RAMADI (voa-islam.com) - Entah percaya atau tidak? Tapi, inilah fakta paling mengejutkan dari medan perang Ramadi - ibu kota Propinsi Anbar. Di mana 150 pejuang Daulah Islam (IS) membuat kocar-kacir 6.000 tentara dan polisi Irak yang mempertahankan kota Ramadi.
Peristiwa yang sangat dramatis itu, hanya terungkap melalui sebuah wawancara Christiane Amanpour, wartawan CNN, dengan Ali Khedery -- mantan penasehat untuk US Central Command. Semua penuturan Ali Khedery itu, seperti tak bisa di cerna oleh akal sehat, Selasa, 19/5/2015.
"Apa yang terjadi di Ramadi adalah kemunduran besar bagi Irak dan koalisi," ujar Khedery. "Strategi tidak bekerja, dan tidak ada solusi militer untuk masalah ini."
Ramadi, menurut Khedery, dipertahankan sekitar 6.000 polisi dan tentara Irak. Dibanding kota-kota lain di Irak, Ramadi relatif memiliki pertahanan yang baik.
"Ini mungkin episode tergelap dalam perang di Irak. Ramadi jatuh ke tangan ISIS, yang menyerang dengan kekuatan 150 pejuang ISIS," ujar Khedery, yang diwawancarai CNN dari Erbil, wilayah otonomi Kurdistan di Irak.
Khedery bekerja di Kedubes AS di Irak selama perang penggulingan Saddam Hussein. Ia menyaksikan banyak pertempuran di Ramadi, kota yang pernah dikuasai Al-Qaidah di Irak. Tentu, kejatuhan Ramadi membuat risau seluruh isi Gedung Putih.
Kekalahan pasukan Irak di Ramadi ini mengggambarkan pasukan Irak sudah mengalami demoralisasi, dan mereka tidak mau membunuh rakyat Irak sendiri. Apalagi, yang mereka perangi itu, orang-orang Sunni Irak yang sudah muak dengan dominasi Syi'ah.
Para pemimpin suku Irak di Provinsi lebih memilih IS dibandingkan dengan Syi'ah. Sekarang antara IS dan suku-suku di Anbar saling bahu-membahu menghadapi milisi Syi'ah dan pasukan Iran, yang ingin menghancurkan mereka di Anbar.
Tak ada lagi perjuangan, sesudah membebaskan Ramadi, sekarang mereka harus berperang melawan rezim Syi'ah Irak dan Iran. (hh/aby/voa-islam.com)