View Full Version
Senin, 05 Dec 2016

Peradaban 212

 

Oleh : Dr. Slamet Muliono*

 

AKSI Bela Islam jilid III pada tanggal 2 Desember 2016 (212) benar-benar menyejarah dan menjadi sebuah momentum melihat budaya masyarakat muslim yang agung. Mutiara kebaikan kaum muslimin muncul secara bergelombang dan menjadi fenomena bola salju yang menakjubkan itu terlihat secara kasat mata dalam aksi 212 itu.

Memupuk Peradaban Mulia

Setidaknya bisa digambarkan potret budaya kaum muslimin yang muncul dalam aksi 212. Pertama, tampilnya tradisi santun dan berbuat baik. Massa lebih dari 7 juta yang berkumpul di satu titik sebelumnya digambarkan akan melakukan tindakan gaduh, kasar, dan anarkis, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, dimana banyak muncul perilaku yang mengagumkan. Mereka demikian santun dalam mengajak berbuat kebaikan kepada orang lain serta memberi contoh dalam kebaikan.

Massa yang demikian besar itu begitu rela membersihkan sampah dan tidak menginjak tanaman serta menegur secara kolektif siapapun yang melakukan pelanggaran tanpa kekerasan atau cemooh.Berpakaian serba putih merupakan simbol kesantunan dan kebaikan menjadi pemandangan yang menyejukkan dalam aksi 212.

Kedua, menjamurnya tradisi berbagi dan peduli. Dalam aksi 212 banyak dijumpai perilaku mulia dari kaum muslimin. Banyak dijumpai masyarakat mengamalkan tradisi berbagi, baik masyarakat level menengah-kaya atau masyarakat miskin. Kalau masyarakat di level menengah-kaya membagi makanan, minuman, sajadah, jas hujan, obat gratis, maka masyarakat miskin juga menampilkan perilaku agung yang tak kalah mulianya. Mereka membagikan apa yang mereka punya, sebagaimana yang ditunjukkan para penjual kue atau buah-buahanyang membagikan secara sukarela barang dagangannya kepada siapapun yang ada di sekitarnya.

Hal ini sebagai bentuk partisipasi atas pengorbanan peserta aksi yang rela meninggalkan keluarga dengan menempuh perjalanan yang jauh serta ikhlas mengeluarkan biaya. Para peserta juga tidak kalah, dimana sebagian dari mereka menghampiri penjual kue atau buah-buahan dengan memberi uang kepada mereka. Hal ini sebagai bentuk respon atas perilaku yang mengagumkan.

Ketiga, tradisi optimis dan bebas dari rasa tertekan. Meski aksi 212 memperoleh banyak tekanan dan ancaman namun massa yang muncul dalam jumlah itu terlihat wajah optimis dan gembira. Munculnya pelarangan dari pihak kepolisian,terhadap pengelola bis, tidak menghalangi kaum muslimin.

Bahkan pelarangan itu justru membesarkan spirit sehingga memutuskan berjalan kaki 4 hari sebelum aksi. Kaum muslimin Ciamis benar-benar menunjukkan wajah optimisnya serta mampu melepaskan berbagai tekanan sehingga menginspirasi kaum muslimin yang lain untuk datang dalam aksi 212 itu.

Bahkan tekanan seorang pejabat setingkat presiden yang melakukan safari untuk show of force dengan mendatangai militer, tidak menggetarkan nyali kaum muslimin, sehingga tetap mendatangi Monas secara bergelombang. Bahkan adanya fatwa pesanan yang melarang shalat Jum’at di lapangan tidak menyurutkan semangat peserta untuk hadir untuk melaksanakan doa serta shalat Jum’at di jalan. Tuduhan makar juga tidak menyurutkan semangat serta tidak menjadikan mereka tersinggung dan naik pitam. Mereka tetap tampil secara wajar tanpa beban.

Keempat, tradisi berdoa dengan tulus untuk kebaikan negeri ini. Massa dari berbagai penjuru daerahdemi kebaikan negeri ini. Meski dituduh mengancam negara dan keutuhan NKRI, mereka tetap rela mendoakan kebaikan bagi bangsa ini.

Guyuran hujan tidak menggeser posisi duduk mereka serta tetap bersimpuh selama shalat Jum’at berlangsung. Mereka dengan khusyu’ dan tawadhu mendengar tausiyah khatib serta mengamini doa untuk kebaikan bangsa ini. Doa mereka hanya satu, yakni meminta kebaikan bangsa serta memohon petunjukan agar pemimpin negeri ini diberi keteguhan dalam menegakkan hukum dan konstitusi, dan mampu menangkap penista agama.

Hingga acara selesai tidak ada insiden sehingga terdokumentasilah berbagai tradisi kebaikan yang terjadi selama aksi 212. Kaum muslimin seolah-olah menunjukkan perilaku yang baik guna dijadikan contoh bagi anggota masyarakat yang lain. Fenomena ini termasuk membantah opini buruk yang dikembangkan oleh musuh-musuh Islam yang menyebarkan hasutan bahwa aksi 212 adalah untuk menggulinglan pemeritahan yang sah.

Mengikis Peradaban Hina

Fenomena di atas sangat kontras dengan aksi 412 yang seolah-olah anti klimaks dari berbagai tradisi baik yang muncul dalam aksi 212. Kalau aksi 212 dipenuhi dengan tradisi yang agung dan mulia, sementara aksi 412 diwarnai dengan sejumlah praktek pelanggaran perilaku tak pantas. Fenomena ganjil dari aksi 412 bisa digambarkan sebagai berikut.

Pertama, massa bayaran. Keterlibatan massa yang ikut dalam aksi 412 sangat jelas dilatarbelakangi oleh iming-iming duit. Kepentingan untuk memperoleh uang sangat fenomenal dan terbuka. Hal ini berbeda dengan aksi 212 yang justru massanya mengeluarkan uang. 

Kedua, banyakya fenomena pelanggaran. Salah satu pelanggaran yang nyata dimana aksi 412 numpang dalam acara Car Free Day (CFD).

Pelanggaran yang lain bahwa dalam aksi 412 ini terlihat keterlibatan sejumlah partaidengan banyaknya bendera yang berkibar.

Ketiga, adanya pemaksaan. Massa yang datang bukan karena kesadaran tetapi karena adanya tekanan sejumlah instansi. Hal ini berbeda dengan aksi 212, dimana massa yang datang atas kesadaran serta ikhlas. Tradisi dalam aksi 412 sudah sepantasnya dibuang jauh-jauh sehingga tidak melestarikan budaya buruk yang akan menciptakan masyarakat yang berperadaban rendah dan hina.

Surabaya, 5 Desember 2016

*Penulis adalah dosen di UIN Sunan Ampel dan STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya


latestnews

View Full Version