RIYADH (voa-islam.com) - Pernyataan yang ditandatangani oleh lebih dari 50 ulama menyerukan 'jihad' melawan Rusia dan 'invasi' Iran di Suriah telah bergema sebagai lonceng (alarm) di Riyadh, dan ibukota negara-negara kawasan Teluk lainnya.
Sumber di Arab Saudi memberikan informasi kepada al-Araby al-Jadeed bahwa pemerintah akan mengadili semua ulama Arab Saudi yang berada di belakang pernyataan yang menyerukan jihad melawan "invasi" Rusia di Suriah, Minggu, 11/10/2015.
Para pejabat mengatakan pernyataan ulama 'melanggar larangan pemerintah Arab Saudi, bagi siapapun warga Arab Saudi ikut berjuang (jihad) di wilayah konflik, yang dikeluarkan tahun 2014. Arab Saudi di zaman Raja Abdullah telah bertindak dengan keras terhadap warganya yang terlibat dalam jihad di Suriah dan Irak, dan akan diganjar 20 tahun penjara.
Menurut sumber, yang meminta tidak disebutkan namanya, Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, memutuskan memulai penyelidikan atas pernyataan yang ditandatangai n oleh 55 ulama, yang kebanyakan adalah warga Saudi.
Diperkirakan warga Arab Saudi yang berjuang di Irak dan Suriah lebih dari 2.000 orang. Sementara itu, sudah 40 warga negara Saudi yang kembali dari medan jihad di Suriah dan Irak, sementara lebih dari 1.500 lainnya sedang diadili in absentia.
Pengamat dan ahli strategi militer membandingkan antara pernyataan para ulama dan seruan sebelumnya untuk berjihad di Afghanistan selama invasi Soviet, dan kemudian melahirkan sebuah gerakan yang berkembang menjadi al-Qaeda, termasuk kelompok Daulah Islam (IS), atau Jabhah al-Nusra dan lain-lainnya.
Sebagian besar ulama yang menandatangani pernyataan itu dikenal di Arab Saudi memilliki pandangan garis keras. Mereka melihat invasi militer Rusia di Suriah sudah mengancam kehidupan Muslim, khususnya Sunni.
Menurut analis yang berbicara kepada al-Araby, mayoritas penandatangan adalah kelompok Salafi, terutama dari gerakan Surour, nama gerakan didasarkan nama pendirinya Mohammed Surour Zain al-Abidin dari Suriah.
Para analis menuduh ulama Arab Saudi yang mengerluarkan fatwa jihad melawan Rusia, tak lama sesudah Gereja Ortodoks, mengatakan keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menyerang ISIS, sebagai 'Perang Suci”, dan menurut para ulama itu langkah intervensi Rusia hanya akan melahirkan "Afghanistan baru", bersamaan bantuan kelompok-kelompok radikal di negara Arab dan Teluk dan Arab.
Isi pernyataan itu
"Berikan semua moral, material, politik dan militer" untuk dukungan jihad (perang) melawan pemerintah Suriah dan pendukung Iran dan Rusia, kata para ulama. Para ulama juga menyebut pejuang Suriah, banyak dari mereka adalah Islam yang taat, seperti "pejuang suci ... membela bangsa Arab".
"Jika mereka kalah ... itu akan menjadi giliran satu demi satu negara Sunni jatuh ke tangan kafir”. Pernyataan akan jatuhnya negara-negara Sunni itu, datang dari Irak, Iran, Suriah dan Rusia. Negara-negara “Syiah plus Rusia” itu telah membentuk pusat intelijen di ibukota Irak, dan akan saling memberikan informasi strategis bagi menghancurkan negara-negara Sunni.
Sejak 30 September Rusia telah melakukan serangan udara di Suriah terhadap posisi pemberontak dan kelompok jihad atas permintaan rezim Damaskus.
"Koalisi Rusia dan Barat dengan Safawi (Iran) dan Nusairis (Damaskus) membuat perang menjadi lebih nyata terhadap rakyat Sunni dan negara-negara mereka," kata pernyataan itu, dan menggunakan istilah jihad merujuk pada Iran dan Muslim Alawiyyin (Syiah).
Pernyataan lebih lanjut menyerukan Arab Saudi, Turki dan Qatar melakukan campur tangan - karena secara eksplisit menyatakan mereka akan mendukung rakyat Suriah. Pernyataan itu juga menyerukan negara-negara Arab dan Islam memulangkan Duta Besar mereka dari Iran dan Rusia. (mashadi/aby/voa-islam.com)