View Full Version
Senin, 27 Jun 2016

Membedah Strategi Hegemoni AS

Oleh: Umar Syarifudin (Praktisi Politik)

Strategi baru melengkapi strategi lama AS telah diaplikasikan, diantaranya monitoring dan konversi lebih banyak sumber-sumber ekonomi, militer dan diplomasi terhadap Asia. Hal itu untuk “menyeimbangkan kembali” benua Asia untuk menghadapi kekuatan yang terus tumbuh milik Cina.

Disebutkan bahwa strategi Amerika terhadap Cina selama beberapa dekade dengan menempatkan Cina dalam perahu yang sama, di mana Amerika menjadi nahkoda dalam perahu yang didorong oleh Cina. Itu artinya Amerika mengontrol orientasi Cina sebagai kompensasi jaminan terhadap beberapa kepentingan Cina, di samping untuk mendorong negara-negara Asia Timur untuk menyaingi Cina dan menyibukkannya serta membatasinya dari harapan-harapannya.

Selanjutnya, urgensi strategis booming sektor minyak di Amerika Serikat dan produksi gas alam. Obama mengisyaratkan pada konteks ini bahwa Amerika memiliki saham dalam masalah keamanan energi di dunia bersama dengan para sekutunya di Eropa dan wilayah lainnya. Dan bahwa strategi mutakhir tersebut bersandar pada “bertambahnya akses terhadap energi yang bisa diandalkan dan dengan harga terjangkau sebagai wasilah efektif untuk mendukung pembangunan sosial dan ekonomi serta membantu pembentukan pasar yang baru untuk teknologi modern Amerika dan investasi”.

Merunut ke belakang, perlu kita telusur kembali dokumen-dokumen lama terkait dengan beberapa rekomendasi para perumus kebijakan luar negeri AS sejak 2002. Sebuah laporan utama yang dikeluarkan CFR pada Mei 2001, satu setengah tahun sebelum peristiwa 12 Oktober 2002 Bom Bali menulis: “Waktunya tepat sekali bagi pemerintahan anda untuk memfokuskan perhatian terhadap suatu kawasan yang selama ini acapkali terabaikan dari perhatian kita, yang akibatnya selalu menimbulkan bencana bagi kita (This is a timely moment for your administration to focus on a region that too often in the past has fallen off our country radar screens, always to our peril).

Laporan CFR ini ditujukan pada Presiden George W Bush sebagai bahan-bahan penyusunan arah kebijakan strategis Gedung Putih terkait Asia Tenggara. Rekomendasi Ini tentu saja punya implikasi yang cukup serius mengingat CFR dalam menyusun laporan dan rekomendasi kebijakan luar negeri selalu melibatkan keikutsertaan kelompok akademis dari berbagai universitas terkemuka, Eksekutif Korporasi, kalangan sektor perbankan, profesional seperti komunitas pengacara, dan bahkan dari kalangan pelaku media massa baik cetak maupun elektronik. Praktis, melalui CFR inilah, seluruh aspirasi para stakeholders atau Pemangku Kepentingan kebijakan luar negeri AS, duduk dalam satu meja merumuskan arah kebijakan luar negeri AS.

Rekomendasi CFR yang dirilis pada Mei 2001 tersebut, bahkan masih relevan hingga saat ini. Kala persaingan global antara AS dan Cina semakin memanas di kawasan Laut Cina Selatan dan Selat Malaka. Dalam rekomendasinya, CFR menekankan, bahwa untuk melawan pengaruh Cina yang makin membesar di kawasan Asia Tenggara, khususnya Laut Cina Selatan bernilai sangat strategis, maka Amerika harus mengambil langkah-langkah yang lebih jelas dan lebih tegas. Dari laporan CFR ini jelas bahwa Laut Cina Selatan secara eksplisit disebut-sebut.

Karena itu, lebih lanjut dokumen CFR tersebut mengemukakan kepentingan AS di kawasan Asia Tenggara:

“Bahkan dengan mengabaikan ingatan akan terjadinya tragedi perang Vietnam, sulit untuk menerima ada satu kawasan seluas itu, dengan penduduk hampir 525 juta jiwa dengan GNP 700 miliar dolar setahun, yang merupakan mitra dagang kelima kita, sampai bisa terlupakan dalam kebijakan luar negeri AS. Hal ini tidak boleh sampai terjadi, khususnya terhadap suatu bagian dunia, dimana Amerika telah pernah melibatkan diri dalam tiga perang besar  dalam tempo enam dasawarsa, dan dimana, krisis keuangan 1997-1998 yang terjadi disana, telah mengancam mendestabilisasi sistem keuangan seluruh dunia. “

Lalu adakah sorotan khusus CFR terhadap Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara? Simak rekomendasi CFR selanjutnya:

Yang perlu diperhatikan secara khusus adalah cadangan minyak dan gas bumi serta tingkat produksi di Indonesia  dan Brunei. Indonesia adalah satu-satunya anggota OPEC yang mengekspor 20% dari produk LNG dunia, sedangkan cadangan yang dimilikinya belum sepenuhnya diketahui. Ladang minyak dan gas bumi terus ditemukan di sana, di Malaysia, di Vietnam, dan di Filipina.”

Meskipun pada saat laporan CFR ini ditulis Indonesia belum keluar dari keanggotaannya di organisasi pengekspor minyak OPEC, namun sisi strategis yang digarisbawahi Amerika adalah betapa Indonesia dan negara-negara di kawasan ASEAN, mempunyai potensi kandungan minyak yang lebih besar daripada yang dibayangkan. Kosa kata yang dipalkai “Belum sepenuhnya diketahui” mengandung makna bahwa cadangan minyak Indonesia memang masih cukup besar. Maka tak heran, jika para pakar perminyakan kita seringkali menegaskan perlunya kita mendapat informasi yang akurat berapa lifting minyak kita yang sesungguhnya. Karena dengan dikuasainya 70 persen blok migas kita oleh korporasi-korpirasi asing (khususnya The Seven Sisters), maka kita sesungguhnya tidak punya akses informasi untuk mengetahui seberapa besar cadangan minyak dan gas kita saat ini.

Contoh, kenyataan bahwa di Sampang Madura, Jawa Timur, terungkap mampu menghasilkan 14 ribu barel per hari minyak bumi, yang berarti mampu menghasilkan uang minimal senilai 1,4 juta dolar Amerika Serikat per harinya, jelas Indonesia pastilah dipandang Washington punya nilai strategis secara geopolitik. Sehingga akan berusaha untuk merebut pengaruh dan kuasa wilayah tersebut melalui berbagai sarana dan modus operandi.

Maka bisa dipahami jika laporan CFR ini menekankan arti pentingnya kawasan Asia Tenggara berkenaan dengan sumber daya energy minyak dan gas bumi, mengingat selama ini sektor strategis ini merupakan pendorong utama dalam pengembangan strategi kepentingan nasional AS.

Dokumen ini menunjuk arti strategis kawasan ini sebagai sebuah tempat yang memiliki arti geopolitik penting pada persimpangan alur laut paling kritis di dunia. Begitu istilah yang digunakan CFR. Karena lebih dari 1,3 triliun dolar AS barang dagangan diangkut melalui Selat Malaka dan Selat Lombok. Data ini menggambarkan bahwa nyaris separoh dari nilai perdagangan dunia-termasuk minyak yang krusial dari Teluk Persia ke Jepang, Korea Selatan, dan Cina.

Karena itu CFR mengingatkan: “Akibatnya, setiap gangguan atau pengalihan terhadap alur pasokan minyak tersebut akan  mengakibatkan pengaruh yang berdampak menghancurkan ekonomi Asia Timur, dan pada perkembangannya dampak sekunder yang tidak terbayangkan terhadap ekonomi Amerika juga.”

Pada tataran ini kelihatan jelas penyakit paranoidnya para elit politik di Washington. Kecemasan yang akhirnya dirumuskan menjadi peringatan melalui rekomendasi CFR, maka kemudian dokumen ini merumuskan ini sebagai masalah dan ancaman nasional Amerika di masa depan.

Sehingga dokumen CFR ini merekomendasikan perlunya dan bahkan keharusan untuk mencegah intervensi oleh sebuah kekuatan rival lain, melalui saran yang disampaikan kepada penasehat keamanan nasional (National Security Council). Kekuatan rival yang dimaksud dalam dokumen ini tak pelak lagi adalah Cina dan Rusia. Karena itu dalam rekomendasinya, CFR menekankan untuk menguasai kawasan ini, sehingga control atas alur laut yang mempunyai nilai kunci, atau choke points, di seluruh Asia Tenggara akan menempatkan Washington pada posisi yang mampu menekan Cina.

“Dengan memperkuat kehadiran militer di kawasan ini, Amerika Serikat akan mampu menghadapi tantangan klaim Cina di Laut Cina Selatan dan pulau-pulau yang dipersengketakan seperti Spraley dan Paracel.”

Paragraf ini lagi lagi menjelaskan secara terang benderang bahwa fokus utama dan sasaran strategis Washington adalah penguasaan cadangan minyak dan gas bumi yang diprediksi punya kandungan yang cukup besar di wilayah-wilayah yang berada di jalur Laut Cina Selatan.

Sisi menarik dari modus operandi kehadiran militer AS yang luput dari amatan dan liputan media massa adalah, terumuskan dalam dokumen CFR ini: “Amerika Serikat harus memelihara kehadiran kekuatan militer yang handal melalui suatu program latihan bersama sekawasan yang didukung oleh infra struktur yang efektif.”

Karena itu sudah sewajarnya Indonesia mewaspadai segala macam bentuk kegiatan seperti latihan militer bersama dan forum gabungan lintas negara yang biasanya sepenuhnya berada dalam supervise Pentagon. Baik pelatihan militer antar angkatan maupun antar negara. Maupun program pelatihan dalam bentuk pertukaran tingkat perorangan perwira maupun kelompok kecil.

Namun, CFR bukan satu-satunya rujukan atau narasumber bagi para pelaku kebijakan luar negeri AS dalam perumusan arah kebijakan strategisnya. Membedah Dokumen Rand Corporation Tahun 2000. Pada 2000, sebuah think –thank yang dibiayai Pentagon, Rand Corporation, dalam sebuah studinya bertajuk The Role of the Southeast Asia in the US Strategy toward China, secara terang-terangan meminta perhatian akan bahaya yang dihadapi oleh Cina terhadap kehadiran Amerika di Asia Tenggara. Dan menyarankan untuk mengembangkan suatu strategi yang mereka sebut hedging strategy (Strategi Memagari). Sebuah istilah baru untuk menggantikan konsepsi lama containment strategy (Strategy Pembendungan) yang digunakan di era Perang Dingin.

Istilah hedging strategy ini digunakan Rand Corporation untuk membenarkan alasan AS perlunya menghadirkan dan memperkuat kehadiran dan akses militer AS atas berbagai fasilitas yang diperlukan guna membendung pengaruh Cina. Strategi AS untuk membendung Cina di Asia Tenggara nampaknya memang tidak main main. Laporan Rand Corporation secara tegas dan lugas menekankan:

“Munculnya Cina sebagai  kekuatan regional yang baru dalam tempo 10 sampai 15 tahun ke depan dapat meningkatkan persaingan Amerika Serikat dan Cina di Asia Tenggara dan akan meningkatkan potensi konflik bersenjata.”

Meskipun Laporan Rand Corporation ini dirilis pada 2000 semasa pemerintahan Bush, namun pemerintahan Obama bisa dipastikan tetap akan merujuk pada rekomendasi Rand Corporation tersebut. Karena untuk mengamankan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, akan sangat tergantung pada kemampuan memelihara kehadiran dan pengaruh Amerika di kawasan itu, serta terbukanya akses tanpa hambatan ke jalur-jalur laut yang ada di kawasan itu.

Di sinilah posisi krusial Indonesia dan ASEAN  ke depan menjadi tak terhindarkan lagi. Karena seperti tertulis dalam Laporan Rand Corporation, Amerika perlu membina hubungan yang kuat dengan negara-negara ASEAN. Secara khusus Rand Corporation menyebut Singapore, Filipina dan secara khusus pada Vietnam, ditengarai memiliki posisi strategis untuk mengepung Cina. Khususnya Singapore dinilai berlokasi sangat ideal untuk menguasai choke points (titik titik kunci) seperti Selat Malaka, serta akses menuju Vietnam dan Filipina. Sehingga bisa membantu untuk membangun superioritas udara atas jalur-jalur di Laut Cina Selatan.

Karena itu tidak heran jika Rand Corporation dalam dokumennya menyarankan untuk mengembangkan program bantuan yang bersemangat terhadap para sekutu di kawasan Asia Tenggara, khususnya Filipina. Aspek paling krusial dari rekomendasi Rand Corporation adalah, menyarankan pemulihan hubungan militer-militer dengan Indonesia secara penuh dan memulihkan pengalihan perlengkapan militer dan suku cadang dalam rangka mencegah ambruknya kemampuan pertahanan Indonesia.

Ketika persaingan global AS dan Tiongkok semakin menajam di kawasan Asia Pasifik  yang berdampak langsung pada Indonesia, peta kekuatan kedua adidaya wajib didentifikasi dengan seakurat mungkin oleh umat Islam.AS mempunyai doktrin yang disebut  the US Commission on Ocean Policy, sedangkan Cina mempunyai the String of Pearl sebagai rencana strategis untuk menguasai Jalur Sutra.

Islam telah menghimpun kita berabad-abad lamanya. Panji Islam telah menaungi kita dalam jangka waktu yang panjang. Kita dahulu kuat dan mulia. Kita berbagi kebaikan bersama-sama dan memerangi keburukan bersama-sama. AS dan konco-konconya akan serius dalam menjerumuskan kita dalam kematian. Sungguh kita bisa menyadari Amerika dan Barat membidikkan anak panah beracun mereka ke arah kita. Bangkit dan lawan! [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version