Oleh: Aruum Rumiatun, S.Pd.
(Guru SMAN 1 Tambakboyo di Kab. Tuban Jatim)
Baru sepekan berlalu, jutaan kaum muslimin Indonesia berkumpul di Monas dalam rangka Aksi bela Islam III. Mereka, kaum mulsimin Indonesia menunjukkan keberadaanya, tujuh juta kepala menyatu di Jakarta.
Tentu, mereka berkumpul bukan atas sembarang dasar sehingga menjadikan jumlah yang sebanyak itu tumpah ruah jadi satu di tempat yang sama. Iya, mereka menuntut kadilan pada negeri yang dikatakan negara hukum ini. Tuntutan atas ketidakadilan yang seringkali menimpa kaum muslimin yang sudah sampai puncaknya.
Harapanya, segera digarap tuntas kasus penistaan agama yang terkesan ditangani bertele-tele oleh pihak penegak hukum. Masih dalam spirit aksi bela Islam III, banyak kisah yang mengiringi dan juga yang lahir dari aksi tersebut. Mulai dari Long March saudara muslim dari Ciamis yang sekaligus menjadi pemicu semangat juang saudara-saudara lain untuk berangka ke Jakartat.
Sambutan masyarakat yang sangat luar biasa dengan memberikan makanan gratis, jas hujan gratis, pijat gratis serta serba gratis lainnya. Cerita seorang dosen yang begitu haru menyaksiksan pejuang kecil dari Ciamis yang kakinya berdarah karena berjalan cukup jauh sehingga terketuk hatinya untuk memberikan sandal.
Seorang Direktur perusahaan besar yang tergerak langkahnhya ke Monas padahal sebelumnya tidak ada rencana sama sekali, dan akhirnya hal itu menjadi pengalaman terindah dalam hidupnya. Saudara dari Papua yang membagikan sajadah secara gratis. Penanggung jawab pengeras suara yang begitu hebat hingga menjadikan suara khotbah shalat jumat bisa di dengar dengan jelas oleh tujuh juta kaum muslimin saat itu yang ternyata merupakan ayah dari seorang penyanyi terkenal.
Seorang bocah berusia 8 tahun rela berpayah –payah demi menggantikan ayahnya dan akhirnya mendapatkan wakaf rumah makan dari pengusaha Riau MasyaAllah, belum lagi lagi tempat aksi mulai bundaran HI sampai monas yang bebas sampah tidak kurang dari 30 menit yang diprakarsai sosok tawadu’ K.H. abdullah gymnastiar (AA Gym) dengan rendah hati memunguti sampah bekas aksi, sungguh pemandangan yang sangat luar biasa. Dan tentu masih banyak lagi kisah lain yang penuh inspirasi.
Ada kisah tentu pasti ada ibrah. Sebuah pelajaran yang dapat diambil hikmahnya untuk melangkah ke depan lebih baik. Tak terkecuali dalam aksi bela islam III ini. Karena perjuangan tidak cukup hanya sampai di sini. Maka, dengan berdasar beberapa kisah yang telah diukir oleh muslim satu maupun lainnya setidaknya ada beberapa hal yang menjadi pelajaran bagi kita.
Pertama, kaum muslim satu dengan yang lain adalah saudara. Mereka bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian sakit maka yang lain pun turut merasakan sakit. Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW “seorang Muslim itu adalah saudara muslim yang lain.
Oleh sebab itu, jangan mendzalimi dan meremehkannya dan jangan pula menyakitinya"(HR: Ahmad, Bukhori dan Muslim). Pernyataan sekaligus hadist tersebut mungkin banyak dihafal kaum muslim Indonesia, tapi selama ini dalam penerapannya sangat jauh dari kenyataan. Kita melihat, rasa persaudaraan sesama muslim belakangan ini bahkan dalam kurun beberapa tahun ini seakan-akan hilang.
Kaum muslim menjadikan rasa persaudaraan di antara mereka terbatas pada ikatan darah dan atas asas manfaat semata. Namun, dalam aksi belas Islam III “persaudaraan” itu terlihat sangat nyata. Sehingga rasa ini menggerakkan hati muslim yang lain untuk berinfak mulai menyediakan makanan gratis, minum gratis, jas hujan gratis, pijat gratis, nge-cash Hp gratis, dan lain-lain serba gratis untuk peserta aksi bela islam.
Sungguh benar-benar esensi dari persaudaraan yang dituntut dalam islam. Sehingga, aksi ini menggetak hati kita bahwa harus kita sadari sepenuhnya , kaum muslim satu dengan yang lain adalah saudara. Persaudaraan ini ada karena adanya iman yang sama, iman kepada Al-Qur’an.
Kedua, Ikatan yang sohih (benar) yang layak untuk mengikat antar sesama manusia, khususnya kaum muslimin adalah ikatan yang berdasar akidah (ikatan ideologis). Ikatan inilah yang bisa mengikat manusia secara benar serta mengantarkan pada kebangkitan yang benar. Karena ikatan akidah adalah ikatan yang berdasar pada aturan Sang pencipta Alam Semesta Raya yang kekuatannya tak terkalahkan oleh apapun.
Hal inilah yang mengikat peserta aksi bela islam sehingga meskipun beragam pengorbanan yang harus mereka lakukan mulai dari harta, tenaga, waktu, perasaan bahkan cemoohan tetap tak menggetarkan langkah mereka untuk datang ke jakarta.
Meskipun, berbagai penggembosan dilakukan baik oleh individu maupun pemerintah agar aksi tersebut tidak terlaksana, tetapi tetap tidak bergeming. Justru hal yang terjadi sangat luar biasa. Inilah ikatan akidah yang kekuatannya sangat luar biasa, karena kekuatannya berasal dari Dzat Yang Maha Kuat( Al Qowwiyu).
Sehingga, ikatan ini mampu menarik tujuh juta kepala untuk berkumpul dengan tujuan yang sama tanpa paksaan ataupun desakan, semuanya lillah karena satu rasa yang dibalut dalam kecintaan terhadap Al-Qur’an, yakni ikatan atas dasar akidah islam.
Maka dari itu, hendaknya kaum muslim membuang jauh-jauh ikatan ashabiyah yang selama ini dijadikan pengikat di antara mereka, dan kembali menyadari bahwa hanya ikatan akidah yang dapat mempersatukan mereka. Bukankah, ikatan inilah yang menghasilkan manusia-manusia luar biasa dahulu kala yang berhasil menaklukkan dunia?
Ketiga, umat islam mempunyai potensi yang besar untuk memimpin dunia. Kita harus berani jujur bahwa tidak ada satu organisasi apapun yang mampu mengerahkan masa tujuh juta orang berkumpul di tempat dan waktu yang sama sekaligus dengan tujuan yang sama. Inilah potensi terpendam yang selama ini tidak disadari kaum muslimin. Bahwa ketika umat islam bersatu, kekuatannya sungguh tak terbayangkan.
Dunia pun mengakui hal tersebut, event aksi bela Islam III menjadi Hot News dalam sekup internasional. Tanggapan dari berbagai negeri islam pun juga tak kalah luar biasa. Beragam pujian mereka berikan kepada pejuang aksi bela islam III, mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyampaikan kebenaran dihadapan penguasa.
Sebuah keberanian yang jarang dimiliki oleh masyarakat dalam kondisi kapitalis saat ini. Dengan demikian, dengan ketiga ibrah yang bisa kita petik dari aksi bela Islam III tersebut, setidaknya semoga ini menjadi awal perjuangan, persatuan dan penggalangan kekuatan untuk mewujudkan tegaknya hukum islam di tengah-tengah masyarakat secara nyata.
Seperti yang dikutip oleh Khatib Shalat Jum’at pada aksi bela Islam III (Habib rizieq Shihab) “tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah, tidak ada yang lebih layak dari hukum Allah, tidak ada hukum yang berkah selain hukum Allah...” dan juga firmn Allah SWT “ Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik hukumnya daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin” (TQS: Al maidah : 50). [syahid/voa-islam.com]