Sahabat VOA-Islam...
Rezim demokratis mati nurani. Baik legislatif ataupun eksekutif sama saja. Tidak peduli kepada rakyat. Lihatlah, karena bagaimanapun argumentasinya, apapun istilahnya, mau kenaikan BBM atau pembatasan BBM, pasti mempengaruhi harga-harga di pasar. Dipastikan kehidupan rakyat semakin menderita.
Beragam kebohongan pun meliputi kebijakan ini. Alasan yang kerap diungkap adalalah untuk kepentingan rakyat. Subsidi BBM akan dialihkan untuk rakyat. Bahwa ada kebijakan liberalisasi berupa pengharaman subsidi dibalik ini tidak diungkap.
Bahwa pembatasan BBM ataupun kenaikan BBM akan menguntungkan perusahaan asing disembunyikan pemerintah dengan licik.
Jauh sebelumnya , Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) era rejim SBY, Purnomo Yusgiantoro secara terbuka menyatakan kenaikan BBM dinaikkan agar mencapai tingkat harga yang diinginkan oleh pemain asing. ‘Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas….
Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” (Kompas, 14 Mei 2003).
Secara normatif akan mengatakan kita sudah terikat kontrak, kita terikat IMF , kita terikat Bank Dunia dll. Namun intinya, pemerintah lebih takut asing marah, dibanding rakyatnya sendiri kelaparan dan kesusahan.
Pemerintah lebih tunduk kepada asing. Lebih mendasar lagi, kita sebenarnya masih dijajah oleh asing. Bonekanya adalah pemerintah neo-liberal ini. Kita belum merdeka.
Tirani Minoritas
Istilah tirani mayoritas atas minoritas sering digunakan oleh kelompok Kristen dan lainnya bila mereka ingin memaksakan kehendaknya. Seolah-olah mereka berada dalam tekanan oleh mayoritas Muslim sehingga tidak mampu berbuat apa-apa.
Ingat kasus penghapusan tujuh kata dalam pembukaan UUD 45 di awal kemerdekaan. Hatta, proklamator Indonesia, melobi tokoh-tokoh Islam agar mau menerima penghapusan itu karena kalau tidak orang-orang Indonesia Timur-yang notabene Kristen-mengancam akan melepaskan diri dari Indonesia.
Setelah itu, Indonesia dikuasai oleh kalangan Kristen. Posisi-posisi penting pemerintahan diambil oleh mereka. Ini tampak kian nyata pada saat pemerintahan Soeharto selama Orde Baru.
Orang-orang Kristen menjadi tangan Amerika di Indonesia untuk menjadikan Indonesia kondusif dalam program liberalisasi di segala bidang sehingga perusahaan-perusahaan Amerika bisa leluasa mengeruk kekayaan Indonesia.
Kondisi seperti ini terus terjadi hingga sekarang. Kalau dulu hanya duduk di kursi birokrasi, kini hampir semua sektor pun telah dikuasai oleh mereka.
Sebagian Lembaga swadaya masyarakat (LSM) pun tak lagi murni sebagai lembaga kemasyarakatan tapi sudah berubah sebagai lembaga advokasi dan provokasi untuk mendorong negeri ini ke arah yang sejalan dengan liberalisasi.
Gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan RMS terang-terangan melakukan gerakan separatisme didiamkan.
Sama halnya dengan istilah fanatisme atau fanatik. Kalau umat Islam berpegang teguh pada akidah Islam dan syariah-nya, maka akan dicap kelompok fanatik. Sementara kalau kaum liberalis yang berpegang teguh kepada sekulerisme dan kapitalisme, tidak dicap fanatik.
Sementara istilah moderat digunakan untuk pihak atau kelompok dan pemikiran yang sejalan dengan Barat. Kalau bertentangan dengan Barat pasti disebut ekstrimis atau fundamentalis atau radikal.
Setara Institute misalnya menyebut radikal bagi mereka yang memiliki ciri-ciri: tidak setuju menikah beda agama, tidak setuju kalau anggota keluarganya pindah agama, atau menolak orang yang tidak beragama.
Penyakit Ideologis Partai Pro Demokrasi
Setelah mengadopsi paradigma kapitalisme, partai-partai lebih berpikir untuk saling rebut kekuasaan dibanding mengurus rakyat. Kejahatan bukan untuk diselesaikan. Tapi menjadi alat tawar menawar politik untuk mempertahankan kepentingan kekuasaan.
Sikap kompromi menjadi menonjol, yang penting semuanya aman dan untung.
Bisa dimengerti kenapa berbagai persoalan yang terkait elit partai seperti skandal BLBI ,Bank Century, Lapindo, berlarut-larut penyelesaiannya.
Maraknya korupsi yang melanda elit partai menunjukkan bagai partai ini yang penting adalah mempertahankan kekuasaan. Politik menjadi alat untuk memperbesar pundi-pundi uang elit partai .
Partai pun lebih sibuk untuk menunjukkan seolah-olah peduli rakyat dengan aktifitas sosial. Memberi bantuan sosial kepada masyarakat, melakukan khitanan masal, atau gerak jalan.
Padahal kegiatan itu bukanlah tugas pokok partai. Yang seharusnya dilakukan oleh partai adalah bagaimana membuat kebijakan negara atau pemerintah yang mensejahterakan rakyat. Menggolkan UU yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, menjamin pendidikan dan kesehatan rakyat.
Apa artinya, bakti sosial, uang dibagi-bagi, tapi partai membiarkan negara dengan kebijakannya memiskinkan rakyat secara sistematis?
Apa artinya gerak jalan dan khitanan masal, sementara partai membiarkan penguasa yang membiarkan jalan-jalan hancur, kelas-kelas sekolah hampir rubuh, kejahatan jalanan yang merejalela? Apa artinya semua itu, ketika partai diam saat transportasi menjadi alat pembunuh masal akibat kelalaian penguasa ?
Partai merasa menjadi kelompok elit yang menjauhkan diri dari rakyat. Merasa lebih tinggi dan lebih penting dari rakyat. Di saat rakyat menderita, puluhan juta rakyat miskin, elit partai malah menghambur-hampurkan uang rakyat dan mempertontonkan kekayaan mereka di depan rakyat yang menderita.
Mirisnya Lagi
Lebih dari itu, negara ini juga pas disebut negara miris. Pasalnya memang banyak ironi dalam pengaturan negara ini. diantaranya:
Pertama, semua orang di dunia akan sangat takjub dengan melimpahnya kekayaan negeri ini. Hampir semua bentuk kekayaan alam ada di negeri ini. Namun anehnya, kekayaan itu tidak bisa membuat rakyatnya hidup makmur.
Menurut data BPS pada tahun 2011 orangmiskin di negeri ini masih ada 11.046.750 orang di kota, ada 18.972.180 orang di desa dan secara total di negeri ini masih ada 30.018.930 orang miskin. Itu pun dengan ukuran garis kemiskinan di kota Rp 253.016,- per bulan, di desa Rp 213.395,- perbulan dan secara gabungan ukuran garis kemiskinan jika pengeluaran Rp 233.740,- perbulan.
Orang yang disebut miskin di negeri ini jika pengeluarannya kurang dari Rp 7.790,- perhari. Padahal dengan pengeluaran sebesar itu per hari hanya cukup untuk sekali makan dengan lauk ala kadarnya.(http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=1).
Kedua, dengan melimpahnya kekayaan negeri ini, ternyata pendapatan negeri ini termasuk dari hasil pengelolaan bermacam kekayaan alam itu tidak cukup untuk membiayai belanja negara sehingga kekurangannya ditutup dengan mencari utang baik dari dalam negeri dalam bentuk Surat Berharga Negara dan dari luar negeri.
Jumlah utang pada akhir Januari 2012 yang telah mencapai Rp 1837,39 triliun. Jumlah itu jika dibagi dengan jumlah penduduk 239 juta maka tiap orang penduduk temasuk bayi yang baru lahir sekalipun terbebani utang sebesar Rp 7,688 juta.
Keanehan ini makin menjadi. Negara ini sangat patuh dalam membayar cicilan utang pokok dan bunganya tiap tahun. Normalnya, orang berutang itu hanya sementara, sesekali, tidak seterusnya dan punya rencana atau skenario untuk melunasi utangnya. Itu normalnya. Tapi hal itu tak terlihat dalam hal utang negeri ini. Utang seolah menjadi sesuatu yang tetap. Tiap tahun harus ada.
Hal itu diantaranya adalah akibat tipuan doktrin anggaran berimbang. Sayangnya terlihat tidak ada rencana atau skenario mengakhiri utang itu. Di dalam Buku Saku Perkembangan Utang Negara edisi Februari 2012 bahkan sudah ada prediksi besaran cicilan utang pokok dan bunga hingga tahun 2055 dan itu bukan akhir dari cicilan utang.
Normalnya, utang itu sifatnya emergensi/darurat, tapi anehnya dalam pengelolaan negeri ini, utang justru bersifat baku, tetap dan kontinu. Jelas ini adalah aneh dan abnormal.
Lebih aneh lagi, ternyata cicilan utang selama ini tidak mengurangi jumlah utang. Padahal cicilan utang itu jika diakumulasi sudah melebihi akumulasi utangnya sendiri.
Akumulasi pembayaran cicilan utang baik bunga maupun pokok selama 12 tahun antara tahun 2000-2011 mencapai Rp 1.843,10 triliun. Tapi anehnya, jumlah utang negara tidak berkurang tapi justru bertambah. Utang negara per 3 Januari 2012 mencapai Rp 1.837,39 triliun.
Kalau dikatakan utang itu untuk membiayai pembangunan, maka bisa jadi itu bohong besar. Sebab sejatinya utang yang diambil itu adalah untuk membayar cicilan utang.
Ambil contoh tahun 2012 ini. Di dalam APBN-P sudah ditetapkan defisit sekitar Rp 190,1 triliun atau 2,23% dengan rencana akan ditutupi dari pembiayaan (utang) dalam negeri sebesar Rp 194,5 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar minus Rp 4,4 triliun (artinya total pinjaman LN berkurang Rp 4,4 triliun).
Ternyata jumlah itu habis dan tidak cukup untuk membayar cicilan utang. Di tahun 2012 besarnya cicilan utang mencapai Rp 261,1 triliun (cician pokok Rp 139 triliun dan cicilan bunga Rp 122,13 triliun).
Bahkan jika mengacu pada Buku Saku Perkembangan Utang Negara edisi Februari 2012 yang dikeluarkan oleh Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan di halaman 46 disebutkan, pagu APBN-P 2012 untuk pembayaran cicilan utang (pokok dan bunganya) mencapai Rp 322,709 triliun, terdiri dari cicilan pokok utang Rp 200,491 triliun dan cicilan bunga Rp 122,218 triliun.
Cicilan pokok utang itu terbagi dalam cicilan pokok pinjaman Rp 47,400 triliun (pinjaman DN Rp 140 miliar dan pinjaman LN Rp 47,260 triliun) dan cicilan pokok Surat Berharga Negara (SBN) Rp 153,091 triliun (SBN Rupiah Rp 152,091 triliun dan SBN Valas Rp 1 triliun).
Sementara cicilan bunga Rp 122,218 triliun itu, terdiri dari cicilan bunga pinjaman Rp 17,887 triliun ( bunga pinjaman DN Rp 225 miliar dan bunga pinjaman LN Rp 17,662 triliun) dan cicilan bunga SBN Rp 104,331 triliun (bunga SBN Rupiah Rp 88,278 triliun dan SBN Valas Rp 16,052 triliun).
Jadi seluruh utang yang ditarik di tahun 2012 sebenarnya bukan untuk membiayai pembangunan tetapi untuk membayar cicilan utang dan itupun belum cukup dan harus mengurangi alokasi APBN yang seharusnya bisa untuk membiayai pembangunan.
Kejahatan Korporatokrasi
Secara sistemik demokrasi melahirkan negara korporasi yang terbentuk dari simbiosis mutualisme elit politik dan pemilik modal yang merugikan rakyat. Akibatnya kebijakan yang muncul bukan untuk kepentingan rakyat tapi elit pemilik modal yang mendukung.
Menjadi alat untuk mengembalikan investasi politik yang mahal sekaligus untuk mempertahankan kekuasaan.
Sistem ini menjadikan uang atau modal sebagai panglima. Konsekuensinya, praktik suap menyuap, manipulasi dan korupsi pun menjadi kanker ganas yang menjadi penyakit bawaan dari sistem cacat ini.
Dalam bahasa sehari-hari, kata yang digunakan untuk percobaan mempengaruhi tindakan seseorang melalui insentif uang disebut dengan istilah ’suap’. Tapi dalam dunia politik demokrasi, kita bersikeras menggunakan istilah-istilah seperti ‘dana’, ‘melobi’ atau ‘pinjaman lunak’.
Ya demokrasi memang mahal. Karena itu, kekuatan modal menjadi penentu kemenangan dalam menjadi penguasa dan pengambilan keputusan. Untuk biaya Pemilu 2009 diperkirakan 48 trilyun, pilkada DKI menghabiskan dana 124 milyar, sementara pilkada Jatim 2 putaran menghabiskan dana 800 milyar.
Jangan tanya biaya kampanye, yang menelan ratusan milyar. Untuk iklan di televisi misalnya jika rata-rata biaya beriklan secara excessive di sebuah stasiun TV per harinya adalah Rp 500 juta, maka per bulan adalah Rp 15 milyar.
Uang sebagai panglima inilah yang membuat sistem demorkasi menjadi sistem yang jahat. Disamping penuh dengan suap menyuap baik legal atau tidak, sistem ini juga melahirkan kebijakan yang jauh dari kepentingan rakyat. Yang terpenting adalah kepentingan pemilik modal.
Mengurangi bahkan menghapuskan hak rakyat yang diklaim disubsidi oleh negara. Disisi lain privatisasi dan pasar bebas telah menjadi alat bagi negara-negara imperialis asing merampok kekayaan alam kita yang sesungguhnya merupakan milik rakyat.
Format Masa Depan
Uraian di atas hanyalah secuil gambaran saja. Semua itu mengokohkan pandangan bahwa Indonesia telah dan sedang sakit baik di tingkat elit maupun ‘alit’. Bahkan sakitnya tambah parah dari waktu ke waktu. Celakanya, bukan sekadar sakit melainkan sakit yang melahirkan berbagai kemungkaran.
Dalam kondisi seperti ini, siapa pun yang sadar dan punya rasa tanggung jawab sejatinya bergerak untuk mengobatinya. Memang, Indonesia sedang sakit, obatnya adalah Islam, dan dokternya adalah para pejuang Islam. Akankah negeri Muslim terbesar ini dibiarkan masuk jurang lebih dalam lagi?
Demokrasi yang menjadikan pembuatan hukum (legislasi) menjadi milik manusia, lalu manusia menghalalkan dan mengharamkan menggantikan Rabbnya manusia, maka itu adalah sistem barat yang dipaksakan oleh orang kafir terhadap kaum Muslim, menggantikan Islam sejak al-Khilafah runtuh.
Demokrasi itu adalah sistem barat yang rusak dan gagal: rusak sebab merusak hubungan-hubungan diantara orang-orang, dan gagal sebab gagal dalam menyelesaikan problem-problem manusia.
Lalu bagaimana kita bisa berpegang dengan sesuatu yang memecah belah kita yaitu demokrasi dan meninggalkan apa yang bisa menghimpun kita yaitu kitabullah padahal kitabullah itu ada di depan kita, kita yakini dan beribadah dengannya?!
Bagaimana kita berpegang dengan sesuatu yang rusak dan gagal dan sebaliknya meninggalkan apa yang merupakan rahmat untuk semesta alam dan di dalamnya terdapat kebaikan dunia sementara siang dan malam kita memohon kepada Allah dan berdoa kepadaNya untuk kebaikan urusan kita?
Yang dibutuhkan rakyat sekarang adalah partai yang berideologi Islam. Partai yang memperjuangkan tegaknya syariah Islam dan Khilafah Islam. Hanya dengan syariah Islamlah persoalan-persoalan rakyat bisa diselesaikan.
Negara Khilafah akan menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat (sandang, pangan, dan papan). Berdasarkan syariah Islam, negara wajib menjamin pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat.
Kekayaan alam yang merupakan milik rakyat (al milkiyah al ‘amah), seperti tambang emas, minyak, dan batu bara, dikelola negara dengan baik. Hasilnya diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan rakyat.
Rakyat membutuhkan Partai Islam yang berpihak dan bersatu dengan rakyat. Dengan ketaqwaannya kepada Allah SWT, partai ini berpegang teguh pada syariah Islam.
Melakukan tugas utamanya untuk menyerukan Islam, melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk menyelamatkan rakyat. Aktifis partai yang merasakan penderitaan rakyat dan kemudian sungguh-sungguh menyelesaikannya untuk kepentingan rakyat.
Partai yang kritis terhadap setiap kebijakan negara yang membahayakan dan mensengsarakan rakyat.
Rasul saw bersabda dalam sebuah hadits shahih:
«إِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
Sesungguhnya kezaliman itu merupakan kegelapan di Hari Kiamat (Muttafaq ‘alayh)
Dan untuk memerdekakan bangsa ini, tidak ada solusi lain kecuali kembali kepada syariah Islam dan menegakkan Negara adi daya Khilafah Islam. Negara mandiri dan berdaulat, yang menjadikan kekayaan alam milik rakyat untuk kepentingan rakyat.
Pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat. Negara yang akan menjamin kebutuhan pokok sandang,pangan, dan papan tiap individu rakyat. Karena itu tekadkan diri kita untuk memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah yang merupakan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT.
Sesungguhnya tidak ada kehidupan mulia untuk Anda kecuali dengan Islam. Perpecahan dan permusuhan tidak akan hilang dari Anda kecuali dengan penerapan syariah Allah. Anda telah bereksperimen mencoba demokrasi, kapitalisme, nasionalisme dan patriotisme.
Namun keadaan masyarakat justru berada dalam kemunduran dan perpecahan di segala aspek kehidupan. Maka junjung tinggi panji Rasulullah saw dan berjuanglah bersama-sama untuk menegakkan syariah Allah melalui daulah al-Khilafah al-Islamiyah ar-Rasyidah yang hanya di dalamnya sajalah ada jalan keluar bagi Anda.
Allah SWT bersama Anda dan tidak akan pernah menyia-nyiakan Anda dan amal Anda.
Kita paham bahwa al-Khilafah ar-Rasyidah yang kedua dengan izin Allah SWT pasti datang, dengan hati orang-orang mukmin yang bertakwa, dengan tangan-tangan yang saling menyatu lagi bersih, dan dengan aliran yang kuat dan kokoh serta hidung musuh-musuh Islam pasti tersungkur …
Ini adalah janji Rabb kita SWT.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa (QS an-Nur [24]: 55). [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Umar Syarifudin (Lajnah siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia Kota Kediri)