Sahabat VOA-Islam...
Jihad fii abililah adalah puncak amal di dalam Islam. Dengan jihad fii sabililah kemuliaan kaum muslimin terjaga, kaum kafir pun juga akan berhati-hati dan tidak mudah melecehkan Muslimin di manapun berada.
Sehingga wajar, bila kaum Muslimin yang telah bertekad untuk membela agamanya karena dilecehkan serta menolong saudara seiman karena ditindas akan segera bergegas berangkat bila ditemui ada kedholiman kaum kafir di sebuah negeri tertentu.
Akan tetapi, sering kali muncul fatwa dari beberapa ulama yang kadang membuat semangat para Mujahid melemah, di antaranya fatwa wajibnya meminta izin ulil amri bila hendak berjihad.
Bersangkutan masalah ini, Syaikh Abdulah Azzam dalam buku Tarbiyah Jihadiyah membahas tentang hal ini, yaitu dalam bab minta izin untuk berjihad.
“Ibnu Rusdi berkata: Taat kepada imam yakni Amirul Mukminin atau khalifah, adalah wajib, meskipun dia bukan imam yang adil, meskipun ia adalah orang yang fasiq kecuali apabila memerintahkan untuk berbuat maksiat."
Termasuk di antara maksiat itu ialah: melarang seseorang berjihad yang telah menjadi fardhu’ain, mencegah seseorang berjihad yang telah menjadi fardhu’ain.
Para fuqoha telah menetapkan hukum bahwa haram melakukan perang tanpa izin imam kecuali dalam tiga keadaan.
Ar Ramli (golongan Asy Syafiiyyah) berkata: “Makruh berperang tanpa izin imam,” adapun golongan Hanifiyah dan Hanbaliyah berpendapat: “Haram berperang tanpa izin imam kecuali tiga keadaan:
1. Jika imam menghapuskan jihad, seperti yang terjadi di negeri-negeri arab dan negeri yang mayoritas penduduknya Muslim. Jihad merupakan hal yang terlarang. Pemimpin seperti itu tidak perlu ditaati, taruhlah misalnya dia Amirul Mukminin. Dan jika mereka bukan Amirul Mukminin maka mereka adalah penguasa thogut.
2. Imam mengesampingkan perizinan bagi maslahat yang dimaksudkan yakni jihad yang telah menjadi fardhu’ain.
3. Timbul dugaan kuat pada dirimu bahwa imam tidak akan mengizinkan.
Dalam tiga keadaan ini, maka berperang tanpa izin imam tidak makruh hukumnya. Jihad tidak akan dapat dihentikan oleh seorang meski dia Amirul Mukminin, khususnya jika jihad telah menjadi fardhu’ain.
Berangkat dari sini, musuh-musuh Allah mengetahui bagaimana cara memburukan citra aqidah jihad dalam benak orang. Mereka memojokan kaum Muslimin dengan kata-kata berbisa seperti: teroris, biadab, pedang dan darah, kanibal, dan kata-kata lain yang menyakitkan telinga dan membuat bulu kuduk berdiri. Setelah itu mereka bertanya: Di mana kedamaian? Di mana letak rahmat? Di mana letak kasih sayang? Kata-kata inilah yang dilontarkan orang-orang Inggris terhadap kaum Muslimin.”
Demikian jawaban Syaikh Abdullah Azzam ketika jhad telah menjadi fardhu'ain. Maka tak perlu minta izin kepada Amirul Mukminin bila mereka menghalanginya. [protonema/voa-islam.com]