View Full Version
Senin, 17 Aug 2015

Kemerdekaan Semu Dibawah Bayang-Bayang Neoliberalisme dan Neoimperialisme (bagian-1)

Oleh: Indra Fakhruddin (Pengamat Sosial Politik di Al Amri Institute)

Sahabat VOA-Islam...

"Sekali Merdeka Tetap Merdeka!" Salam penyemangat diera sejarah pergerakan Indonesia berjibaku melawan penjajah Belanda. Indonesia atau yang lebih akrab dikenal dengan istilah nusantara kala itu adalah negeri yang sangat elok. Negeri jamrud katulistiwa mengundang nafsu negara-negara imperialis. Satu-satu persatu mereka ekspansi ke nusantara membawa misi Gold, Glory and Gospel.

Dalam waktu cepat nusantara telah dikuasai dan dieksploitasi. Tak sejengkal tanah pun di nusantara  luput dari penguasaan mereka. Tiga setengah abad lamanya bangsa ini menderita dibawah cengkraman penjajahan Belanda.

Namun rakyat Indonesia tidak begitu saja rela bertekuk lutut kepada penjajah. Diberbagai daerah muncul geliat para pejuang yang ingin segera mepepaskan diri dari jeruji penjajahan. Sebagian mereka adalah umat islam yang tersulut api jihad didadanya. Khusunya ulama dan santri tidak tinggal diam. Mereka bersatu padu berjuang sampai titik penghabisan. Semangat juang itu mereka wariskan dari generasi kegenerasi. Selalu ada generasi pelanjut estafet perjuangan. Mereka rata-rata kebanyakan para generasi muda bahu membahu tak kenal lelah. Penjajah cukup kewalahan menghadapi gelombang perlawanan. Berbagai cara busuk dipakai meredam gelombang para pejuang pribumi.

Penjajah acap kali menggunakan strategi busuk. Politik devide et impera pun dimainkan. Yaitu politik pecah belah atau politik adu domba dengan mengkombinasikan strategi politik, militer, dan ekonomi bertujuan mendapatkan kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil agar lebih mudah ditaklukan. Mereka juga mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Penjajah tak segan-segan melalui antek-antek penguasa pribumi berkolaborasi ikut mencekik rakyat.

Setelah melalui jalan yang panjang dalam perjuangan turun temurun, akhirnya bangsa Ini memproklamirkan kemerdekaan pada hari Jumat, 9 Ramadlan 1436 H bertepatan dengan tanggal 17 Agustust 1945M. Soekarno dan Hatta didaulat membacakan naskah kekerdekaan. Degan media mengandalkan media komunikasi seadanya saat itu terutama melalui Radio yang dibuat oleh Jepang bangsa Indonesia mengumumkan kemerdekaannya keseluruh dunia.

Menarik dan tidak boleh dilupakan sejarah, bahwasannya perjuangan mengusir bangsa kolonial dipelopori oleh ulama yang pada awalnya diusung oleh para wali songo. Merekalah pendahulu nusantara yang telah banyak melakukan pergolakan dengan kolonial. Tercatat dalam buku sejarah, salah satu diantaranya Kesultanan Banten yang dijadikan contoh oleh Wali Sunan Gunung Jati atau Sjarif Hidayatullah. Beliau membangun kekuasaann politik Islam di Jawa Barat, Banten, Jayakarta dan Cirebon.  Dikisahkan pula bahwa Sultan Baabullah dari kesultanan Ternate, memiliki garis keturunan dari Sjarif Hifdayatullah.

Selain itu, dituturkan pula bahwa bersama Fatahillah sebagai pembangunan Jayakarta, 22 Juni 1572 M atau 22 Ramadlan 933H. Nama Jayakarta diangkat dari Al-Qur’an Surat Al-Fath (48) : 1, Inna Fatahna laka Fathan Mubina. Makna Fathan Mubina  adalah Kemenangan Paripurna atau Jayakarta. Kemudian dikenal dengan sebutan Jakarta

Nama Jayakarta, melambangkan rasa syukur kepada Allah, atas kemenangannya dalam menggagalkan usaha penjajahn Kerajaan Katolik Portugis di Pelabuhan kalapa atau soenda Kalapa. Kedatangannya sebagai pelaksana Testatemen Imperialisme Paus Alexander VI dalam Perjanjian Tordetilas 1494 M. Kisah Heroik Wali Sanga  memelopori penjajahan Kerajaan Katolik Portugis, terlupakan. Lebih banyak dikenang Wali Sanga dengan kisah dongengnya. (Lihat Api Sejarah Jilid 1, Ahmad Mansur Surya Negara)

Pergantian nama seperti diatas seperti peristiwa sejarah tanpa makna, hanya mengubah nama Pelabuhan Kalapa menjadi Fathan Mubina  atau Jayakarta, atau Jakarta , 22 Juni 1572 M atau 22 Ramadlan 933 H. Namun empat ratus tahun kemudian, bangkit kembali , Fathan Mubina-Jayakarta-Jakarta, dan menjadi nama Ibu Kota Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya menjadi nama Piagam Djakarta, 22 Juni 1945, Jumat Kliwon, 11 Rajab 1364 H serta dikukuhkan pula sebagai nama Ibu Kota NKRI , 17 Agustus 1950, Kamis pahing, 2 Dzulhijjah 1369 H.

Patut dipertanyakan apakah potret negeri yang merdeka itu seperti ini? Benarkah Indonesia sudah merdeka?

Sudahkah Merdeka?

Selama 70 tahun Indonesia memperingati HUT kemerdekaannya. Gegap gempita perayaan mewarnai setiap sudut perkampungan. Sayangnya, selama 70 tahun memperingati kemerdekaan, menyimpan segudang beban persoalan  dan terus memproduksi tumpukan persoalan. Patut dipertanyakan apakah potret negeri yang merdeka itu seperti ini? Benarkah Indonesia sudah merdeka?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merdeka dimaknai sebagai bebas (dari penghambaan, penjajahan dsb); tidak terkena atau lepas dari tuntutan; tidak terikat; tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; dan leluasa. Dengan demikian merdeka berarti lepas dari berbagai bentuk penjajahan dan penghambaan manusia terhadap manusia lainnya, baik penjajahan secara fisik maupun penjajahan dalam bentuk ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

Jika mencermati pengertian kemerdekaan tersebut, kok rasa-rasanya pekik kemerdekaan yang selama diteriakkan membuat gusar dan tidak percaya diri, meyandang predikat sebagai bangsa yang merdeka. Benar, sudah 70 tahun bangsa ini terlepas dari penjajahan fisik kolonial. Bangsa Indonesia kenyang dengan penjajahan model klasik ini. Keluar dari mulut singa masuk ke mulut buaya. Setelah lepas dari belanda kembali Indonesia dijajah Jepang (1942-1945). Walau tidak selama penjajahan Belanda, Jepang sangat bengis menindas rakyat. Jepang memaksa rakyat Indonesia sebagai romusha untuk mengerjakan proyek-proyek besar.

Segenap putra-putri bangsa Indonesia yang dipelopori umat islam (terutama ulama dan santri) bergeliat melawan penjajahan. Dari generasi kegenerasi silih berganti berjuang melakukan perlawanan. Dengan rahmat Allah swt bangsa Indonesia mampu melewati masa-masa sulit diera penjajahan.

Tipologi Penjajahan

Tujuh puluh tahun sudah negeri ini lepas dari dominasi penjajahan militer. Namun bagaimana dengan penjajahan gaya baru (neoimperilisme)? Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani mendefiniskan penjajahan (isti’mar) sebagai berikut;

رص السيطرة السياسية، والعسكرية، والثقافية، ولإقتصادية، على الشعوب المغلوبة لاستغلالها

Penjajahan (Isti’mar) adalah pemaksaan penguasaan (dominasi) politik, militer, budaya dan ekonomi terhadap bangsa-bangsa yang terjajah untuk dieksploitasi

Dari pengertian penjajahan diatas, dapat dibagi kedalam 2 tipologi  penjajahan, yaitu penjajahan langsung (mubasyirah) dalam bentuk invasi militer dan penjajahan tidak langsung (ghoiru mubasyirah)dalam bentuk penjajahan sistemik (neoimperialisme) seperti budaya, ekonomi. Kedua tipologi penjajahan tersebut sama-sama membawa dampak berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertanyaannya kenapa harus ada penjajahan dimuka bumi? Apakah manusia sudah kehilangan kewarasannya sampai tega menjajah negara lain? Dan bagaimana dengan peradaban islam? Untuk menjawab sederetan pertanyaan tersebut perlu dijelaskan filosofi arah politik luar negeri suatu negara. Dalam kitab Mafaahim Siyasiyyah Ii Hizb at-Tahrir Tahrir dijelaskan cukup panjang tentang filosofi politik luar negeri negara-negara didunia. Telah jelas diketahui bahwa politik (as-siyasah) didefiniskan sebagai;

لسياسة هي رعاية الشؤن الأمّة داخليا وخارجيا

“Mengurusi urusan umat dalam negeri maupun luar negeri”

Perhatian kita perlu ditujukan pada pola gerak politik luar negeri suatu bangsa. Negara-negara didunia dapat dikategorikan kedalam  dua kelompok besar yaitu negara ideologis (ad-daulah al-mabda’i) dan negara tidak ideologis (ad-daulah ghoiru al-mabda’i). Negara ideologis adalah negara yang aktivitas politik luar negeri didorong penuh demi kepentingan ekspansi dan penetrasi ideologi yang diembannya ke negara lain didunia. Negara ini sangat aktif tidak bisa diam sebelum negara lain mengemban ideologinya. Bersambung... [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version