Oleh: Eka Rahmi Maulidiyah
(Mahasiswi Sastra Inggris, Universitas Airlangga)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika baru saja dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2017 di Conference Hall King Abdulaziz Convention Center, Riyadh, Arab Saudi. Konferensi tersebut dihadiri oleh 55 pemimpin negeri-negeri muslim dunia dan pemimpin negara Amerika dengan topik pembahasan mengenai pemberantasan terorisme dan radikalisme. Tak lupa, presiden Jokowi juga turut diundang oleh Raja Salman untuk menjadi salah satu pembicara dalam konferensi tersebut.
Indonesia dan KTT Arab Islam Amerika
Presiden Jokowi menyampaikan empat hal penting terkait pemberantasan terorisme dan radikalisme. Pertama, umat Islam di dunia harus bersatu untuk melawan terorisme. Kedua, semua negara harus bekerjasama dalam memberantas terorisme dan radikalisme. Misalnya dengan melakukan pertukaran informasi intelijen dan pertukaran penanganan Foreign Terrorist Fighters (FTF) serta peningkatan kapasitas. Ketiga, persoalan terorisme harus diselesaikan dari sumber masalahnya atau dari akarnya.
Menurut Jokowi, akar permasalahan terorisme adalah kesenjangan sosial yang berarti solusi untuk memberantas terorisme adalah dengan meningkatkan taraf ekonomi. Kempat, semua negara harus memberikan perannya dalam pemberantasan terorisme dengan menciptakan perdamaian dunia. Presiden Jokowi menggunakan dua strategi untuk pemberantasan terorisme dan radikalisme di Indonesia, yaitu hard power dan soft power.
Presiden akan menggunakan senjata dan kekuatan militer (hard power) serta pendekatan agama dan budaya (soft power) untuk menangani kasus terorisme dan radikalisme di Indonesia. Sebagai muslim kita harus cerdas dalam melihat segala permasalahan, termasuk dalam menanggapi fenomena ini. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan KTT Arab Islam Amerika ini. Pertama, dalam setiap agenda-agenda besar yang dihadiri kaum muslim, Amerika tidak akan pernah ketinggalan untuk mengikuti agenda tersebut.
Padahal, jelas Amerika bukan negara muslim bahkan pemimpinnya juga bukan muslim. Lalu, kenapa datang dalam agenda kaum muslim? Bahkan dalam KTT ini, presiden Trump berbicara mengenai cara untuk memberantas terorisme dan radikalisme di hadapan 55 penguasa negeri-negeri muslim. Stigma bahwa terorisme adalah Islam kembali dikuatkan. Hal ini merupakan kelanjutan dari program War on Terrorism negara Amerika yang diopinikan ke seluruh dunia.
Sejak peristiwa bom WTC pada 11 September 2011, Islam mendapat klaim sebagai agama teroris. Kewajiban jihad yang mulia bahkan diklaim sebagai pemantik terorisme. Maka pemberantasan terorisme ala Amerika maknanya adalah pemberantasan Islam beserta pendistorsian segala ajarannya yang mulia. Kedua, ditunjuknya presiden Jokowi sebagai salah satu pembicara mengindikasikan bahwa pemberantasan terorisme versi Indonesia diakui sebagai proyek yang cukup berhasil. Tapi benarkah pendekatan hard power dan soft power yang dicanangkan oleh presiden Jokowi adalah strategi yang baik? Sementara yang terjadi justru adalah upaya kriminalisasi terhadap ulama dan berbagai kalangan yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Begitupun wacana pembubaran ormas yang selama ini lantang menyerukan berbagai nasihat kepada penguasa memunculkan pertanyaan. Adakah strategi hard power itu justru ditujukan kepada para ulama dan mereka yang kritis terhadap berbagai kebijakan? Ini adalah bentuk kedzaliman, yang justru akan memunculkan perlawanan jika penguasa tidak menyikapinya dengan benar. Wahai kaum muslimin, sadarilah jika saat ini tengah ada upaya untuk memecah belah persatuan di antara umat ini.
Hendaknya semua komponen umat memahami bahwa musuh sesungguhnya bukanlah saudara seiman, melainkan barat dengan ideologi kapitalismenya yang hendak mendikte negeri muslim dengan campur tangannya agar negeri muslim selalu berada di bawah kekuasaannya. Kaum muslimin pun harus menyadari, kesatuan umat adalah satu-satunya jalan untuk mewujudkan kekuatan hakiki yang akan membawa umat ini pada kebangkitan.
Umat harus mewaspadai setiap gerakan yang memecah belah persatuan. Mari wujudkan persatuan umat dengan dakwah menyerukan kembali pada kehidupan Islam. Wari wujudkan kekuatan umat dengan tegaknya kembali khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. [syahid/voa-islam.com]