tidak bersumpah kecuali dengan sesuatu yang agung, agar perhatian manusia tertuju pada pentingnya waktu sehingga mereka memanfaatkannya untuk ketaatan kepada Rabb mereka.
Orang yang merenungi Kitabullah akan mendapati bahwa Allah bersumpah dengan waktu-waktu yang paling mulia dan utama dalam sehari semalam.
Allah Ta‘ala berfirman:
وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى وَالنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّى
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan demi siang apabila tampak terang.” (QS. Al-Lail: 1–2)
Dan firman-Nya:
وَالْفَجْرِ * وَلَيَالٍ عَشْرٍ
“Demi fajar, dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1–2)
Dan firman-Nya:
وَالضُّحَى * وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى
“Demi waktu dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi.” (QS. Adh-Dhuha: 1–2)
Serta firman-Nya:
وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.” (QS. Al-‘Ashr: 1–2)
Imam Ibnu Katsir رحمه الله menjelaskan: “Yang dimaksud dengan al-‘ashr adalah waktu, yaitu masa terjadinya berbagai aktivitas manusia, baik perbuatan baik maupun buruk.
Firman Allah, ‘Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian’, maksudnya setiap manusia yang sibuk berdagang, berusaha, dan menghabiskan umur untuk urusan dunia berada dalam kekurangan dan penyimpangan dari kebenaran hingga ia meninggal. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Mereka berada dalam keuntungan, bukan kerugian, karena mereka beramal untuk akhirat dan tidak disibukkan oleh urusan dunia hingga melalaikan mereka darinya.”
Hikmah Silih Bergantinya Siang & Malam
Allah Ta‘ala menjadikan malam dan siang silih berganti, yang satu menggantikan yang lain, agar keduanya dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat Rabb-nya dan oleh mereka yang ingin bersyukur kepada Allah Ta‘ala. Allah berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
“Dan Dialah yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau ingin bersyukur.” (QS. Al-Furqan: 62)
Allah Ta‘ala juga memerintahkan kita untuk mengisi waktu-waktu yang paling penting di malam dan siang dengan ketaatan dan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman:
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah salat dari tergelincirnya matahari hingga gelapnya malam, dan (dirikan pula) salat Subuh. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan.” (QS. Al-Isra’: 78)
Ibnu al-Jauzi رحمه الله menjelaskan dalam tafsirnya: “Yang dimaksud dengan ad-duluk adalah tergelincirnya matahari, yaitu condongnya matahari dari tengah langit ke arah terbenam.
Az-Zajjaj dan Abu ‘Ubaidah mengatakan bahwa makna firman Allah Ta‘ala ‘Dirikanlah salat dari tergelincirnya matahari hingga gelapnya malam’ adalah salat Dzuhur, ‘Ashar, Magrib, dan Isya. Adapun firman-Nya ‘dan (dirikan pula) salat Subuh’ maksudnya adalah shalat Subuh. Shalat Subuh disebut sebagai Qur’an al-Fajr karena di dalamnya terdapat bacaan Al-Qur’an, dan disebut disaksikan karena disaksikan oleh para malaikat.”
Orang yang tidak memanfaatkan umur dan waktunya untuk menaati Rabb-nya akan mengalami penyesalan yang panjang. Ketika sakaratul maut datang kepadanya, ia akan berharap dapat kembali ke dunia untuk mengerjakan amal-amal saleh. Namun harapan itu tidak akan terwujud, karena waktu yang telah ditentukan baginya telah berakhir dan saat kepergiannya telah tiba. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]