Oleh: Harits Abu Ulya (Pengamat Terorisme, Direktur CIIA)
Terkait WNI yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf Negara wajib hadir, hal tersebut betul adanya seperti yang disampaikan oleh Menhan Ryamizard R ke media dalam pekan ini. Rakyat paham bahwa fungsi negara menjadi pelindung, pengayom dan pemelihara urusan rakyat, idealnya negara tidak boleh absen untuk kewajiban asasi tersebut.
Berdasarkan hasil monitoring yang selama ini kita lakukan terhadap upaya pembebasan WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di wilayah Sulu, Philipina, maka publik perlu "ngeh" tentang beberapa catatan penting berikut:
Pertama; diluar upaya formal, langkah "silent' yang selama ini ditempuh oleh pemerintah dalam upaya pembebasan sandera terbukti cukup efektif berhasil membebaskan para sandera. Ini juga perlu dilanjutkan untuk bebaskan 2 WNI yang masih ditangan kelompok Abu Sayyaf.
Namun diluar itu, akan sangat bijak jika seorang Menhan RI (Ryamizard R) tidak mengekspos langkah-langkah tersebut ["Ryamizard mengatakan, pembebasan ketiga WNI itu juga berkat bantuan tentara Filipina dan kelompok separatis MNLF", Lihat: [http://m.liputan6.com/news/
Karena langkah silent tersebut tidak lain adalah pendekatan informal diluar langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia maupun Philipina. Begitu juga tidak urgen dengan memberikan harapan yang berlebihan kepada pihak keluarga WNI yang tersandera bahwa dalam waktu dekat ini akan segera bebas: Lihat: http://m.cnnindonesia.com/
Realitas dilapangan sangat dinamis, banyak faktor yang saling terkait berpengaruh langsung pada proses pembebasan. Artinya pembebasan bisa lebih cepat atau bahkan lebih lambat dari ekspektasi seorang Menhan.
Menhan adalah pejabat publik, salah satu representasi pemerintah dalam persoalan ini maka sikap bijak menjadi urgen dalam mengeluarkan pernyataan ke publik.
Yang tepat adalah biarkan dan beri kesempatan Tim yang selama ini bekerja sejak beberapa bulan lalu dengan cara "silent" untuk menuntaskan amanah yang ada dipundaknya.
Kedua; dari monitoring juga terbaca pendekatan informal yang selama ini dilakukan adalah dengan memanfaatkan eksistensi MNLF melalui sosok Nur Missuari sebagai tokoh kuncinya.
Sementara realitas aktual dilapangan posisi MNLF pimpinan Nur Missuari juga masih menjadi polemik bagi pemerintah Philipina. Dimana status "Warrant Of Arrest" masih melekat pada diri Nur Missuari pasca peristiwa "Zamboanga Siege" pada tahun 2013. Bedanya saat ini dengan Abu Sayyaf, MNLF tidak angkat senjata perang melawan pemerintah pusat Philipina dan saat ini Presiden Rodriguez Duterte berupaya merangkul Nur Missuari.
Dengan realitas tersebut maka akan sangat kontraproduktif jika ada upaya-upaya dari pihak "Pemerintah" atau yang mengatasnamakan pemerintah Indonesia siapapun dia mengekspos pendekatan informal tersebut ke permukaan karena hal Ini potensial kontraproduktif terhadap hubungan baik Indonesia-Philipina.
Ketiga; dari sumber internal di MNLF kita dapatkan informasi yang perlu dicermati yaitu munculnya sosok-sosok opuntunir yang menumpang ditengah upaya pembebasan 2 WNI yang masih di sandera. Adanya pihak-pihak yang mengatasnamakan perwakilan/utusan pejabat pemerintah RI menemui Nur Missuari. Substansi pembicaraan ingin terlibat proses pembebasan para sandera. Penelusuran lebih jauh, sosok person yang mengaku pejabat selevel Deputy Of Minister dihadapan MNLF ini ternyata orang sipil dan bukan pejabat pemerintah RI.Dan kemungkinan berpotensi hanya Ingin mengambil keuntungan dari kasus penyanderaan yang saat ini sedang terjadi.
Di sisi lain akan sangat berbahaya jika sampai berkembang informasi dan polemik di negara Philipina bahwa ada utusan resmi Pejabat RI menemui seseorang yang oleh sebagian warga Philipina dianggap buronan (Warrant Of Arrest). Justru selama ini yang telah dilakukan kontak dengan MNLF untuk membantu pembebasan sandera secara "informal" sudah tepat.
Jadi, negara harus membersihkan dari anasir-anasir opuntunir terkait pembebasan sandera.Waspadai pihak-pihak opuntunir dan mafia yang mau nimbrung ambil keuntungan. [syahid/voa-islam.com]
Note: Lampiran foto seorang yg berinisial "BF" (berkaca mata) yang mengatasnamakan pejabat RI saat ketemu MNLF di camp Sulu sekitar 8 Okt kemarin