JAKARTA (voa-islam.com) - Israel akan menjadi negara 'rasis' di muka, jika negara Yahudi meloloskan salah satu hukum yang paling memecah belah dalam 66 tahun sejarah negara itu. Jika lolos, undang-undang ini akan mendeklarasikan tanah Israel hanya untuk orang Yahudi saja, dan menjdi senjata melakukan pengusiran terhadap warga Arab.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu bertekad menggoalkan undang-undang, dan dengan undang-undang itu, Netanyahui dapat bertindak memusnahkan dan mengusir warga Arab, dan memangun rumah-rumah atau pemukiman bagi warga Yahudi yang lebih besar lagi.
Netanyahu, bersama dengan politisi sayap kanan lainnya awal minggu ini mendorong untuk disahkannya RUU yang akan menetapkan Israel sebagai negara Yahudi. Dengan undang-undang yang secara eksplisit akan menjadi Israel sebagai negara Yahudi, dan meniadakan warga lainnya yang non-Yahudi.
RUU ini disetujui oleh kabinet Netanyahu pada Minggu, namun pemungutan suara untuk meratifikasi RUU ditunda hingga Rabu depan karena perdebatan politik. RUU ini dipandang akan mengorbankan kesetaraan antara penduduk Yahudi dan non-Yahudi dan akan memiliki konsekuensi jangka panjang bagi demokrasi Israel.
Beberapa komentator mengatakan Netanyahu sedang berusaha memenangkan suara dari orang-orang sayap kanan yang mulai meninggalkannya. Ini juga merupakan langkahnya untuk bersiap pada pemilu tahun depan.
Para politisi tengah dalam pemerintahan Israel berpendapat undang-undang tersebut tidak perlu, meningat Deklarasi Kemerdekaan pada 1948 sudah memproklamirkan Israel sebuah negara Yahudi. Mereka juga menuduh Netanyahu sebagai kaki tangan kelompok garis keras Partai Likud.
"Ada banyak yang menentang karakter Israel sebagai negara orang Yahudi," kata Netanyahu, Minggu (23/11) pada pertemuan kabinet. "Orang-orang Palestina menolak untuk mengakui hal ini dan ada juga oposisi dari dalam."
Rabbi Michael Melchior, mantan menteri dari Partai Buruh, mengatakan RUU itu akan merusak karakter Yahudi dan demokrasi di Israel. ”Ini salah satu hal terburuk yang pernah dilakukan di Israel," katanya.
Palestina mengatakan manuver Netanyahu bisa membuat Israel menyangkal hak para pengungsi Palestina untuk kembali.
"Diskusi mengenai RUU merupakan rintangan dalam proses damai," kata Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Selasa (25/11). "Ini telah mendapat perlawanan sengit dalam pemerintah Israel, Knesset dan di antara orang-orang Israel."
Belum ada versi final dari draf RUU, namun isinya menyatakan: ‘menegakkan hak-hak individu semua warga Israel’.
Isinya juga menyatakan bahwa hanya orang Yahudi yang memiliki ‘hak nasional’, hak untuk menentukan nasib sendiri di Israel. "Dengan undang-undang ini, Israel akan kurang demokratis dan lebih rasis," kata legislator Arab Jamal Zahalka.
Posisi Arab
Warga Arab berjumlah 20 persen dari total 8,2 juta penduduk Israel dan selama ini mengeluh bahwa mereka dinggap sebagai warga negara kelas dua, dan diperlakukan secara keji dan biadab. Di kota Arab Kafr Qassem, beberapa di antaranya menganggap diri mereka sebagai Arab-Israel atau sebagai warga negara Palestina di Israel, bersatu melawan RUU itu.
"Ini adalah negara kami, tanah kami," kata Rasha, seorang guru 27 tahun dan ibu dari dua anak. "Israel adalah negara demokrasi bagi orang Yahudi saja, bukan untuk orang Arab". Rezim Zionis semakin takut, dan bergeloknya rakyat Palestina di Jerusalem, dan mereka terus melakukan perlawanan terhadap kelompok sayap kanan Israel. [dimas/dbs/voa-islam.com]