Oleh: Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)
Diskursus ideologi memang tidak akan ada habisnya untuk didiskusikan. Senantiasa ada persinggungan antar-ideologi. Maka harus dipahami oleh para Jendral adalah tahu apa itu ideologi dan metode menyebarkan ideologinya. Selama ini doktrin ideologi di kalangan militer mengikuti arah negara ini didirikan. Adapun ketika militer purna-tugas, ada yang tetap keukeh memegang doktrinnya. Ada pula yang sudah pudar mengikuti pusaran perpolitikan dengan berbalut bisnis dan posisi mentereng di perusahaan. Akhirnya mereka ambigu dalam bersikap.
Kalangan veteran perang yang sekarang berbaring di tempat tidur merasa gelisah melihat perang bintang antar-Jendral. Dalam hatinya, apa yang dicari? Padahal dulu veteran berperang untuk merebut kembali negeri ini dari tangan penjajah. Bahkan cerita pilu kerap menerpa veteran yang hidup papa tanpa keluarga dan tempat tinggal.
Ideologi merupakan sebuah pemikiran yang darinya muncul aturan berupa pemikiran-pemikiran yang akan memberikan solusi bagi kehidupan. Sehingga ideologi besar dunia adalah Kapitalisme-Liberalisme, Sosialisme-Komunisme, dan Islam. Selain itu, bukan ideologi. Bisa jadi adalah turunan dari ketiga ideologi itu. Tinggal memilah turunan dari ketiga ideologi itu.
Merumuskan Ancaman
Dinamika situasi global pasca perang dingin ternyata telah menimbulkan pergeseran persepsi ancaman yang semula lebih berorientasi kepada ancaman militer menjadi ancaman multi dimensi yang mencakup aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya, yang kemudian mendorong terjadinya revolusi paradigma sektor keamanan (revolution in the nature of security). Perubahan paradigma ini juga telah mengubah lingkup pengelolaan Kamnas yang semula lebih berorientasi kepada negara (state centered security) menjadi berorientasi kepada masyarakat (people centered security).Letjen TNI Bambang Darmono hlm vii, Keamanan Nasional Sebuah Konsep dan Sistem Keamanan Bagi Bangsa Indonesia. Sekretariat Jendral Dewan Keatahanan Nasional. 2010).
Pernyataan Jendral Gatot Nurmantyo ada benarnya jika saat ini terjadi proxy war. Meski muncul ancaman itu, militer tak terlihat greget dalam menghalaunya. Penghalaun baru terlihat pada peristiwa beradanya simbol PKI yang meresahkan masyarakat. Sangat disayangkan kerjasama militer saat ini masih melibatkan China dan Amerika Serikat. Bagaiamana ini bisa terjadi? Di satu sisi menolak neo-liberalisme, neo-kapitalisme, dan komunisme, namun bekerja sama dengan negara asal ketiga ideologi itu. Neo-liberalisme dan neo-kapitalisme dari Barat dan Amerika Serikat. Sedangkan komunisme berasal dari China.
Sebagaimana dilansir beberapa media jika Menteri Pertahaanan Indonesia Ryamizard Ryacudu menjalin kerjasama militer dengan Menteri Pertahanan China Chang Wanquan. Keduanya menandatangani kesepakatan kerjasama militer di sela-sela konferensi pertahanan di Vientiane, Laos, Kamis (26 Mei 2016).Ironisnya rencana strategis (renstra) pertahanan Indonesia yang seharusnya menjadi rahasia tingkat tinggi rupanya justru diatur pihak asing. yaitu Lembaga pertahanan asal Amerika Serikat, "Defence Institution Reform Initiative" ( DIRI ), yang ikut menyusun renstra 2015-2019 hingga ke hal-hal teknis.
Hal ini di tuangkan dalam Action Plan Tahun 2015 yang ditandatangani antara Kemhan dan Tim dari Defense Institution Reform Initiative (DIRI), yang memperluas cakupan program DIRI secara kelembagaan maupun secara substanstif. Selain Direktorat Perencanaan Pertahanan , Action Plan DIRI 2015 melibatkan Direktorat Strategi Pertahanan, Direktorat Potensi Pertahanan, satuan kerja unit organisasi TNI dan Angkatan ( AD, AL, AU ).
Jendral Gatot Nurmantyo seharusnya tegas dalam bersikap dan memberikan intruksi kepada anak buahnya. Hal yang dikhawatirkan adalah pernyataan itu “menggelegar” namun tidak “menggigit”. Tidak banyak pula sikap di kalangan militer untuk memberikan sikap yang sama dengan sang Jendral. Padahal banyak perusahaan asing bertengger dan mengeruk kekayaan alam di negeri ini. Jargon bersama rakyat militer kuat bisa diselaraskan dengan perjuangan rakyat untuk mengusir bentuk penjajahan dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan multidimensi. Militerlah yang seharusnya berada di garda terdepan. Bukan rakyat diminta berjuang duluan. Jika rakyat sudah banyak, baru militer memback-up.
Harus diingat bahwa neo-liberalisme dan neo-imprealisme saat ini berwujud UU yang pro-asing dan melegalkan perusahaan asing untuk menguasai aset sumber daya alam. Jika berani jujur Freepot (AS), CNOOC (China), Petrochina (China), Exxon Mobile (AS), British Petrolium, Newmont, dan lainnya. Kesemua perusahaan itu masuk Indonesia dengan mudah atas nama investasi. Berkali-kali rakyat yang sejatinya pemilik sah sumber daya alam, tak mampu menikmati hasilnya. Mereka hanya bisa melihat mega proyek yang telah menyedot kekayaan alam setiap harinya. Jadilah, rakyat negeri ini papa dan tak terurusi kehidupannya.
Di sisi lain, sikap pertentangan antar purnawirawan militer yakni Kivlan Zein dan Luhut terkait PKI menarik untuk dicermati. Saling serang di media massa menunjukan karakter sebenarnya. Siapa sesungguhnya keduanya. Semangat Kivlan Zein dalam menolak komunisme dan anak turunnya, patut diapresiasi dan mendapat dukungan. Publik tahu bahwa Kivlan Zein bukan sembarang ucap. Ujung dari perseteruan dua purnawiraman militer itu, ada dua simposium yang saling beradu data, fakta, dan analisa. Tak diduga Luhut B. Panjaitan mendanai kedua simposium itu. Goal settingnya penguasa tak berani bersikap tegas tentang ideologi komunisme. Bahkan cenderung akan memunculkan paradigma baru bahwa ideologi apapun, berlepas dari salah atau benar, boleh hidup di Indonesia. Kombinasi ini akan dimainkan terus untuk memukul ideologi Islam yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Meski hal ini tidak diungkapkan secara terus terang.
Maka dari sikap ketiga Jendral tadi dapat ditarik kesimpulan bahwa semua ancaman itu muncul tidak berlepas dari rapuhnya pijakan kenegaraan. UUD 1945 berkali-kali diamandemen, yang pada aslinya begitu tegas dan jelas dibuat kabur. Maka tidak heran jika ada gerakan untuk menata ulang kembali negera ini berdasarkan UUD 1945 yang asli, bukan hasil perubahan. Kerapuhan pijakan itu dikarenakan, sistem politik demokrasi memberikan ruang kepada asing untuk masuk ke Indonesia. Hal ini tidak dapat terlepas dari demokrasi yang memang didesain dari asing untuk asing dan melanggengkan asing. Adapaun jargon terkait untuk “rakyat” hanya digunakan dalam pemilihan umum. Tidak lebih.
Demokrasi Indonesia menuju pada liberalisasi politik. Pengaruh kekuasaan kerap masuk ke perangkap ekonomi. Maka muncul istilah “Keluarga Cendana” yang merujuk pada bisnis yang dikendalikan oleh keluarga Soeharto. “Cikeas” yang merujuk pada bisnis yang dikendalikan keluarga SBY. Pengungkapan itu sering dilakukan oleh aktifis HAM, demokrasi, dan anti-korupsi.
Muncul pertanyaan besar ketika para Jendral belum mau melirik ideologi Islam sebagai tawaran solusi dan sistemik. Apakah ini berarti ideologi Islam berbahaya? Atau pula khawatir disebut radikal jika menawarkannya? Atau khawatir akan kehilangan dukungan dari rakyat yang mayoritas muslim ini? Atau bahkan menganggap ideologi islam sebagai ancaman? Kiranya penting bagi para Jendral untuk mengetahui lebih jauh ideologi Islam.
Jangan Ragu!
Ideologi yang berasal dari Allah Swt adalah Islam. Sedangkan ideologi Kapitalisme dan Komunisme berasal dari manusia yang lemah. Konsepsi ideologi Islam sesungguhnya telah teruji dalam goresan tinta emas sejarah peradaban manusia. Hal ini karena Islam tidak sekadar agama ritual, namun juga mengatur aspek kehidupan sosial.
Krisis multidimensi yang sesungguhnya digambarkan oleh militer sendiri merupakan jawaban mutlak ketika pegangan bangsa ini belum mampu memberikan solusi. Kalaupun ada solusi, masih bersikap parsial dan belum fundamental. Sebagai contoh, liberalisasi UU Migas yang pro-asing. Ujungnya dijudicial review tanpa mampu membersihkan mafia migas. Sistem aturan dalam pengelolaan sumber daya alam pun masih mengacu pada pasar bebas. Jadi tidak sambung. Apa cukup untuk mengatasi radikalisme dan terorisme dengan agenda bela negara? Sementara itu, negara lupa untuk menyelesaikan akar persoalan radikalisme dan terorisme. Pemilihan kepala daerah saja masih tumpang tindih aturannya dan sarat dengan nuansa kepentingan politis. Serta jauh dari upaya penyejahteraan rakyat. Itu masih satu contoh, belum yang lain.
Sementara itu, Ideologi Islam mampu menjawab itu semua. Pengelolaan sumber daya alam tidak boleh diserahkan kepada swasta lokal maupun asing. Negara harus mengelola secara mandiri dan hasilnya diberikan kepada rakyat secara luas. Pejabat yang dipilih pun harus memiliki kecakapan dan ketaqwaan yang tinggi. Hal ini untuk menghindarkan sikap culas dan rakus akan korupsi dan suap. Sistem ekonominya mampu menjamin pemerataan harta kekayaan, sehingga tidak berputar di kalangan pemilik modal.
Ideologi kapitalisme-liberalisme dan sosialisme-komunisme, sering digugat oleh pengusungnya sendiri. Karena dirasa tidak sesuai dengan fitrah manusia, tidak menentramkan jiwa, dan tidak memuaskan akal. Dalam lintasan sejarah kedua ideologi itu telah menggoreskan tinta kepedihan dalam hidup manusia. Penindasan, pendzaliman, dan kebodohan merajalela.
Maka tidak ada kata lain bagi para Jendral dan bawahannya yang muslim untuk kembali kepada ideologi Islam. Ideologi yang berasal dari Allah Swt yang menciptakan Anda semua. Karena itu, wujudkan ideologi Islam dalam kehidupan, Jendral! Jangan ragu mengucapkan bahwa ideologi Islam itu BENAR! SELESAI [syahid/voa-islam.com]