Oleh: Umar Syarifudin (Pengamat Politik Internasional)
Ketegangan antara India dan Pakistan meningkat setelah Perdana Menteri India Narenda Modi mengatakan tidak akan menghadiri pertemuan puncak Asosiasi Asia Selatan untuk Kerja Sama Regional (SAARC) di Pakistan pada November. Menurut Pakistan, hal itu merupakan bentuk tindakan perang.
Menurut Kementerian Luar Negeri pakistan menyebut langkah India sangat disayangkan. Padahal Pakistan ingin tetap berkomitmen dalam perdamaian dan kerja sama regional. Sebelumnya, Modi mengatakan tidak akan menghadiri KTT SAARC, pertemuan regional para pemimpin Asia Selatan di Pakistan karena adanya peningkatan serangan teroris di lintas batas kawasan dua negara. Menurut India, hal itu menimbulkan situasi tidak kondusif sehingga acara itu dapat berjalan tidak lancar dan sukses.
"Peningkatan serangan teroris di lintas batas kawasan India dan Pakistan membuat lingkungan tidak kondusif. Keadaan ini membuat Pemerintah India tidak dapat berpartisipasi dalam KTT yang diusulkan Islamabad," jelas pernyataan dari Kementerian Luar Negeri India, Rabu (28/9).
Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Asif, mengancam akan menghancurkan India dengan senjata nuklir jika negara itu berani mendeklarasikan perang. Ia juga menyalahkan India atas serangan di perbatasan Kashmir yang menewaskan dua tentaranya. "Kami akan menghancurkan India jika berani memaksakan perang kepada kami. Tentara Pakistan sepenuhnya siap menjawab setiap serangan dari India," ujar Asif, kepada stasiun TV Pakistan, Samaa, dikutip dari Daily Mail.
Dikabarkan bahwa pihak Pakistan dapat memulai serangan nuklir ke India dalam waktu delapan detik, kata seorang jenderal di Islamabad seperti dikutp dalam buku harian Alastair Campbell. Peringatan serangan nuklir itu diungkapkan saat kunjungan Blair ke benua India setelah serangan 11/9 pada tahun 2001. Campbell diberitahu tentang ancaman serangan delapan-detik itu dalam makan malam di Islamabad pada tanggal 5 Oktober 2001 yang diselenggarakan oleh Pervez Musharraf, Presiden Pakistan saat itu.
Analisis
Rezim di India dan rezim di Pakistan saat ini sama-sama loyal kepada Amerika, Amerika paham bahwa masyarakat di Pakistan adalah muslim yang sulit menerima pengaruh Amerika. Adapun masyarakat di India, mereka mayoritasnya adalah non-muslim. Perlakuan Amerika dengan rezim di India berbeda dari perlakuannya dengan rezim di Pakistan. Permusuhan Amerika terhadap Pakistan adalah permusuhan terhadap Islam. Amerika menjadi begitu ketakutan akan tegaknya negara Islam terbesar di Pakistan. Oleh karena itu, Amerika berusaha secara proaktif untuk mengubur negara ini sebelum kemunculannya.
India seperti layaknya negara-negara pengikut di kawasan, sistem kapitalisme dipaksakan terhadapnya melalui kekuatan imperialisme dan tetap dipaksakan terhadap India dengan kekuatan. Karena itu, India tidak terdorong secara internal dan tidak punya motivasi untuk bertolak dengan kuat dan cepat serta dengan kesadaran dan rencana sendiri. Maka India tetap menjadi negara pengikut dan bukan negara independen dengan politiknya. Bisa diperhatikan, India bergerak lambat pada bidang politik dan ia terus di bawah pengaruh dan bukannya berpengaruh dan tidak pula berinisiatif. Jadi India berada di bawah pengaruh Inggris tuan pertamanya atau di bawah pengaruh Amerika yang mengulurkan tangannya ke arah India dimana Amerika menciptakan kekuatan politik di India yang loyal kepadanya.
Meskipun para penguasa Pakistan telah memerangi Islam dan kaum Muslim di Pakistan dan Afghanistan, bahkan mereka terlibat dengan para penguasa India dalam melawan kaum Muslim di Kashmir, Barack Obama masih saja menyeru Pakistan untuk menunjukkan keseriusannya dalam perang ini. Padahal Obama memahami sejauh mana keseriusan para penguasa Pakistan dalam perang tersebut. Mengapa, karena Obama membutuhkan mereka lebih lanjut keterlibatannya dalam perang yang dilakukan Amerika terhadap Islam dan kaum Muslim.
Latar belakang terjadinya perang India dengan Pakistan berawal dari konflik politik, yaitu tentang perebutan wilayah Kashmir. Menyoroti persoalan Khasmir, tahun 1846, Inggris menguasai India secara militer dengan bantuan pemeluk Hindu, Sikh, dan Buddha. Inggris lalu menyewakan Kashmir ke kekuasaan feodal Hindu selama 100 tahun di bawah perjanjian Amritsar. Setelah anak benua dipecah pada tahun 1947, para penguasa feodal Hindu menyerahkan Kashmir ke India yang memicu serangkaian peperangan, akibatnya dua pertiga Kashmir jatuh ke India, dan sepertiganya dikuasai Pakistan. Sejak dijajah Hindu, umat muslim dibantai, dipenjara, diperkosa dan rumah ibadahnya dihancurkan. Di saat yang sama penguasa Pakistan tidak banyak bicara dan membiarkan begitu saja nasib muslim di Kashmir.
Nehru di tahun 1956 menyatakan bahwa Kashmir adalah milik India. Sejak itu India telah melakukan segala cara untuk menguasai Islam dan menghapus identitas muslim di Kashmir, dengan jalan : Pembantaian missal, Pembatasan kelahiran, Memperluas korupsi dan tindakan asusila, Penghapusan Ulama, Imam dari masajidnya, Melarang pendidikan Islam dan nilai-nilainya.
India muncul sebagai pengimpor senjata terbesar di dunia, menurut sebuah kelompok kajian Swedia. Menurut Lembaga Kajian Perdamaian Internasional Stockholm, India membeli sekitar 10 persen dari persenjataan global antara 2007 dan 2011, melewati Tiongkok sebagai konsumen persenjataan terbesar. Dalam beberapa tahun terakhir, para pengimpor senjata terbesar adalah negara-negara Asia, yaitu India, diikuti oleh Korea Selatan, Pakistan, Tiongkok, dan Singapura.
Dalam hal nuklir, Carnegie Endowment for International Peace dan Stimson Center yang berbasis di AS mengatakan Pakistan kemungkinan memiliki sedikitnya 350 hulu ledak nuklir. Hanya Amerika Serikat dan Rusia yang memiliki lebih banyak. Dalam sebuah wawancara dengan jaringan (CNN), Wakil Presiden Amerika, Joe Biden pada hari Rabu berkata: “Situasi di Pakistan telah menimbulkan keprihatinan melebihi Irak, Afghanistan,dan Iran. Pakistan adalah negara besar yang memiliki senjata nuklir dan mampu menyebarkannya, serta menyimpan potensi bahaya dari populasi minoritas kelompok militan. Sementara sistemnya tidak menjalankan demokratis sepenuhnya, seperti kami pikirkan. Sehingga, inilah yang menjadi penyebab terbesar kekhawatiran.”
Pernyataan-pernyataan ini sejalan dengan informasi yang telah bocor ke tengah-tengah publik mengenai keinginan para pejabat AS untuk menguasai kekuatan nuklir Pakistan agar tidak jatuh ke tangan para ekstremis, menurut klaim mereka.
Di bawah pemerintahan Bush, hubugan dengan Pakistan dan India berubah secara menyolok. Amerika mengakui kemampuan besar India, dan berpeluang menjadi seperti benteng kokoh menentang China dan partner strategis dengan negara ini. Pada waktu yang sama, Amerika memberi Pakistan sifat sekutu utama dari luar kawasan NATO, dimana Amerika meminta Pakistan memerangi terorisme mewakili Amerika di wilayah persukuan.
Walhasil
Perang India-Pakistan, merupakan perang yang terjadi sejak bulan Agustus 1947, perang ini terjadi antara India dengan Pakistan. Peristiwa ini memiliki empat kejadian perang, tiga diantranya merupakan perang utama dang yang lainya merupakan perang kecil yang terjadi dianyara kedua Negara. Tiap kasus perang yang terjadi, penyebab utamanya ialah perebutan wilayah Kashmir, kecuali perang yang terjadi antara India-Pakistan pada tahun 1971 yang disebabkan oleh masalah wilayah Pakistan Timur.
Militer Pakistan adalah bagian dari masyarakat dan mereka berbagi perasaan Islam yang sama dengan masyarakat. Oleh karena itu, hal yang membuat marah militer adalah arogansi Amerika dan sikap mengabdi para petinggi militer Pakistan yang terang-terangan kepada Amerika.
Dialog Pakistan-India dalam 5 tahun terakhir telah menunjukkan bahwa Pakistan mundur dari sikap tradisionalnya. Pakistan telah memisahkan Kashmir dari negosiasi perdagangan dan pada prinsipnya sepakat untuk memberikan kepada India akses jalan menuju Afghanistan.
Merebut kembali Kashmir tidak lagi ada dalam agenda pemerintah Pakistan. Oleh karena itu, sekarang kita bahkan tidak mendengar slogan “Kashmir banay ga Pakistan” (Kashmir akan menjadi bagian Pakistan). Yang kita dengar adalah tentang berapa banyak manfaat ekonomi yang kita bisa dapatkan dari perdagangan dengan India.
Di sisi lain, diketahui bahwa Cina adalah ancaman regional bagi kepentingan AS di Asia Selatan dan Asia Timur Jauh. Amerika ingin menggunakan Pakistan dan India sebagai blok terhadap China. Untuk tujuan ini, Kashmir dan iritasi lainnya yang mengganggu harus dikubur, tidak diselesaikan, karena setiap solusi yang adil tidak akan diterima oleh India. Untuk alasan inilah Amerika mendiktekan agar Pakistan mundur dari sikap lamanya yang mendukung Kashmir.
Oleh karena itu, jika rakyat Pakistan ingin bebas dari penindasan kolonialisme dan para penguasa bonekanya, maka mereka harus mengambil kendali inisiatif dan menggulingkan para penguasa boneka di Pakistan, dan kemudian bergabung dengan kelompok Mujahidin dalam perang melawan pasukan pendudukan Amerika untuk mengusirnya dari Pakistan dan Afghanistan, serta mencabut pengaruh hingga ke akarnya dari seluruh wilayah kaum Muslim. [syahid/voa-islam.com]