CAIRO (voa-islam.com) - Kelompok 'Tamarud' (pemberontak) yang mendukung militer menggulingkan Presiden Mohammad Mursi, kemudian beberapa pemimpin gerakan Tamarud pecah, dan memisahkan diri, serta mengatakan militer mengancam demokrasi .
Perpecahan dalam Tamarud (Pemberontak) merupakan tanda kemarahan publik terhadap pemerintah yang didukung militer. Kemarahan itu tak lama setelah Marsekal Abdul Fattah al-Sisi berhasil menggulingkan Mursi pada bulan Juli lalu.
Sekarang kelompok Tamarud yang baru, membuat petisi, dan Tamarud - mengorganisir aksi protes terhadap terhadap militer. Sementara, kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) mengkritik tindakan keras negara terhadap Mursi dan Ikhwanul Muslimin, di mana militer melakukan pembunuhan massal, melakukan penangkapan ribuan pendukung Morsi, dan penyiksaan secara sistematis.
"Kami ingin tentara menggulingkan Mursi, tidak mengambil alih kekuasaan itu sendiri", kata Mohamed Fauzi, pemimpin faksi sempalan yang menamakan dirinya "Tamarud 2". "Peran militer adalah untuk melindungi dan menjaga negara, bukan untuk memerintah", tegasnya.
Marsekal Abdul Fattah al-Sisi sekarang diharapkan oleh kalangan militer mencalonkan diri sebagai presiden dan menghidupkan kembali "Pan Arabisme" sebagai tradisi militer bagi bangsa Arab. Sebagian para pendukung al-Sissi sebagai penyelamat nasional.
Tapi gelombang penahanan dan pembunuhan massal demonstran telah mendorong mantan pemimpin Tamarud, kemudian berbalik melawan pasukan tentara dan keamanan. Meskipun risiko meningkatnya perbedaan sikap diinternal Tamarud dna rakyat Mesir.
"Kami melihat kembalinya negara polisi, tetapi dengan wajah-wajah baru", kata Fauzi. Mesir menjadi negara polisi", mirip kehidupan di zaman Hosni Mubarak. Rezim militer dibawah al-Sissi mengembalikan situasi politik kembali menjadi otokrat pada tahun 2011.
"Tamarud 2" juga menuduh Tamarud berbohong tentang jumlah kekuatan anti-Presiden Mursi, di mana kelompok Tamarud mengklaim jumlah hanya 8,5 juta, bukan 22 juta. Klaim bahwa tandatangan kekuatan yang menandatangani menentang Mursi sebanyak 22 juta itulah adalah bohong, ujar pemimpin "Tamarud 2", ujar Fauzi.
Pemimpin "Tamarud 2" Fawzi (25), kelompok yang memisahkan diri dari Tamarud itu, mengatakan Tamarud 2 memiliki sekitar 400 anggota, dalam kampanyenya mengajak rakyat Mesir memilih presiden dari sipil, dan menentang militer.
"Membebaskan pikiran Anda untuk membebaskan bangsa Anda",ujar Hasan, pemimpin "Tamarud 2". Tentara dan polisi telah membunuh ribuan pendukung Mursi, menahan puluhan ribu lainnya, ratusan pemimpin Ikhwan dalam penjara, termasuk Presiden Mursi. Mesir kembali ke sistem "drakula", dan sangat menakutkan bagi rakyat Mesir. "Militer yang berkuasa selama lebih dari 60 tahun, tidak ingin meninggalkan kekuasaannya", kata pemimpin "Tamarud 2" Mohammad Aly.
"Saya merasa bawah pendudukan militer", tambahnya, dan berusaha menahan air mata. "Saya tidak lagi merasa tentara ini adalah tentara rakyat Mesir, ketika melihat tank yang dihadapi warga di jalanan. Ini membuat kami takut", tambahanya.
"Kami akan terus berjuang bagi rezim sipil yang mengimplementasikan demokrasi sejati, yang kita sekarang bermimpi dan yang akan membuat Mesir tempat yang lebih baik bagi anak-anak kita , " kata juru bicara "Tamarud 2" Maha Al - Badiny .
"Kita tahu banyak orang takut berbicara dan mengatakan apa yang mereka benar-benar percaya, tapi kita yakin masih banyak rakyat Mesir yang menginginkan kebebasan", katanya. "Seseorang harus dapat mengalahkan rasa takut, dan berbicara dengan bebas. Itu akan mendorong orang, dan itu adalah apa yang kita lakukan".
Kelompok Tamarud adalah kalangan sekelur dan liberal yang mendukung militer melakukan penggulingna terhadap Mursi. Sekarang mereka merasakan pahitnya dibawah rezim militer. Perjuangan mereka menggulingkan Mubarak, menjadi sia-sia, karena sekarang Mesir berada di bawah rezim militer kembali, dan kehidupan rakyat dibawah telapak kaki "sepatu lars". Sungguh mengerikan hidup di Mesir. (afgh/wb/voa-islam.com)