PARIS (voa-islam.com) - Sekarang menggelegak 'Islam phobia' di seluruh daratan Uni Eropa. Pasca serangan terhadap kantor Charlie Hebdo. Serangan terhadap Charlie Hebdo, nampaknya menjadi titik balik di Eropa, di mana kebencian terhadap Islam dan Muslim, bangkit.
Sekalipun, peristiwa serangan terhadap Charlie Hebdo itu, memperberikan pelajaran yang berharga bagi non-Muslim di Barat, yang selama ini dengan dalih kebebasan dan demokrasi menistakan Nabi Shallahu alaihi wassalam.
Peristiwa Charlie Hebdo itu, nampaknya akan memberikan dampak jangka panjang bagi kalangan non-Muslim dalam memandang terhadap Islam dan Muslim. Islam merupakan agama paling cepat pertumbuhan di daratan Eropa, sekarang di Paris, tak kurang pemeluk Islam berjumlah 7 juta.
Diperkirakan hampir 700.000 orang berpartisipasi dalam berbagai aksi damai di Prancis setelah negara tersebut mengalami beberapa serangan mematikan. Aksi damai tersebut diadakan di Paris, Orleans, Nice, Pau, Toulouse dan Nantes, untuk memperingati para korban.
Tujuh belas orang tewas dalam serangan yang terjadi selama tiga hari terakhir tersebut. Menteri dalam negeri Prancis mengatakan Prancis akan tetap berada dalam siaga tinggi beberapa minggu ke depan.
Dalam aksi damai yang diselenggarakan dengan hening tersebut, beberapa pengunjuk rasa memegang spanduk bertuliskan "Saya menentang rasisme", "kesatuan", atau "Saya adalah Charlie". Serangan mematikan di Prancis berawal pada hari Rabu (07/01) dimana dua orang bersenjata menyerang kantor majalah satir Charlie Hebdo.
Dua belas orang -termasuk delapan wartawan dan dua polisi- tewas dan 11 terluka dalam serangan itu. Ke esokan harinya, seorang polisi tewas ketika seorang pria mengeluarkan tembakan di lokasi kecelakaan lalu lintas di Montrouge, pinggiran ibu kota Paris.
Sementara itu, pada hari Jumat (09/01) seorang pria menyandera beberapa orang di pasar swalayan milik Yahudi di timur Paris. Empat sandera kemudian ditemukan tewas. Para pelaku penyerangan ditembak tewas oleh polisi, dan kini polisi Prancis memburu seorang wanita yang diduga terlibat dalam serangan di swalayan milik Yahudi, Hayaat Baoumidine.
Dibagian lain, Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Menteri Inggris David Cameron, Perdana Menteri Itali. Matteo Renzi, Presiden Perancis Francois Hollande, Perdana Menteri Ahmet Davutoglu, Perdana Menteri Zionis-Israel Benjamin Netanyahu, Presiden Otoritas Palestina Mahmud Abbas dan sejumlah pemimpin dunia lainnya, ikut serta dalam aksi damai mengenang para pengelola Charlie Hebdo.
Negara-negara yang mengaku beradab, terutama Barat sekarang mereka menggalang solidaritas sesudah peristiwa Charlie Hebdo, ingin mempertahankan tradisi mereka yaitu demokrasi, dan kebebasan yang tanpa batas yang dapat menghina Islam.
Disisi lainnya, Barat telah terlibat dalam agresi yang sangat luas di negara-negara Islam. Dengan melakukan pembantaian terhadap penduduk yang tidak berdosa. Seperti sekarang ini, di mana koalisi 70 negara ikut dalam perang di Suriah dan Irak, bertujuan menghancurkan ISIS, yang nota bene ingin menegakkan sistem Islam. Tapi, justru mereka perangi.
Perancis berulangkali terlibat dalam peperangan di negara-negara Islam dengan bebagai dalih. Seperti pengiriman pasukan Perancis di Mali, dan melakukakn penghancuran terhadap Mujahidin di Mali, yang ingin menegakkan Daulah Islam. Mengapa Barat tidak membiarkan bagi Muslim yang ingin hidup secara Islami dengan dasar Syariah Islam. Mengapa diperangi? [dimas/voa-islam.com]