Uswah Hasanah
Kita mengimani bahwa uswah hasanah (suri teladan) untuk umat ini adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Sunnah beliau adalah hakim bagi yang sunnah-sunnah yang lain. Dan apabila sunnah beliau sudah terbukti keshahihannya tak boleh ditolak karena perkataan seseorang.
Allah Ta'ala berfirman, QS. Al-Ahzab: 21,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Allah telah menjadikan bukti kecintaan kepada-Nya dengan mengikut sunnah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam, QS. Ali Imran: 31,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Al-Qur'an memperingatkan agar jangan menyalahi perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, karena akan menyebabkan terjadinya fitnah dan tertimpa adzab yang pedih, QS. An-Nuur: 63,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang pedih."
Dan apabila sunnah beliau sudah terbukti keshahihannya tak boleh ditolak karena perkataan seseorang
Para fuqaha' dan ulama memahami hal ini. Mereka tidak menulis dan membukukan kitab-kitab fikih mereka agar menjadi wahyu sepeninggal Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka tidak pula mengklaim ijtihad (Usaha menyimpulkan hukum) mereka terbebas dari kesalahan ('ishmah). Sebagaimana juga, mereka tidak ngotot dengan pendapat mereka yang bertentangan dengan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dalam hal ini mereka memiliki pernyataan yang layak dijadikan renungan oleh ulama sesudahnya, di antaranya:
• Ibnu Abbas radliyallah 'anhu berkata, "Saya khawatir dalam waktu dekat kalian akan tertimpa hujan batu dari langit! Saya sampaikan kepada kalian Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, tapi kalian membantahnya dengan: 'Abu Bakar dan Umar telah berkata'."
• Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata: "Perkataan kami ini adalah ra'yu (pendapat), sebuah ketetapan terbaik yang telah kami buat. Siapa yang mampu menghadirkan kepada kami pendapat yang lebih baik, berarti dia lebih benar dari kami."
Ada seorang berkata pada beliau, "Wahai Abu Hanifah, fatwa anda ini tidak diragukan lagi kebenarannya." Beliau menjawab: "Demi Allah, saya tidak tahu, boleh jadi itu adalah kebatilan yang tak diragukan lagi."
Kemudian Zufar berkata: "Saya, Abu Yusuf, dan Muhammad bin al-Hasan bergegas kepada Abu Hanifah. Kami menulis pelajaran dari beliau. Pada suatu hari beliau berkata kepada Abu Yusuf, "Ehh Ya'kub, jangan tulis semua yang engkau dengar dariku. Sebab boleh jadi pendapatku hari ini aku tinggalkan esok hari. Dan pendapatku esok hari aku tinggalkan lusanya."
• Imam Malik rahimahullah berkata: كُلُّ أَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ إِلاَّ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم "Setiap orang bisa diambil dan dibuang ucapannya, kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam."
• Beliau berkata lagi: "Hal terberat yang kurasakan yaitu ketika aku ditanya tentang masalah halal dan haram, karena ia adalah keputusan dalam hukum Allah. Saya mendapati para ahli ilmu dan ahli fiqih di negeri kami, jika salah seorang mereka ditanya tentang sesuatu seolah-olah maut mengintai mereka. Dan saya melihat ulama di zamanku ini gemar berkata (berpendapat) dan berfatwa. Seandainya mereka merenungkan akibatnya di akhirat kelak, niscaya mereka akan sedikit berbicara dan berfatwa."
"Setiap orang bisa diambil dan dibuang ucapannya, kecuali Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Imam Malik
• Dari ar-Rabi' bin Sulaiman rahimahullah: "aku mendengar imam Syafi'i, ketika ada seseorang bertanya padanya, berkata: 'Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau telah bersabda begini dan begitu.' Kemudian laki-laki tadi berkata: 'Hai Abu Abdillah, apakah engkau menjawab dengan jawaban ini?.' Tiba-tiba Imam Syafi'i gemetar, wajahnya pucat dan berubah, lalu berkata: 'Bumi mana yang dapat menampungku dan langit mana yang dapat menaungiku apabila aku meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan aku tidak berkata, Ya kami mendengar dan kami taat sepenuhnya."
• Ar-Rabi' berkata lagi, aku medengar imam Syafi'i berkata, "Tak seorangpun kecuali sesuai dengan sunnah Rasulullah atau menyimpang. Bagaimanapun juga engkau mengeluarkan satu pendapat dan merumuskan satu kaidah, tapi ada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam masalah itu yang menyalahi pendapatmu. Maka yang benar adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan itulah pendapatku. Imam Syafi'i senantiasa mengulang-ulang perkataan ini."
• Imam Hakim dan Baihaqi meriwayatkan dari Imam Syafi'i , beliau berkata:
إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُُوَ مَذْهَبِيْ
"Jika hadits itu shahih maka itulah madzhabku." Dalam riwayat lain, "jika kalian mendapati pendapatku bertentangan dengan hadits, maka amalkan hadits itu dan lemparkan pendapatku ke dinding." Pada suatu hari beliau berkata kepada al-Muzani: "Hai Abu Ibrahim, janganlah engkau ikuti setiap pendapatku dan lihatlah masalah itu pada dirimu sendiri, karena hal itu agama."
"Jika hadits itu shahih maka itulah madzhabku." Imam asy-Syafi'i
• Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata: "Tak seorang pun memiliki hak berpendapat bersama Allah dan rasul-Nya." Beliau juga pernah berkata kepada seseorang: "Janganlah engkau bertaklid (membebek) kepadaku, tidak pula kepada Malik, al-Auza'i, an-Nakha'i, dan yang lainnya. Ambillah hukum darimana mereka mengambil, yaitu dari al-Qur'an dan as-Sunnah."
Bersambung . . . . . Insya Allah
Klik DI SINI untuk membaca edisi sebelumnya
(PurWD)