Cairo (voa-islam.com) Tokoh ulama Muslim terkemuka, Sheikh Yusuf al -Qardhawi mengundurkan diri dari Dewan Ulama Senior Al - Azhar , lembaga tertinggi yang memiliki otoritas dalam memutuskan fatwa. Qardhawi mengundurkan diri, karena Al-Azhar telah menjadi "stempel" rezim militer Mesir yang tangannya berlumuran darah rakyat Mesir, Senin, 2/12/2013.
Dalam sebuah pernyataan, al- Qardhawi mengatakan pengunduran dirinya bertujuan memposisikan dirinya sebagai ulama yang bebas, dan tidak terikat lagi dengan Al-Azhar.
"Pengunduran diri saya bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat Mesir, tidak kepada Mufti al-Azhar", kata al- Qardhawi. Sheik Qardhawi menjabat sebagai Presiden Uni Internasional untuk Cendekiawan Muslim, dan berulangkali mengkritik tindakan rezim militer Mesir yang sangat brutal melakukan pembantaian terhadap rakyat Mesir.
Qardhawi sebagai lama terkemuka itu, menegaskan bahwa jabatan imam Al-Azhar yang sejajar dengan Presiden telah dirampas oleh kudeta militer", ujar Qardhawi.
Mufti Al-Azhar Ahmed Tayeb secara terbuka mendukung penggulingan terhadap Presiden Mesir Mohammad Mursi oleh militer 3 Juli 2012. Mursi merupakna presiden pertama yang dipilih secara bebas rakyat Mesir, dan memenangkan dukungan suara lebih 60 persen.
Al-Qaradawi menjadi penentang rezim militer Mesir yang menggulingkan Presiden Mursi dan berulang kali mengecam penguasa baru yang didukung militer Mesir. Qardhawi merupakan tokoh ulama yang lahir dari Gerakan Jamaah Ikhwan, dan generasi kedua sesudah Hasan al-Banna.
Para ulama yang berada di negara-negara Teluk, terutama di Qatar mengecam kegagalan Mufti al-Azha al-Tayeb untuk mengundang anggota Ikatan Cendekiawan Dewan Senior untuk bertemu "dalam rangka menentang pembantaian baru-baru ini, dan insiden serius yang telah menghancurkan rakyat Mesir, terutama aksi pembantaian yang berlangsung di Rabaa dan Nahda".
Pada tanggal 14 Agustus, ribuan demonstran pro-Mursi tewas, ketika pasukan keamanan dengan kekerasan membersihkan aksi damai yang berada Rabaa al - Adawiya dan Nahda. Pasukan militer Mesir seperti membantai binatang, tanpa mengenal belas kasihan menembakkan senjata kearah para demonstran.
Inilah sejarah paling kelam di Mesir sejak negara Spinx itu merdeka. Anehnya, tindakan pembantaian yang sangat biadab itu, atas perintah Raja Arab Saudi, Abdullah, dan sekarang Arab Saudi memberikan bayaran kepada Jendral Abdul Fatah al-Sissi berupa uang tunai $ 5 miliar dollar.
Arab Saudi dan Raja Abdullah lebih takut Jamaah Ikhwan, dibandingkan dengan Zionis-Israel dan Syi'ah. Tidak ada sebutir pelurupun dari Kerajaan Arab Saudi yang mengenai tentara Zionis-Israel, sementara terhadap aktivis Gerakan Islam, seperti Ikhwan, senjata mereka dengan mudah dimuntahkan. af/hh