View Full Version
Rabu, 26 Feb 2014

Protes Ceramah Prof. Mahfud MD di Wisma Haji Batam

SUKOHARJO (voa Islam) – Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan saat ini ada tiga gerakan ideologi yang mengancam keutuhan NKRI. Pertama, gerakan ideologis yang sangat aktif, yang menginginkan agar negara Indonesia menjadi negara seperti di zaman kesultanan atau kekhalifahan Turki Usmani. Kedua, gerakan yang menginginkan agar negeri ini seperti negara mullah di Iran. Sedangkan yang ketiga adalah gerakan Wahabi yang ingin menggusur paham Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.

"Ketiga gerakan ini sangat berbahaya karena jelas-jelas merongrong eksistensi NKRI," kata Mahfud dalam acara Silaturrahim DPW PKB Provinsi Kepulauan Riau dan DPC PKB se-Kepulauan Riau di Wisma Haji Batam, Jumat (21/2), seperti dilansir Antara."

Inilah nampaknya cara kotor yang dimainkan orang untuk mendapatkan ambisi sebagai Presiden NKRI. Yakni dengan menjual segala problematika bangsa dan menimpakan sumber masalah kepada kelompok diluar afiliasinya. Ia dan kelompoknya selalu merasa paling benar, paling bersih, paling suci dan paling banyak berbuat ‘baik’ untuk bangsa ini sedangkan kelompok diluar mereka adalah ‘nothing’ bahkan kambing hitam dari segala permasalahan bangsa.

Dan sebenarnya itulah watak kaum Ahlul Kitab (Nashrani dan Yahudi) dan orang-orang yang jahil (tidak berilmu) sebagaimana dimaktubkan Alloh Azza wa Jalla dalam Qur-an surat Al Baqoroh ayat ke 113. Sebuah watak yang menjadi dasar munculnya sikap arogan dan basis kezhaliman manakala kekuasaan ada di tangan mereka. Pelajarilah sejarah, bagaimana kaum Imperialis dan Salibis Barat menjajah negri-negri muslim, watak keji ini niscaya ditemukan pada mereka.

Mbok kalau mau jadi orang nomor satu di negri ini, cukup buktikan dengan integritas dan kapabilitas serta kerja-kerja nyata daripada omong sana-sini yang justru menyingkap kekerdilan diri dan arogansi kelompoknya ?

Revolusi Tidak Selalu Salah

Siapapun yang peduli dengan nasib bangsa ini pastinya sadar. Sistem politik yang dibangun selama ini tidak lebih hanya meneruskan penjajahan. Berbagai aset dan kekayaan negri ini justru diberikan kepada kekuatan-kekuatan (korporasi) asing melalui ‘produk-produk’ hukum yang disahkan melalui mekanisme sistim yang ada.

... Jangan menunggu anarki dan brutalisme lahir serta mewarnai perubahan. Hingga dicatat sejarah ketika Revolusi Perancis bergulir muncul idiom: “ Gantung Raja Terakhir dengan Usus Pendeta Terakhir!” Idiom ini lahir tidak ujug-ujug, teriakan ini mengemuka saat penguasa yang zhalim dilegalkan tindak-tanduk keserakahannya oleh tokoh dan institusi agama yang mengatasnamakan kebenaran Tuhan ...

Maka, tidak ada jalan lain, ideologi negara yang hanya menjadi tameng kerakusan dan kezhaliman penguasa negri harus segera dirubah secara fundamental dan menyeluruh. Diganti dengan ideologi yang mampu menjangkau dan menghukum setiap unsur penguasa negri yang sebenarnya berkhianat kepada bangsa ini. Bukan saja saat mereka sudah pensiun tapi masih ketika menjabat baru satu hari pun menyimpang, maka hukum sudah bisa menyeret mereka sebagai pesakitan.

Cara semacam itulah yang kemudian dikenal dengan istilah Revolusi. Jangan menunggu anarki dan brutalisme lahir serta mewarnai perubahan. Hingga dicatat sejarah ketika Revolusi Perancis bergulir muncul idiom: “ Gantung Raja Terakhir dengan Usus Pendeta Terakhir!” Idiom ini lahir tidak ujug-ujug, teriakan ini mengemuka saat penguasa yang zhalim dilegalkan tindak-tanduk keserakahannya oleh tokoh dan institusi agama yang mengatasnamakan kebenaran Tuhan.

Kaum yang agamis mestinya melakukan interospeksi diri terhadap peran yang mereka mainkan selama ini dalam masyarakat. Bukan justru mencari celah dari kerumitan permasalahan ummat untuk kemudian diambil keuntungan demi ambisi pribadi dan kelompoknya.

Kaum religius juga jangan mau dijadikan kuda tunggangan bagi mereka yang terbelit hawa nafsu dimana akan terpuaskan sesaat ketika malam pertama menduduki kursi kekuasaan. Keesokan hari hingga selesai masa jabatan hanya mengupayakan wujudnya citra diri sebagai pemimpin yang mengemban amanah penderitaan rakyat. Bullsheet, kata orang Inggris.

Bersatunya ambisi politik dengan kearifan religi yang dibonsai oleh kepentingan kekuasaan hanyalah topeng bagi pelestarian kezhaliman terhadap rakyat kebanyakan dan pembodohan bangsa pada umumnya. That’s right!

Mempersoalkan Wahhabi

Pernyataan sang profesor Mahfud MD soal ‘bahaya’ gerakan Wahhabi bagi NKRI sebenarnya tidak melampui apa yang diungkapkan secara keji oleh orang yang bernama Syekh Idahram dengan menulis buku yang sarat dengan fitnah dan kajian tendensius sangat negatif tentang Wahhabi.

Padahal menurut para Ulama yang tergabung Majelis Ulama Saudi Arabia yang mereka tuduh Wahhabi, sebagaimana diterangkan dalam kitab Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah juz 2, hal 174 berbunyi: “ Wahhabiyah adalah sebuah lafadz yang dilontarkan oleh musuh-musuh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab disebabkan dakwah beliau di dalam memurnikan tauhid, membasmi syirik dan membendung seluruh tatacara ibadah yang tidak dicontohkan dari Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam. Tujuan mereka dalam menggunakan lafadz ini ialah untuk menjauhkan manusia dari dakwah beliau dan menghalangi mereka agar tidak mahu mendengarkan perkataan beliau”.

Kalau prof. Mahfud MD adalah mantan Hakim, mestinya ia terbiasa untuk mau mendengar dan mempertimbangkan pembelaan mereka yang dijadikan tertuduh dan bukan malah condong kepada salah satu pihak yang sekedar memuaskan dirinya. Memberantas syirik, membasmi khurafat, takhayul dan bid’ah adalah tugas kenabian yang harus dijunjung tinggi para Ulama.

Ahlussunnah wal Jama’ah mestilah orang-orang yang mengikut Sunnah Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam dan komitmen dengan metode dalam pemahaman dan amal para Shahabat Nabi ridhwanullohi ‘alaihim ajma’in. Bukan hanya klaim sepihak, mengklaim kebenaran sepihak adalah ciri orang-orang fanatik yang anti terhadap kebenaran itu sendiri.

Yang harus dicatat, bahwa Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah ulama bermazhab Hambali dalam fiqh sebagaimana diakui sebagai salah satu mazhab dalam Ahlussunnah. Jadi aneh, kalau sang prof dan orang sepertinya ngotot hendak mengeluarkan Syekh dari ahlussunnah. Walaupun wajar dalam terminologi sepihak kalangannya namun ‘mosok’ sebegitu saja kwalitas seorang profesor.

Menyoal Khilafah

Kasihan betul sang profesor, seperti tidak tahu bahwa persoalan Khilafah atau Daulah dalam diinul Islam adalah persoalan aksiomatis. Sebuah konsep baku yang tidak pernah dipermasalahkan para Ulama Islam. Justru semestinya dia paham, jika memisahkan kekuasaan dengan Islam adalah tindak sekulerisme yang bisa membuatnya murtad.

Kita tidak perlu berpanjang-panjang, tapi cobalah beli dan pelajari buku Fiqh Islam tulisan Ustadz Sulaiman Rasyid yang diterbitkan Penerbit At Thahiriyah Jakarta. Buku Fiqh paling sederhana ini memuat penjelasan fiqh mulai dari bab Thoharoh dan ditutup dengan bab Khilafah. Profesor yang terbiasa membaca buku-buku berat tentu amat dengan mudah mencerna buku sederhana yang tidak tebal ini.

Satu hal yang benar adalah bahwa kaum yang membenci tegaknya kembali Khilafah Islamiyah adalah mereka juga yang telah bekerja keras menghancurkan khilafah terdahulu. Yakni kalangan Imperialis Salibis dan Zionis Internasional. Kita tidak perlu menjadikan khilafah Turki Utsmani sebagai ideal atau bukan. Yang jelas pemerintahan dan kekuasaan dalam Islam bukan sesuatu yang dibesemestinya nturkan.

Mempermasalahkan Syiah Iran

Ini juga lucu, bukankah banyak kegiatan bahkan ritus yang disakralkan oleh kebanyakan masyarakat bangsa ini justru merupakan bagian dari ritual Syiah? Dan siapa yang ngotot membela-bela kekaprahan itu kalau bukan kalangan nasionalis dengan dalih kearifan lokal semacam pak Profesor ini? Tabarruk kepada kuburan dan penghuni kubur, mengusung Tabut, menghidupkan ritus-ritus aneh pada bulan awal-awal Muharram dan lain sebagainya.

Kalau dengan kacamata nasionalisme ansich, maka seharusnya kaum kebangsaan harus meniru Iran dan mempersetankan agama apapun yang dianutnya. Sebagaimana kita ngotot meniru-niru negara Amerika atau Jepang atau bahkan Cina yang atheis itu. Lihat dong, gaya Iran dalam retorika politiknya berani menantang Amerika dan Israel dengan pengayaan energi nuklirnya.

Justru, hanya paham Islam yang benar sajalah yang mampu mengeleminir pengaruh Syiah yang amat revolusioneristik itu. Yakni pemahaman yang dianut oleh kelompok yang dinubuwwatkan oleh nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wasallam sebagai At Thoifah Al Manshuroh. Dimana ciri menonjol kelompok ini adalah al Ilmu wal Jihad. Percuma menghambat bangkitnya kelompok ini seperti sia-sianya anda menghadang terbitnya matahari dari timur.

Dan kalau kita sayang terhadap bangsa ini, maka kita harus mengembalikan pada rel yang benar dalam beragama yang alhamdulillah dianut mayoritas bangsa. Membimbing mereka dengan ilmu yang syar'i dan mengajak mereka menegakkan kewajiban Jihad yang sudah menghilang dari kehidupan ummat ini. Tidak ada kemuliaan tanpa Jihad Fii sabilillah. Wallohu a’lamu bis showwab! (Abu Fatih/voa Islam)


latestnews

View Full Version