JERUSALEM (voa-islam.com) - Sekelompok mantan analis intelijen militer di Israel yang menyisir melalui situs-situs jihad dan bahan open source lainnya telah menghasilkan estimasi baru tentang fenomena yang berkembang dari pejuang asing yang mengobarkan perang sipil di Suriah. Data mereka menunjukkan bahwa petempur asing Syi'ah yang bertempur di Suriah sebenarnya melebihi jumlah dari mujahidin Sunni yang memerangi Bashar Al-Assad.
Menurut studi yang dirilis pekan ini oleh Meir Amit Intelijen dan Informasi Center di Tel Aviv, saat ini ada 6.000 sampai 7.000 mujahidin asing Sunni di Suriah memerangi pasukan yang setia kepada Presiden Bashar Al-Assad. Sementara jumlah militan asing Syi'ah yang berjuang atas nama Assad diperkirakan berjumlah 7.000 hingga 8.000 orang.
Suriah telah muncul sebagai magnet kuat bagi para relawan asing dari mujahidin Sunni maupun petempur Syi'ah dalam pertempuran baik menentang maupun membela rezim Assad, dalam apa yang tampak sebagai perang proxy antara Muslim Sunni - penganut Syi'ah.
Sebagian besar para mujahidin Sunni - sekitar 4.500 orang - diduga berasal dari Timur Tengah dan Afrika Utara, khususnya Libya, Tunisia dan Arab Saudi. Beberapa pejuang paling berpengalaman berasal dari Irak, di mana mereka mengurangi kekuatan mereka mengobarkan perang gerilya dan kampanye melawan pemerintahan Syi'ah Irak selama dan setelah penjajahan yang dipimpin AS.
Lebih dari 1.000 berasal dari Eropa Barat, terutama Belgia, Inggris, Perancis, Belanda dan Jerman, menurut laporan tersebut. Banyak dari mereka merupakan anak-anak imigran Muslim generasi kedua dan kadang-kadang generasi ketiga, terutama warga Eropa keturunan Maroko. Beberapa ratus adalah warga Chechnya.
Para peneliti menemukan bukti hanya beberapa lusin yang direkrut dari Amerika Serikat dan Kanada. Selain itu, perang di Suriah tampaknya telah menginspirasi partisipasi hanya segelintir dari warga Palestina dari Jalur Gaza dan Tepi Barat yang dijajah Israel.
Reuven Erlich, seorang pensiunan kolonel di direktorat intelijen militer Israel dan sekarang direktur pusat penelitian yang menghasilkan laporan tersebut mengatakan dia terkejut betapa cepat jumlah pejuang asing meningkat sejak pertengahan 2013.
"Kami terkejut dengan kecepatan dan kedalaman fenomena tersebut pada tahun 2013 dibandingkan dengan 2012," kata Erlich. "Dan kita bahkan belum mulai melihat akhir dari semua ini."
Para peneliti menemukan bahwa 7.000 sampai 8.000 militan Syi'ah asing tambahan bertempur di Suriah atas nama pemerintah Assad, termasuk pada waktu tertentu "beberapa ribu" anggota kelompok militan Syi'ah bersenjata Hizbullah yang berbasis di Libanon.
Negara "pensuplai" milisi Syi'ah
Para peneliti Israel itu tidak menyebutkan negara mana saja yang "mensuplai" para petempur Syi'ah yang datang untuk membantu Assad memerangi mujahidin oposisi Sunni, namun seperti diketahui, negara Syi'ah Iran dan Irak serta Libanon adalah pembela utama Bashar Al-Assad yang secara terang-terangan dan rahasia mengirimkan pasukannya ke Suriah.
Pada bulan April 2013 militan Syi'ah bersenjata asal Libanon, Hizbullah, secara terang-terangan, setelah sebelumnya diam-diam, mengirim ribuan pasukannya untuk membantu Bashar Al-Assad.
Tidak seperti lelompok militan Syi'ah Hizbullah yang mengakui terang-terangan mengirimkan pasukan ke Suriah, Iran yang kerap membantah keterlibatan mereka dalam konflik di Suriah, secara diam-diam mengirimkan para anggota Garda Revolusi ke Suriah. Bukti keterlibatan Garda Revolusi Iran di Suriah terlihat dengan tewasnya para anggota dan komandan dari korps pasukan elit iran tersebut di tangan mujahidin Suriah.
Selain itu dari Garda Revolusi Iran dan milisi Syi'ah bersenjata Hizbullah Libanon, rezim Assad juga mendapatkan bantuan dari milisi Syi'ah Irak yang tergabung dalam Brigade Abu Fadl Al-Abbas. Anggota brigade ini berasal dari mantan kombatan milisi Syi'ah Irak yang mengungsi ke Suriah ditambah milisi Syi'ah Irak yang menyebrang ke Suriah.Selain dari ketiga negara tersebut warga Syi'ah dari beberapa negara lainnya juga ikut andil dalam pertempuran di Suriah, termasuk mungkin juga warga Syi'ah dari Indonesia.
Sebagaimana diberitakan laman Merdeka Online Rabu (15/8/2012), beberapa warga Indonesia alumni Suriah di Bandung menyatakan bakal merekrut relawan perang selepas Lebaran. Para alumni Suriah tersebut berencana mengirim tenaga tempur atau sosial buat melawan kekuatan asing (mujahidin Sunni-Red) yang dianggap mengganggu kedaulatan negeri itu.
Merdeka Online mengutip seorang warga Bandung bernama Arafah Muhammad, yang merupakan juru bicara gerakan 'Suka Suriah' mengatakan bahwa: "Target kami merekrut seratus orang sehabis Lebaran nanti, saat ini kami sedang mengkader beberapa teman," kata Arafah saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya.
Arofah, bersama empat rekannya saat itu telah menyebar undangan berperang melawan kelompok yang disebutnya sebagai pemberontak yang didanai asing, tulis Merdeka Online.
Dia mengaku Presiden Basyar al-Assad yang dianggap penjahat perang karena membunuhi rakyat sipil di media internasional hanyalah korban fitnah. Pria mengaku alumnus Universitas Damaskus pada 2000 ini menilai pemerintahan Suriah sangat ideal. Perang saudara setahun terakhir hanyalah operasi intelijen Amerika Serikat dan Israel.
Pada undangan tersebar di pelbagai milis itu, gerakan 'Suka Suriah' menyebut relawan perang harus berusia minimal 18 tahun dan mendapat izin dari orang tua atau pasangan bagi yang telah menikah. Mereka juga harus menyertakan keterangan hendak bertempur atau membantu pengungsi. Arafah mengaku percaya banyak warga Indonesia akan mengikuti ajakan kelompoknya. "Di Indonesia banyak pecinta kebenaran," kata dia.
Pria 35 tahun yang sehari-hari menjadi pengantar turis ini mengaku tidak akan kesulitan mengirim relawan ke negara tengah berkonflik itu. "Suriah sudah seperti negara kedua, jadi saya tahu celah untuk mengurus visa dan mengirim orang masuk ke sana," kata Arafah.
Meski tidak dijelaskan bahwa Arofah adalah penganut Syi'ah, namun dari alasan yang dia kemukakan, dapat dengan jelas disimpulkan ada di sisi mana Arofah dan kelompok. Bagi Muslim Sunni, sudah pasti keberpihakan mereka kepada Mujahidin Sunni yang memerangi Bashar Al-Assad, sementara penganut Syi'ah juga pasti akan mati-matian membela Assad untuk tetap mempertahankan kekuasaan. (st/wp,rmol)