Oleh: Ahmad Fahrur Rozi
Di era modern, siapakah 'pembunuh' paling intens (rapid killer) di dunia? Menurut saya bukan teroris melainkan jalanan, kecelakaan lalu lintas.
Mari kaitkan dengan momentum mudik. Mudik Lebaran yang sudah menjadi tradisi menjurus obsesi, tak jarang membuat orang 'nekat' menempuh perjalanan sampai ribuan kilometer. Sadar atau tidak, nyawa pun dipertaruhkan.
Noel C Bufe dalam Encyclopedia of Police Science (1995) mengatakan orang yang terbunuh akibat kecelakaan setiap tahun berjumlah 3x lipat daripada akibat kejahatan.
Jalanan Indonesia memang "kejam". Sebagai gambaran, menurut data Polri tahun 2014 kecelakaan lalu-lintas mencapai 95.906 kasus, dengan jumlah korban tewas sedikitnya 28.897 jiwa dan luka-luka 136.581 orang. Artinya jalanan 'membunuh' 3 orang setiap jam.
Kerugian ekonomi yang diderita akibat kecelakaan juga luar biasa besar. Setidaknya Rp 35,8 triliun per tahun.
Khusus kecelakaan mudik, rilis Polri terkait Operasi Ramadaniya 2013 misalnya. Terdapat 719 orang tewas, 1.184 luka berat, dan 4.326 luka ringan. Adapun kendaraan yang mengalami kecelakaan: mobil penumpang (858), mobil barang (358), bus (194), kendaraan tidak bermotor (129), kendaraan khusus/pribadi (20), dan yang mendominasi, sepeda motor (4.159).
Kecelakaan umumnya disebabkan 4 faktor:
1. Kelelahan mental-fisikal (terutama pengendara sepeda motor) yang menempuh jarak jauh.
2. Pelanggaran aturan lalu lintas. Misalnya batas kecepatan dan jarak aman berkendara.
3. Kendaraan yang tidak laik pakai, dan
4. Jalanan yang rusak dan minim rambu-rambu.
Dua faktor pertama adalah Human Errors. Karena pengendara minim literasi tata cara berkendara. Juga karena mereka terpaksa akibat keterbatasan biaya.
Adapun 2 faktor sisanya karena Policy Errors. Pemerintah kita yang abai mengurusi rakyatnya. Sangat aneh tatkala perbaikan jalan misalnya, dilakukan menjelang lebaran. Mengapa tidak diawal tahun?
Mengapa pula kendaraan tidak laik jalan dibiarkan berkeliaran? Betapa banyak truk, bis dan angkot tua yang tetap lolos uji KIR karena suap. Contohnya kasus kecelakaan bus karena rem blong di Puncak Bogor. Yang meloloskan uji KIR adalah pejabat Dishub tapi yang didakwa justru cuma supir bus. Wajar jika kita waswas naik angkutan umum.
Juga kemana anggaran pembangunan dan perbaikan jalan yang mencapai Rp 162 triliun per tahun? Dikorupsi kah?
Sekedar perbandingan sederhana, pemerintah telah membangun total 774 km jalan tol serta (akan) membangun 1000 km lagi selama 5 tahun kedepan. Total anggarannya sekitar Rp 672 triliun. Dengan anggaran setara, negara tetangga kita Malaysia, (telah) berhasil membangun jalan tol 3000 km.
Contoh keanehan lain, terkait minimnya lampu penerangan jalan (PJU), rambu-rambu dan marka jalan. Bukankah 46 juta pelanggan Listrik (termasuk didalamnya anda dan saya) telah membayar Pajak PJU 10% tiap bulan? Jika diakumulasi sekitar Rp 10 triliun per tahun. Kemana uangnya? Kok jalan-jalan kita (mayoritasnya) gelap-gulita? Dikorupsi kah?
Kematian 28.897 jiwa, dan 719 jiwa pada momen mudik adalah angka yang sangat tinggi. Menyamai jumlah korban perang.
Inilah tragedi pembunuhan dan kematian sia-sia di jalan raya saat arus mudik. Nuansa Lebaran harusnya identik dengan kegembiraan bukan pembunuhan.
Maka, Anda yang sedang mudik "ekstra" berhati-hatilah. Ingat sekedar berhati-hati saja tidak cukup. Jangan sampai kita jadi korban.
Semoga angka kecelakaan, korban luka, dan kematian pada arus mudik tahun ini menurun. Bahkan kalau bisa angkanya 0.
Saya jadi terngiang perkataan Khalifah Umar bin Khattab RA, “Seandainya ada kambing yang terperosok lubang di jalanan Hadramaut (Yaman), maka aku bertanggung jawab terhadapnya."
Khilafah Islam begitu 'amazing'. Kambing saja diperhatikan apalagi manusia. Ah, Itu cerita dulu. Jangan bandingkan dengan pemerintah sekarang. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google