Sahabat VOA-Islam...
Konferensi tingkat tinggi (KTT) untuk menghidupkan kembali proses perdamaian Israel-Palestina mulai berlangsung Jumat, 3 Juni 2016 di Paris, Prancis. KTT sebagaimana dkutip dari laman Middle East Monitor, melibatkan lebih dari 30 pejabat PBB dari Timur Tengah, Uni Eropa, Rusia dan Amerika Serikat, serta Liga Arab dan negara-negara lain, tanpa melibatkan perwakilan dari Israel atau Palestina.
Pertemuan Paris digagas oleh Pemerintah Prancis dan dihadiri para menteri luar negeri dari 27 negara. Selain Indonesia, ada Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Belanda, Republik Ceska, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Jepang, Kanada, Luksemburg, Mesir, Maroko, Norwegia, Prancis, Polandia, Rusia, Senegal, Spanyol, Swedia, Swiss, Cina, Turki, Uni Eropa, dan Yordania. Sekjen PBB Ban Ki-moon dan Sekjen Liga Arab Nabil Elaraby juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan tersebut dihadiri Kuartet Timur Tengah, yang terdiri atas Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), juga Liga Arab, Dewan Keamanan PBB serta 17 negara lainnya. Antara lain, Belanda, Norwegia, Swedia, Swiss, Irlandia, Kanada, Polandia, Arab Saudi, Spanyol, Turki, Yordania, Maroko. Indonesia, yang diwakili Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menjadi satu-satunya negara Asia yang hadir.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, two state solution atau solusi dua negara menjadi satu-satunya solusi perdamaian Palestina-Israel. Solusi itu sebagai hasil terpenting Pertemuan Paris untuk Persiapan Konferensi Perdamaian Internasional, 3 Juni lalu.Diundangnya Indonesia merupakan pengakuan masyarakat international terhadap peran aktif Indonesia dalam mendorong perdamaian, baik di tingkat kawasan maupun global. Hal itu juga ditegaskan para menlu yang hadir dengan menyampaikan apresiasi kepada Indonesia yang telah menyelenggarakan KTT Luar Biasa OKI mengenai Palestina dan al-Quds al-Sharif pada Maret 2016, lalu.
Di laman republika co.id Menlu Indonesia menyatakan "Yang paling penting dari pertemuan kemarin adalah a two state solution is the only solution (solusi dua negara adalah satu-satunya solusi)," kata Menlu Retno, di kantor Kementerian Luar Negeri, Pejambon, Jakarta, Senin (6/6).
"Jadi, kalau ada pihak-pihak yang masih menginginkan one state solution (satu negara) sudah jelas tidak mungkin dan tidak bisa dilakukan," lanjut Menlu.
Menurut dia, Pertemuan Paris menunjukkan adanya keinginan kuat dari berbagai negara untuk mendukung proses perdamaian Palestina dan Israel yang terhenti di tangan Kuartet Palestina-Israel (AS, Rusia, PBB, Uni Eropa) pada 2014 lalu. Dalam Pertemuan itu Retno juga menegaskan, Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia akan terus memberikan dukungan politis serta bantuan kemanusiaan dan pembangunan yang dibutuhkan untuk mendorong tercapainya perdamaian di Palestina.
Mem-Back Up Israel
Israel dan Palestina terakhir bertatap muka langsung di April 2014 namun pembicaraan terhenti setelah Palestina menuduh Israel melanggar kesepakatan pembebasan tahanan dan Tel Aviv menolak kemungkinan berdamai dengan Hamas, yang menyebut Israel sebagai kelompok teroris.
Prancis yang memulai manuver untuk memojokkan AS dengan mengangkat isu 2 negara Palestina-Israel, pada Januari pernah mengatakan akan mengakui Palestina sebagai negara merdeka jika tidak ada kemajuan yang dibuat dalam proses perdamaian. Pernyataan itu ditarik menyusul keberatan Israel. Diketahui, sejak awal 1990-an, banyak pembicaraan damai telah gagal menyelesaikan pertikaian antara Israel dan Palestina, yang meliputi status Jerusalem, permukiman Yahudi di Tepi Barat dan pengakuan atas Palestina sebagai negara merdeka.
Sebenarnya, para pemimpin negara-negara yang berkumpul di KTT sangat mengetahui ada AS di belakang Israel. Jika AS ingin Para penguasa itu melihat Palestina memang harus diluluhlantakkan, maka dunia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengutuk dan membuat resolusi PBB tanpa menghentikan serangan-serangan Israel di mana darah-darah orang tak bersalah berhak ditumpahkan. Mereka tidak menggerakkan tentaranya untuk membantu Palestina. Tidak juga melepaskan satu roket pun dari peluncurnya, bahkan lebih dari itu, justru mereka menghalang-halangi relawan untuk membantu Palestina. Ironisnya, mereka justru bergegas dan berlomba-lomba untuk mengeluarkan sebuah resolusi yang menghalangi Palestina pada kasus serangan Israel ke Gaza dari akses senjata dan faktor-faktor yang bisa menopang kekuatannya. Para penguasa di negeri kaum Muslim termasuk Indonesia tetap menahan tentaranya di barak-barak.
Amerika saat tengah memanfaatkan semua anteknya di Arab Saudi dan Turki. Keduanya dianggap paling mampu untuk menyelesaikan rencana Amerika, fakta sebenarnya bahwa jika mereka bukan musuh maka mereka adalah kaki tangan dan kroni-kroninya.
Ini adalah contoh fakta sejarah pengkhianatan para penguasa muslim (khususnya Arab) :
Menghapus Entitas Israel
Kebijakan yang dikenal dengan two state solution itu menghendaki adanya dua negara di bumi Palestina, negara Palestina dan negara Yahudi Israel. Ini yang harus kita tolak, karena hal ini berarti pengakuaan terhadap penjajahan Yahudi. Apalagi kemudian negara Palestina yang dimaksud tetap dalam kontrol penjajah Yahudi dengan pembatasan-pembatasan yang diatur oleh mereka.
Maka persoalan Palestina akan selesai kalau penjajah Yahudi dilenyapkan dari bumi Palestina. Hal itu tidak akan bisa ditempuh lewat jalan diplomasi ala Barat atau lewat PBB. Karena solusi yang mereka tawarkan tetap dalam kerangka mempertahankan keberadaan penjajah Yahudi.
Solusi hakiki dan tuntas untuk masalah Palestina, al-Quds, dan al-Aqsha tidak akan terjadi melalui solusi dua negara. Israel telah merampas dan menduduki Bumi Palestina, menodai kesucian al-Quds, menodai al-Aqsha di antaranya dengan terus menggali terowongan di bawah dan dekat al-Aqsha, merampas tanah warga Palestina dan mengusir mereka. Bahkan Israel telah menyerang secara brutal dan membunuhi warga Palestina termasuk anak-anak, wanita, dan para orang tua. Solusi dua negara sama artinya memberikan pengakuan legal kepada zionis Israel; sama dengan mengakui pendudukan, kebrutalan, kekejian, dan penjajahan Israel atas Palestina dan warganya.
Keterlibatan Indonesia dalam proses perdamaian yang disponsori PBB, Amerika Serikat, atau negara-negara Eropa, tidak akan menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Pasalnya, segala bentuk proses perdamaian ala Barat, tetap dalam kerangka mempertahankan penjajah Yahudi. Padahal penjajah ini lah yang menjadi persoalannya. Proses perdamaian hanyalah membuang-buang waktu yang memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.
Kegagalan masyarakat internasional, konvensi-konvensi dan lembaga-lembaga internasionalnya, untuk melindungi umat Islam Palestina, telah menjadi jelas. Bahkan hal yang sebaliknya telah terjadi . Merekalah yang justru menyetujui penindasan ini. Merekapun mendukung kejahatan keji terhadap umat Islam yang menjadi korbannya.
Untuk melawan penjajahan yang didukung oleh PBB dan negara-negara Barat ini, tidak ada jalan lain kecuali jalan perang (jihad fi sabilillah). Karena itu yang dibutuhkan adalah pengiriman tentara-tentara regular negeri-negeri Islam termasuk Indonesia untuk berperang mengusir penjajah Yahudi.
Semua ini hampir mustahil kecuali ditengah-tengah umat Islam ada Khilafah. Negara inilah yang akan menggerakkan tentara-tentara umat Islam untuk memerangi penjajah Yahudi termasuk para pendukungnya. [syahid/voa-islam.com]
Oleh: Umar Syarifudin (Syabab Hizbut Tahrir Indonesia)