BAGDAD (voa-islam.com) - Pemimpin Syiah Irak Muqtada al-Sadr mengumumkan bahwa ia berhenti dari politik, dan semua kantornya di seluruh negeri akan ditutup secara permanen.
“Saya mengumumkan bahwa tidak akan campur tangan dalam politik, dan tidak ada blok di parlemen mewakili kita, baik setiap pos resmi dalam maupun di luar pemerintahan atau parlemen”, kata al- Sadr dalam sebuah pernyataan online, 17/2/2014.
Dia juga mengatakan bahwa semua kantornya akan ditutup “baik di tingkat agama, sosial atau politik” Namun, kata dia, saluran telivisi satelit, Al - Adwaa dan stasiun radio Quran akan tetap melakukan siaran terbuka.
Dalam pernyataannya, ia dikaitkan keputusannya untuk “melestarikan reputasi keluarga al - Sadr ... dan untuk menghindari hasutan apapun ... di dalam atau di luar Irak “, tambah al-Sadr, tanpa merinci lebih lanjut. Keputusan itu sebagai, “Cara membantu mengakhiri penderitaan rakyat Irak, dan keluar dari situasi politik yang penuh dengan konflik akhir-akhir ini “, tambah pernyataan itu .
Pernyataan itu terjadi menyusul protes atas undang-undang baru yang disahkan oleh parlemen Irak, untuk meningkatkan jaminan pensiun bagi pegawai negeri sipil, dan terjadinya demonstran yang menuduh anggota parlemen dan pejabat tinggi menggunakan undang-undang mengamankan haknya yang menguntungkan diri mereka sendiri .
Sementara itu, Blok anggota parlemen Al - Sadr memberikan suara mendukung undang-undang yang kontroversial. Namun, kemudian enam anggota parlemen Irak dari blok berafiliasi dengan pemimpin Syiah Muqtada al - Sadr mengumumkan hari Minggu mereka telah mengundurkan diri dan akan mundur dari politik mengikuti jejak pemimpin Syiah itu.
Keenam anggota parlemen mengumumkan keputusan mereka secara terpisah dalam serangkaian konferensi pers di markas parlemen Irak di Baghdad , dan menyatakan bahwa mereka menarik diri dari kehidupan politik sebagai solidaritas dengan al- Sadr.
Keenam anggota parlemen mengumumkan bahwa mereka tidak akan menghadiri sesi parlemen mendatang dan mereka tidak akan ikut serta pemilu parlemen mendatang seperti yang direncanakan.
Situasi di Irak semakin tidak menentu, terutama pemerintahan Nuri al-Maliki yang semakin lemah, dan Irak terus berada dalam pusaran konflik dengan golongan Sunni yang merasa disingkirkan dan dihancurkan oleh al-Maliki yang menjadi kaki tangan Amerika.
Al-Sadr nampaknya ingin menghindari situasi politik yang semakin porak-poranda di Irak. Sementara itu, Provinsi Anbar, kota Falujah, Ramadi, Karamah telah jatuh ke tangan kelompok pejuang Irak, ISIL. (afgh/wb/voa-islam.com)