View Full Version
Selasa, 30 May 2017

Bagaimana dan Mengapa Para Pejuang Terkait dengan Islamic State (IS) Mengambil Alih Kota di Filipina

MINDANAO, FILIPINA SELATAN (voa-islam.com) - Para pejuang yang terkait dengan Islamic State (IS) telah mengambil alih beberapa lingkungan di kota Marawi, Filipina selatan, dengan serangan artileri dan udara tentara tidak dapat sepenuhnya mengusir mereka setelah tujuh hari.

Menurut kantor berita terkait IS, A'maaq, sedikitnya 85 tentara Filipina tewas dalam bentrokan tersebut sementara sembilan belas warga sipil telah meninggal dunia.

Militer Filipina memberikan laporan berbeda, mengklaim 61 jihadis gugur sementara 17 lainnya berasal dari tentara.

Puluhan ribu orang telah melarikan diri dari kota berpenduduk 200.000 orang.

Bagaimana pertempuran dimulai?

Bertindak atas informasi intelijen, pasukan keamanan mencoba untuk menangkap Isnilon Hapilon, seorang pemimpin pejuang Muslim Filipina yang didukung oleh Islamic State sebagai orang utama mereka untuk Asia Tenggara, di mana jihadis telah berusaha untuk membangun kehadiran di luar Timur Tengah.

Hapilon masuk dalam daftar paling dicari FBI, dengan hadiah atas kepalanya sebesar $ 5 juta (-+Rp 66 miliar).

Setelah serangan yang gagal pada hari Selasa, para pejuang yang melindungi Hapilon terus mengamuk, merebut rumah sakit, sekolah dan katedral. Mereka menyerbu penjara dan membebaskan sejumlah narapidana.

Presiden Rodrigo Duterte telah mengumumkan darurat militer di Mindanao, sebuah provinsi yang dilanda kemiskinan berpenduduk 22 juta jiwa yang memiliki sejarah pemberontakan bersenjata yang dalam.

Siapakah orang-orang bersenjata itu?

Para pejuang tersebut berasal dari kelompok kecil yang disebut Maute, dinamai dari dua laki-laki bersaudara, Omar dan Abdullah Maute.

Hapilon sebelumnya memimpin faksi lainnya, Abu Sayyaf yang sebelumnya terkait dengan Al-Qaidah, yang dikenal karena pemboman dan pemancungan sandera serta kaitan dengan kelompok yang melakukan pemboman Bali tahun 2002 di Indonesia.

Militer Filipina mengatakan bahwa sekarang Hapilon bergabung dengan Maute, yang sebelumnya bertindak sebagai organisasi kriminal namun telah tumbuh semakin ideologis dalam tujuannya, menurut para analis.

Maute disalahkan atas pemboman tahun lalu di kota asal presiden, Davao, yang menewaskan 14 orang. Dan kantor berita Islamic State A'maaq pekan lalu menyatakan bertanggung jawab atas serangan Marawi.

Kenapa sekarang?

Sidney Jones, direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) yang berbasis di Jakarta, mengatakan bahwa pertempuran tersebut merupakan koalisi berbagai faksi pejuang Islam di Mindanao yang memiliki sejarah kekerasan bersenjata atas tanah, sumber daya dan kontrol.

Sekarang, katanya, mereka telah membentuk sebuah koalisi melawan musuh bersama.

"Duterte dan pemerintahannya telah gagal untuk menghargai bahwa perubahan besar telah terjadi di Mindanao, dan orang-orang ini tidak dimotivasi hanya oleh politik klan atau uang. Para pemimpinnya mungkin adalah 'bandit' di masa lalu, tapi sekarang, mereka adalah ideolog," katanya.

"Mereka telah diyakinkan oleh ISIS bahwa jawaban atas masalah Mindanao adalah hukum Islam," tambahnya.

Dalam sebuah laporan Oktober, Jones meramalkan keributan saat ini. Menghadapi kerugian di Suriah dan Irak, ISIS semakin melihat ke Filipina untuk mendirikan sebuah provinsi atau "wilayat" di wilayah itu, kata laporan tersebut.

Dukungan untuk Islamic State di Mindanao "telah memfasilitasi kerja sama lintas klan dan etnis, memperluas area rekrutmen ekstremis untuk memasukkan mahasiswa universitas yang cerdas dan membuka komunikasi internasional baru dan mungkin juga saluran pendanaan," katanya.

Banyak Muslim di Filipina tinggal di Mindanao, provinsi semi otonom, dan Marawi adalah kota terpadat di wilayah pemerintahan sendiri.

Apa rencana pemerintah?

Duterte melakukan kunjungan singkat ke Rusia saat bentrokan tersebut meletus dan telah mendukung sebuah respon militer yang kuat. "Jika ada pembangkangan terbuka, Anda akan mati," katanya pada hari Rabu. "Dan jika itu berarti banyak orang sekarat, biarlah."

Duterte, mantan walikota dari Davao, kota lain di Mindanao, telah melihat kepresidenannya selama setahun yang ditandai dengan pertumpahan darah, dengan sebuah "perang melawan narkoba" yang telah menyebabkan ribuan pecandu narkoba dan tersangka tewas. Dia telah dikutuk internasional untuk mendukung aksi main hakim sendiri.

Presiden Filipina itu secara terbuka telah mendorong warga sipil untuk membunuh pecandu dan mengatakan bahwa dia tidak akan menuntut polisi untuk melakukan eksekusi di luar hukum.

Dia juga secara blak-blakan mengatakan hal yang sama dalam bentrokan Marawi, meyakinkan tentaranya bahwa dia akan melindungi mereka jika mereka melakukan pelanggaran selama konflik, termasuk pemerkosaan.

"Jika Anda tenggelam, saya tenggelam. Tapi untuk keadaan darurat ini dan konsekuensi dari darurat militer dan akibat dari darurat militer, saya dan saya sendiri yang akan bertanggung jawab, lakukan saja pekerjaan Anda, saya akan mengurus sisanya," kata Duterte pada hari Jumat, menurut transkrip kantor presiden.

”Saya akan dipenjara untuk Anda", mengacu pada tentara yang melakukan pelanggaran, lalu dia bercanda: Jika Anda memperkosa tiga (wanita), saya akan mengakui bahwa saya melakukannya."

Pada hari Ahad, Duterte mengajukan permohonan ke kelompok pemberontak lainnya di Mindanao, termasuk dua faksi pejuang Muslim dan pemberontak pimpinan Komunis, untuk bergabung dalam perang melawan Maute, menjanjikan mereka dengan bayaran dan tunjangan, termasuk perumahan.

Laporan menyebutkan bahwa kelompok pemberontak Komunis bersedia untuk berdamai sementara dengan pemerintah dan bergabung dalam perang melawan afiliasi Islamic State. Sementara 2 kelompok pejuang Muslim yang saat ini terlibat gencatan senjata dengan Manila, Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) belum memberikan reaksi segera. (st/guardian)


latestnews

View Full Version