Oleh: Syarif Hidayat, M.Pd.I
(Ketua PW Pemuda Persis Jabar, Mahasiswa Program Doktor Universitas Ibnu Khaldun)
Sahabat VOA-Islam yang Shalih dan Shalihah…
Sebuah ironis di negeri mayoritas Muslim sejagat, bahwa pemerintah berkeinginan untuk memantau materi khutbah para ustadz dan ulama negeri ini. Betapa tidak! Semestinya para pemangku kebijakan negeri ini bersyukur dan berterima kasih kepada para dai Muslim yang telah mencerahkan kaum muslim sehingga umat mengerti akan hak dan kewajibannya, selaku orang yang beriman ataupun selaku individu dalam sebuah komunitas bangsa yang besar. Bukan malah dicurigai sebagai biang keladi kebobrokan moral bangsa.
Seharusnya mereka sadar diri, justru pemerintah yang acapkali merusak pola pikir dan perilaku masyarakat. Faktanya, kemarin keluar buku pendidikan kewarganegaraan yang mengajarkan pacaran bagi siswa-siswi SMP. Padahal, untuk urusan yang satu ini, jangankan dianjurkan, dilarang saja oleh para ustadz, masih saja banyak orang melanggarnya, apalagi jika dibiarkan buku tersebut beredar luas, niscaya para penikmat pacaran akan mendapatkan ‘legitimasi’ dari pihak sekolah dan pemerintah. Tidakkah pemerintah memahami firman Allah yang berbunyi:
الر، كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ [إبراهيم: 1]
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Ibrâhim, ayat 1).
Dan firman-Nya:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ [آل عمران: 110]
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Âli Imrân, ayat 110)
Bahkan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengancam bagi orang yang meninggalkan aktivitas dakwah dan amr ma’ruf wa nahyi munkar dengan akan diturunkannya siksa demikian:
عن عبدِ الله بن مسعودٍ، قال: قال رسولُ الله - صلَّى الله عليه وسلم -: "إن أول ما دخل النَّقصُ على بني إسرائيل كان الرجل يَلقَى الرَّجلَ فيقول: يا هذا اتَّقِ اللهَ ودَعْ ما تصنعُ، فإنّه لا يحلُّ لك، ثم يلقاهُ من الغدِ، فلا يمنعُهُ ذلك أن يكون أكِيلَهُ وشَرِيبَهُ وقَعِيدَهُ، فلما فعلوا ذلك ضَرَبَ الله قلوبَ بعضهم ببعض" ثم قال: {لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ} إلى قوله: {فَاسِقُونَ} [المائدة:78 - 81] ثم قال: كلا والله، لتأمرنَّ بالمعروف ولتنهَوُنَ عن المنكَر، ولتأخُذُنَّ على يدَي الظَّالم، ولتأطِرُنَّه على الحق أطراً، ولتقصُرُنَّه على الحقِّ قصرا.ً -- رواه أبو داود في سنن أبي داود ت الأرنؤوط (6/ 391 رقم 4336) –
Dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata, "Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Kemaksiatan pertama kali yang terjadi pada bani Isra'il adalah ketika seorang laki-laki berjumpa seorang laki-laki lain, ia berkata, ‘Wahai saudaraku, bertakwalah kepada Allah, tinggalkan apa yang telah engkau lakukan, karena itu tidak halal untuk kamu lakukan!’ Kemudian keesokan harinya ia berjumpa lagi dengannya, namun perbuatan maksiat yang ia larang (kepada temannya) tidak mencegah dirinya untuk menjadikannya sebagai teman makan dan minum serta duduknya (yakni ikut bersama dalam kemaksiatan), maka ketika mereka melakukan hal itu, Allah menghitamkan hati sebagian mereka karena sebab sebagian yang lain. Kemudian beliau membaca: ‘Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan 'Isa putera Maryam’ hingga firmannya: ‘orang-orang yang fasik '. Kemudian beliau bersabda, "Demi Allah! hendaklah kalian benar-benar memerintahkan kebaikan, mencegah kemungkaran dan mencabutnya dari tangan orang zhalim lalu mengambalikannya (membelokkannya) kepada kebenaran serta konsisten terhadap kebenaran itu." (H.R. Abu Daud).
Untuk itu, pemerintah seyogianya mengayomi para pendakwah karena mereka merupakan orang-orang yang berjasa dalam menjaga akhlak masyarakat dan turunnya adzab dari Allah. Bukan sebaliknya, aktivitas mereka dicurigai dan diawasi sehingga terkesan para dai sebagai penyebar fitnah di tengah-tengah masyarakat.
Kalaupun ada sebagian dai yang suka mengkritik kebijakan pemerintah di mimbar-mimbar, itu sejatinya sarana mengingatkan pemangku kebijakan supaya kembali ke jalan yang diridhai Allah Ta’âlâ. Dan jumlah dai yang seperti ini sebenarnya tidak signifikan dibanding keumuman para dai yang selalu mengajak kepada jalan yang baik dan mencegah dari perbuatan jahat dan jelek dengan cara-cara yang bijaksana dan nasehat terbaik. Hal ini sebetulnya telah dinyatakan di dalam al-Qur’an demikian:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ [النحل: 125]
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. al-Nahl, ayat 125)
Jadi, dari sisi mana pemerintah berkepentingan memantau materi dakwah para dai dan ulama, apakah mereka ingin mengembalikan suasana umat ke zaman dulu, dimana bila ada seorang dai yang mengkritik pemerintah maka dengan mudah dan tanpa prosedur apapun boleh ditangkap dan dibui? Yang jelas, tolong pemerintah jangan menganggap bahwa para dai dan ulama yang telah berjasa membawa keberkahan di tengah-tengah umat sebagai biang kerok kerusakan moral masyarakat. Coba intropeksi diri! Wallâhu a’lam. [syahid/voa-islam.com]