Oleh: Rezza R. Pahlevi
(Mahasiswa Bhs. Jepang Universitas Negeri Surabaya)
Kebhinekaan, sebuah kata yang mudah diucapkan namun langsung merasuk ke jiwa. Kebhinekaan memang merupakan hal yang bersifat fitrah. Kebhinekaan merupakan pengembangan dari kata Bhinneka yang secara harfiah berarti berbeda (KBBI edisi V). Dalam kehidupan sehari-hari kita familiar dengan kata Bhineka yang terdapat pada frase Bhineka Tunggal Ika. Frase ini merupakan salah satu dari 4 pilar bangsa. Sering diterjemahkan dengan kalimat: “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Dengan dasar pemahaman ini, negara berharap agar masyarakat memiliki kesadaran bahwa Indonesia adalah negara yang plural atau heterogen, bukan homogeny. Karena itu harus tumbuh rasa saling menghormati antar agama, antar suku, dan antargolongan. Ini yang disebut sikap saling menghormati setiap perbedaaan atau kemudian lebih dikenal dengan sikap toleransi.
Bangsa Indonesia dari dulu memang terkenal dengan keberagamannya dan sikap toleransinya. Hal ini sudah berlangsung sangat lama tanpa ada masalah. Namun sekarang mengapa banyak sekali isu-isu anti-Kebhinekaan?Tak cinta Indonesia dan sebagainya. Anehnya, orang yang memperjuangkan Islam dituduh dengan beragam pernyataan tendensius. Seperti yang terjadi pasca aksi 212 yang super damai, dikatakan jangan sok kearab-araba an.Parahnya lagi ada yang menyalahkan fatwa MUI.
Jika memang menghargai Kebhinekaan harusnya menghargai fatwa MUI. Karena MUI wujud dari salah satu keberagaman dewan-dewan agama di Indonesia yang mewakili umat Islam. Belum lagi sekarang malah banyak ulama, khususnya dari FPI yang didiskriminasi. Bahkan sudah menjadi rahasia umum beberapa anggota FPI diserang oleh anggota ormas GMBI. Mirisnya dilansir dari berbagai media, salah satunya Liputan6.com (13/01/2017), GMBI adalah ormas binaan Kapolda Jawa Barat. Jadi, karena Kapolda Jawa Barat merupakan bagian dari Kepolisian Republik Indonesia yang juga menggalakkan tentang sosialisasi Kebhinekaan maka GMBI adalah salah satu bentuk Kebhinekaan.
Apakah Kebhinekaan itu mengandung kekerasan. Apakah yang dimaksud Kebhinekaan itu mempunyai bermacam-macam senjata di tangan seperti yang terekam di video-video Youtube dan foto-foto dalam Instagram anggota GMBI. Atau Kebhinekaan adalah keberagaman dalam bersikap, sampai anggota GMBI berani menodongkan senjata pada polisi (Detiknews.com, 10/11/2016).
Selain itu yang tak cinta Indonesia itu sebenarnya siapa? Kita semua bisa lihat dengan gamblang jika melihat berita-berita yang bertebaran. Misalnya banyaknya warga asing yang diizinkan masuk dan bekerja di Indonesia. Jumlah yang legal saja pejabat sekelas DPR RI tidak bisa memastikan (bbc.com, 23/12/2016). Belum lagi ada yang tertangkap secara illegal (merdeka.com,3/10/2016) kasus pembelian lahan sumber waras oleh Pemprov DKI Jakarta yang melibatkan ahok. Dokumen terkait kasus tersebut yang telah diaudit oleh BPK dan hasilnya menyatakan bahwa negara dirugikan malah kemudian BPK yang disalahkan. Lalu ketika Ahok sudah menjadi tersangka dalam kasus penistaan agama nyatanya ia malah bebas berkeliaran. Sedangkan banyak yang masih “terduga teroris” sudah masuk ke liang lahat.Na’udzubillahi min dzalik.
Jangan Dipecah-belah
Jika melihat fenomena seperti ini siapa yang sebenarnya ingin Indonesia hancur atau ingin Indonesia makin Berjaya. Rakyat pasti memandang dan menganggap bahwa orang-orang atau pejabat-pejabat dalam lingkaran pemerintahan pasti hebat dalam menangani negara dan bangsa ini. Tetapi ketika melihat fenomena-fenomena seperti diatas, kira-kira hal apa yang dimaknai “HEBAT” oleh rakyat.
Oleh karena itu, negeri ini butuh sistem yang hebat. Tentunya berasal dari Maha Hebat, yaitu Allah Swt. Tanpa sistem itu (Islam) perpecahan demi perpecahan itu akan terus terjadi. Tidakkah kita capek berseteru sesama anak bangsa? Justru kecintaan kita kepada Islam ini akan membawa persatuan bagi semua umat.
Janganlah takut, karena Islam itu pembawa rahmat. Cantailah Indonesia dengan sepenuh jiwa dengan menjadikan syariah Islam sebagai aturan hidupnya. Bersatulah anak bangsa di bawah bendera ar-rayah, laa ilaha illallah. [syahid/voa-islam.com]