View Full Version
Kamis, 29 Jan 2015

Makna Kunjungan Presiden Obama dan Suksesi Generasi Ketiga Kerajaan Arab Saudi

Oleh: Abdul Halim* 

”Selama anak-anak saya masih hidup, kekuasaan tidak akan berpindah ke cucu-cucu saya.” (Wasiat Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman al Saud)

Meski hanya sehari berada di Riyadh (27/1/2015) seusai kunjungan ke India, namun kunjungan Presiden AS Barack Husein Obama ke Arab Saudi untuk bertemu penguasa baru Raja Salmanbin Abdul Aziz dan Putra Mahkota I Pangeran  Muqrimbin Abdul Aziz dan Putra Mahkota II Pangeran Muhammad bin Nayef bin Abdul Azizcukup mengejutkan.

Pasalnya, Presiden Obama terpaksa mempersingkat kunjungannya ke India untuk bertemu PM Modi dan membawa rombongan besar pejabat dan mantan pejabat tinggi AS.

Hal itu menunjukkan posisi dan hubungan bilateral Arab Saudi dimata AS sangatlah penting dan spesial  pasca wafatnya Raja Abdullah bin Abdul Aziz yang telah memerintah selama 10 tahun atas negara kaya minyak tersebut.

Namun bagaimanapun masih ada ganjalan dalam hubungan kedua negara seperti kebijakan AS terhadap program nuklir Iran dan krisis Suriah serta  dukungannya terhadap Arab Spring yang ditentang rezim di Riyadh.   

Padahal selama ini AS selalu menjadi payung keamanan bagi Arab Saudi yang menjadikannya mampu bertahan selama lebih dari 8 dasawarsa.

Pemerintahan monarki otoriter di Riyadh jelas khawatir kalau AS sampai mencabut payung keamanannya, sehingga diprediksi umur rezim al Saud lambat atau cepat akan segera berakhir diterjang badai Arab Spring.

Itulah sebabnya mengapa Arab Saudi mendukung sepenuhnya Jenderal Abdul Fatah al Sisi ketika mengkudeta Presiden Muhammad Mursi dan sekarang telah menetapkan Ikhwanul Muslimin (IM) sebagai organisasi teroris serta memenjarakan para pemimpinnya.

 Suksesi

Kunjungal Obama kali ini tambah bermakna karena telah terjadi suksesi di Arab Saudi secara damai. Setelah wafatnya Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Nayef bin Abdul Aziz di Jenewa, Swiss (2012) dan terpilihnya Menteri Pertahanan Pangeran Salman bin Abdul Aziz (78) sebagai Putra Mahkota dan sekarang menjadi raja baru menggantikan Raja Abdullah.

Perubahan kepemimpinan itu, semakin membuka pintu bagi terjadinya suksesi di negara monarki Islam kaya minyak tersebut dari generasi anak ke generasi cucu Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman al Saud. Sebab Putra Mahkota II yang juga Mendagri, Pangeran Muhammad bin Nayef adalah putra Pangeran Nayef dan cucu Raja Abdul Aziz.

Pangeran Muhammad bin Nayef menjadi urutan kedua pengganti Raja Salman setelah Pangeran Muqrim yang juga adik Raja Salman.

Sejak Raja Fahd bin Abdul Aziz terserang stroke berat (1995), maka praktis secara de facto  Putra Mahkota Abdullah bin Abdul Aziz  memerintah Arab Saudi. Setelah Raja Fahd wafat (2005), maka Raja Abdullah menggantikannya dan menunjuk Pangeran Sultan bin Abdul Aziz untuk menjadi Putra Mahkota meski sebenarnya Menhan Arab Saudi itu menjadi pesaing politiknya menuju kekuasaan.

Sesungguhnya persaingan politik para pewaris tahta Kerajaan Arab Saudi dimulai pada 1 Agustus 2005, ketika seluruh Pangeran dari keluarga Kerajaan Arab Saudi yang berjumlah 25.000 orang berjanji setia kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz.

Raja Abdullah dikenal taat pada Islam dan nilai-nilai tradisionil Arab, sedangkan adik tirinya Pangeran Sultan dikenal pro Barat dan sekuler. Apalagi mereka juga berbeda ibu dan kabilah, di mana Abdullah dari Kabilah al Jilwa dan Sultan dari Kabilah al Sudairi yang dikenal dengan Sudairi Seven.

Mereka merupakan putra Raja Abdul Aziz dari istri tercinta, Putri Hassa al Sudairi. Mereka adalah Raja Saud, Raja Faisal, Raja Khalid, Raja Fahd, Putra Mahkota Sultan, Putra Mahkota Nayef dan Raja Mahkota Salman. 

Maka tidaklah mengherankan ketika pertama kali memimpin Arab Saudi tahun 2005, Raja Abdullah menyatakan akan mengikuti langkah ayahandanya Raja Abdul Aziz yang menjadikan Kitab Suci Al Qur’an sebagai Konstitusi Negara dan Islam sebagai jalan hidup untuk mencapai keadilan dan melayani semua rakyat Arab Saudi yang berjumlah 20 juta jiwa tersebut.

Setelah memerintah negara pemangku dua tempat suci umat Islam Makkah dan Madinah tersebut, Raja Abdullah yang sudah tua kembali sakit-sakitan sehingga tahun 2011 lalu terpaksa menjalani perawatan di AS.

Kondisi inilah yang memunculkan situasi politik tidak menentu yang menjurus pada persaingan politik dan kekuasaan diantara para Pangeran Arab Saudi dan bisa berakhir pada perebutan kekuasaan meski secara halus. Apalagi setelah Pangeran Sultan dan Pangeran Nayef wafat.

Namun semua kekhawatiran tersebut sekarang belum terbukti dengan terpilihnya Raja Salman menggantikan Raja Abdullah yang wafat dalam usia 90 tahun. 

Memang pasca terpilihnya Raja Salman, masih menyisakan konflik terselubung anak-anak Raja Abdul Aziz, selain persaingan politik antara Kabilah al Sudairi dan Kabilah al Jilwa, dimana al Sudairi diwakili Putra Mahkota Salman, sedangkan al Jilwa diwakili almarhum Raja Abdullah. Namun setelah Raja Abdullah wafat, untuk sementara konflik bisa diredam dengan terpilihnya Raja Salman.

Selain itu sebelumnya juga terjadi persaingan di internal elite Kabilah al Sudairi meski mereka saudara sekandung, antara kelompok Wahabi puritan vs Wahabi sekuler, seperti antara Pangeran Ahmad vs Pangeran Salman.

Konflik terselubung ini berujung pada pergantian Mendagri Pangeran Ahmad bin Abdul Aziz ke Pangeran Muhammad bin Nayef. Padahal Pangeran Ahmad adalah adik kandung Raja Salman dan pernah digadang-dagang untuk menjadi Putra Mahkota I sebelum digeser Pangeran Muqrim atas persetujuan Raja Abdullah. 

Selain itu juga terjadi persaingan menuju puncak kekuasaan pada generasi ketiga atau para cucu Raja Abdul Aziz, dimana terjadi konflik terselubung antara putra Raja Abdullah, Pangeran Mutaib bin Abdullah yang juga Panglima Pasukan Garda Nasional melawan putra Pangeran Sultan.

Pangeran Khalid bin Sultan yang praktis menjalankan tugas ayahnya di Dephan sewaktu sakit yang didukung saudaranya mantan Dubes di AS, Pangeran Bandar bin Sultan dan mantan Kepala Dinas Intelijen Arab Saudi yang juga putra almarhum Raja Faisal bin Abdul Aziz, Pangeran Turki Al Faisal yang pernah dekat dengan pemimpin Al Qaeda, Usamah bin Laden.    

Sekarang menjadi jelas, siapa nanti yang bakal memerintah Arab saudi dari generasi cucu Raja Abdul Aziz, yakni Putra Mahkota II Pangeran Muhammad bin Nayef (56).

Sebab Raja Salman dan Putra Mahkota I Pangeran Muqrim sudah berusia hampir 80 tahun dan diprediksi tidak akan bertahan lama dalam memerintah  kerajaan Islam yang memiliki 25 persen cadangan minyak dunia tersebut.

Jika Raja Salman dan Pangeran Muqrim wafat, maka Arab Saudi akan dipimpin Raja Muhammad, seorang raja berpendidikan AS dan menjadi sahabat dekat CIA.  

Sudah jelas, suksesi Arab Saudi nantinya akan menjadi bahan pengamatan dan intelijen AS yang merupakan mitra strategis Arab Saudi dan Israel serta Iran yang menjadi tetangga Arab Saudi.

Sebab ketiga negara itu sangat berkepentingan terhadap jalannya suksesi ke generasi ketiga cucu pendiri Kerajaan Arab Saudi, Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman al Saud, apakah akan berjalan secara damai atau menimbulkan gejolak politk sehingga menggoyang sendi-sendi Dinasti al Saud yang hampir 8 dasawarsa menguasai wilayah yang menjadi tempat dua Kota Suci Umat Islam, Makkah al Mukarromah dan Madinah al Munawwaroh tersebut.

Tetapi yang jelas, siapapun nanti yang akan memimpin Arab Saudi,  negara kaya minyak itu akan tetap menjadi sahabat AS, terus menjalankan policy stabilitas yang merupakan prinsip fundamentalnya.

Disamping itu, kebijakan energinya terhadap AS tetap tidak akan berubah dan sebagai imbalannya AS tetap akan menjamin keamanan Arab Saudi serta keberlangsungan rezim al Saud hingga memasuki usia seabad  pada tahun 2032 nanti. Inilah makna kunjungan strategis Presiden Obama ke Arab Saudi. [syahid/voa-islam.com]

*) Jurnalis voa-islam.com


latestnews

View Full Version